Jumaat, 31 Disember 2010

Komponen dasar bimbingan konseling

Komponen adalah bentuk atau bagian, jadi komponen dasar bimbingan dan konseling adalah apa saja yang menjadi dasar dari bimbingan dan bimbingan konseling itu sendiri, sehingga dalam prosesnya akan berjalan sebagaimana mestinya. Yang ternasuk komponen dasar konseling yaitu :
1. Konselor
Konselor sebagai suatu propesi menolong memiliki peran-peran yang penting dalam kehidupan.propesi ini merupakan salah satu dari propesi-propesi lain yang tugasnya adalah memberikan bantuan kepada seseorang atau kelompok untuk memecahkan suatu masalah, baik masalah keluarga atau masalah dengan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tantangan bagi konselor agar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk membantu seseorang ataupun kelompok harus memiliki criteria-kriteria tertentu yaitu sebagai berikut :
a. Syarat menjadi konselor
1. Memiliki latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan konseling dan juga mengikuti program propesi yang di selenggarakan disalah satu unuversitas.
2. Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketakwaannya sesuai dengan agama yang di anutnya.
3. Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalah klien.
b. Kompetensi konselor
1. Kompetensi pedagonis yang didalamnya terdapat beberapa hal di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Menguasai teori dan praktik pendidikan.
b. Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta prilaku konseling.
c. Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang satuan pendidikan.
2. Kompetensi kepribadian
Kompetensi yang di miliki konselor adalah sebagai berikut :
a. Beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa.
b. Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, dan kebebasan memilih.
c. Menunjukan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
d. Menampilkan kinerja berkualitas tinggi.





3. Kompetensi social
a. Mengimplementasikan kolaborasi internal di tempat kerja.
b. Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
c. Mengimplementasikan kolaborasi antar propesi.
4. Kompetensi professional
Konselor harus memiliki kompetensi professional seperti berikut :
a. Menguasai konsep dan praktis asemen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseling.
b. Menguasai kerangka teoritis dan praktis bimbingan dan konseling.
c. Merancang program bimbingan dan konseling.
d. Mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif.
e. Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling
f. Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika propesional.
g. Menguasai konsep dan praktis penelitian dalam bimbingan dan konseling.
Dalam buku penataan pendidikan propesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal yang di terbitkan oleh depdiknas tahun 2008 disebutkan juga dua komponen sosok utuh kompetensi konselor. Yaitu kompetensi akademik konselor dan kompetensi professional konselor.
1. Kompetensi akademik konselor.
a. Mengenal secara mendalam klien yang hendak dilayani.
b. Menguasai khazanah teoritis dan procedural termasuk teknologi dalam bimbingan konseling.
- Menguasai secara akademis, teori, prinsip, teknik dan prosedur, serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.
- Mengemas teori, prinsip, dan prosedur serta sarana bimbingan dan konseling sebagai pendekatan,prinsip teknik, dan prosedur dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.
c. Menyelengarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memendirikan.
- Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
- Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
- Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan penyesuaian-penyesuaian (midcouese anjustment) berdasarkan keputusan transaksional selama rentang proses bimbingan dan konseling dalam rangka memandirikan konseling.
d. Mengembangkan profsionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan.


2. Kompetensi peofesional konselor
Penguasaan kompetensi propesional konselor di peroleh melalui penerapan kompetensi akademik dalam bimbingan dan konseling yang telah di kuasai pada tahap pendidikan akademik dijenjang S-1 bimbingan dan konseling dalam latihan yang sistematis serta beragam situasinya dalam konteks otentik dilapangan,yang dikemas sebagai pendidikan profsi konselor, yang diselengarakan dibawah penyelesaian konselor senior yang bertindak sebagai pembimbing atau supervisor. Pendidikan profesi konselor merupakan wahana untuk peletakan landasan kemampuan serta kebiasaan untuk mengembangkan profesionalitas secara berkelanjutan.

C .profil konselor
konselor adalah seorang terapis sehingga dia menjadi model terhadap kepedulian dan membantu pertumbuhan klien-kliennya. Adapun hal-hal yang perlu di miliki seorang konselor adalah sebagai berikut :
1. Identitas dari seorang konselor. Artinya bahwa seorang konselor harus memahami siapa dirinya, apa kemampuan yang dimiliki, apa yang diinginkan dalam hidup, dan apa yang dianggap penting. Konselor harus memiliki penguasaan dan kemampuan dalam berbagai teori mengenai konseling. Ini bertujuan agar dapat memberikan bantuan kepada seseorang ataupun kelompok.
2. Respek dan menghargai dirinya sendiri. Artinya konselor dapat memberikan bantuan, cinta, harga diri, dan kekuatan untuk diri sendiri.
3. Konselor mampu mengakui dan menerima kekuatan yang ada pada dirinya. Artinya konselor merasa mampu bahwa orang lain dapat merasakan kekuatannya, dan menggunakan kekuatannya untuk membantu klien.
4. Konselor mampu untuk bertoleransi terhadap perbedaan. Artinya konselor menyadari bahwa setiap individu berbeda dan dapat dipercaya.
5. Konselor mampu mengembangkan gaya dan cara dalam memberikan konseling. Artinya setiap konselor memiliki kekhasan dalam mengekpresikan serta dapat mengembangkan ide dan teknik-teknik yang ada.
6. Semangat hidup. Artinya konselor memiliki keaktifan dan memandang positif kehidupan, dan energy.
7. Asli, tulus, dan jujur. Artinya konselor tidak bersembunyi dibalik topeng, membela diri, peran yang kaku, dan menutupi kelemahan.
8. Konselor memiliki sence of humor. Artinya konselor mampu menempatkan kehidupannya dan menyadari bahwa mereka perlu tetap ceria.
9. Konselor mengakui bila berbuat salah. Artinya sebagai manusia, konselorpun tidak luput dari berbuat salah.
10. Konselor menghargai perbedaan budaya. Artinya menghargai beragamnya budaya dan nilai-nilai yang diyakini oleh orang yang berbeda budaya.
D . peran seoranng konselor
1. Sebagai mediator
Sebagai mediator, konselor akan menghadapi beragam klien yang memiliki perbedaan, budaya, nilai-nilai, agama serta keyakinan.
2. Sebagai penasehat dan pembimbinng. Peran konselor sebagai pembimbing dan penasehat adalah sebagai berikut :
a. Konselor memberikan bimbingan atau tuntunan kepada klien sesuai dengan masalah yang dihadapi keluarga tersebut. Oleh karena itu seorang konselor harus memilki kematangan dalam kepribadian agar konselor dapat memandang suatu masalah yang sedang di tanganinya dengan dewasa dan bijaksana.
b. Konselor memberikan nasehat dengan cara membantu klien agar dapat melakukan Sesuatu yang baik untuk keluarganya atau dirinya dan menghindari hal-hal yang tidak sepantasnya di lakukan, baik oleh dirinya ataupun keluarganya. Serta dapat menyelesaikan masalahnya.

2 . klien
Klien yaitu orang yang membutuhkan bantuan atau pelayanan dari seseorang ahli guna mendapat jawaban atau solusi. sehingga ia tidak lagi bermasalah.
a. Tujuan klien
Tujuan klien yang datang menemui konselor bersumber dari ekpektasiklien mengenai masalah mendesak yang sedang dirisaukan oleh klien. Dengan demikian, yang dirisaukan oleh klien pada saat itu adalah “ bagaimana mengatasi gangguan ini “ atau bahkan klien tidak mengerti perasaannya dan apa yang dikehendakinya menemui konselor. Dengan kata lain, klien sering kali tidak memiliki tujuan-tujuan masa datang yang terumuskan secara jelas.
Perlu ditegaskan lagi bahwa para klien menghadiri konseling dengan ekpektasi-ekpektasi dan tujuan-tujuan khas dan beragam dari klien ke klien. Seperangkat ekpektasi dan tujuan itu mempengaruhi arah dan hasil konseling, dan menentukan apakah konseling berlanjut, atau perlu direfer, ataukah konseling diakhiri¸setelah konseling sesi pertama.


3. Teknik-teknik konseling
Yang di maksud dengan teknik konseling disini adalah cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi lingkungannya yakni nilai-nilai social, budaya dan agama.dalam proses konseling, penguasaan terhadap teknik konseling akan merupakan kunci keberhasilanuntuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus harus mampu merespon klien secara baik dan benar sesuai dengan klien pada saat itu. Respon-respon yang baik berupa pertanyaan-pertanyaan verbal dan nonverbal yang dapat menyentuh, merangsang, dan mendorong sehingga klien terbuka untuk menyatakan secara bebas perasaan, pikiran, dan pengalamannya.
Sebagai suatu proses, implementasi teknik-teknik konseling akan melalui beberapa tahap kegiatan. Tahap-tahap tersebut adalah :
1. Persiapan konseling
Dalam hal ini, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh konselor untuk memulai proses konseling yaitu :
a. Kesiapan untuk konseling
Kesiapan untuk konseling tertuju kepada konselor atau kliennya. Setiap aktivitas yang berproses akan memerlukan persiapan yang matang. Tanpa persiapan konseling tidak akan dapat berjalan dengan efektif dan sangat mungkin tujuan konseling tidak tercapai.
Hal-hal yang berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang berhubungan dengan klien adalah :
1. Motivasi klien untuk memperoleh bantuan.
2. Pengetahuan klien tentang konseling.
3. Kecakapan tentang intelektual.
4. Tingkat tilikan terhadap masalah dengan dirinya sendiri.
5. Harapan-harapan terhadap peran konselor,
6. System pertahanan diri
Agar klien siap dalam mengikuti konseling, disarankan kepada konselor agar melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memulai pembicaraan dengan berbagai pihak tentang berbagai topic masalah dan pelayanan konseling yang diberikan.
2. Menciptakan iklim kelembagaan yang kondusif sehingga merangsang klien untuk memperoleh bantuan.
3. Menghubungi sumber-sumber referral ( rujukan ) misalnya dari organisai, sekolah dan madrasah, guru dan sebagainya.
4. Memberikan informasi kepada klien tentang dirinya dan prospeknya,
5. Melalui proses pendidikan itu sendiri.
6. Melakukan survai terhadap masalah-masalah klien, dan
7. Melakukan orientasi pra konseling.

b. Riwayat kasus.
Riwayat kasus adalah suatu kumpulan harta yang sistematis tentang kehidupan klien skarang dan masa yang lalu. menurut surya riwayat kasus dapat dibuat dalam berbagai bentuk:
1. Riwayat koneling psikoterapeutik,yang lebih memusatkan pada masalah-masalah psikoterapeutik dan diproleh melalui wawancara konseling.
2. Catatan komulatif ( commulative record), yaitu suatu catatan tentang berbagai aspek yang menggambarkan perkembangan seseorang.
3. Biografi dan autobiografi.
4. Tulisan-tulisan yang dibuat sendiri oleh klien yang berkasus, sebagai dokumen pribadi
5. Grafik waktu tentang kehidupan klien yang berkasus.

c. Evaluasi psikodiagnostik
Secara umum diagnosis dalam bidang psikologi berarti pernyataan tentang masalah klien, perkiraan sebab-sebab kesulitan, kemungkinan teknik-teknik konseling untuk memecahkan masalah, dan memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien dimasa yang akan datang.

Surya menyarankan dalam proses konseling hendaknya berhati-hati menggunakan diagnosis denganpengertian diatas: sebab dapat menimbulkan bahaya sebagai berikut:
1. Data yang terbatas atau kurang memadai, padahal kehidupan klien sangat kompleks.
2. Konselor kurang memperhatikan keadaan tingkah laku klien sekarang.
3. Terlalu cepat menggunakan test
4. Hilangnya pemahaman terhadap individualitas atau keunikan system diri klien
5. Pengaruh sikap menilai dari konselor.

2. Teknik-teknik Melakukan Konseling

Proses konseling memerlukan teknik-teknik tertentu sehinggga konseling bisa berjalan secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna.berikut ini diuraikan beberapa teknik dalam konseling.
a. Teknik rapport
Teknik rapport dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami dan mengenal tujuan bersama .tujuan utama teknik ini adalah untuk menjembatani hubungan antara konselor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan masalahnya.melalui teknik ini akan tercipta hubungan yang akrab antara konselor dan kliennya yang ditandai dengan saling memperdayai.implementasi teknik rapport dalam konseling adalah:
1. Pemberian salam yang menyenangkan,
2. Menetapkan topic pembicaraan yang sesuai.
3. Susunan ruang konseling yang menyenangkan
4. Sikap yang ditandai dengan:
a. Kehangatan emosi
b. Realisasi tujuan bersama
c. Menjamin kerahasiaan klien
d. Kesadaran terhadap hakikat klien secara alamiah.
b. Prilaku attending
Attending merupakan upaya konselor menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk prilaku seperti kontak mata,bahasa tubuh,dan bahasa lisan. Prilaku attending yang baik harus mengombinasikan ketiga aspek diatas sehingga akan memudahkan konselor untuk membuat klien terlibat pembicaraan dan terbuka. Prilaku attending yang baik akan dapat:
1. Untuk meningkatkan harga diri klien.
2. Menciptakan suasana yang aman dan akrab.
3. Mempermudah ekpresi perasaan klien dengan bebas.

c. Teknik structuring
Structuring adalah proses penetapan batasan konselor tentang hakikat, batas-batas dan tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada khususnya. Ada lima macam structuring dalam konseling yaitu:
1. Batas-batas waktu baik dalam satu individu maupun seluruh proses konseling.
2. Batas-batas tindakan baik konselor maupun klien
3. Batas-batas peranan konselor
4. Batas-batas proses atau prosedur, misalnya menyangkut waktu atau jadwal, berapa lama konseling akan dilakukan dan lain sebagainya
5. Structuring dalam nilai proses, misalnya menyangkut tahapan-tahapan yang harus ditempuh (dilalui), apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses konseling berlangsung.

d. Empati
Empati merupakan kemampuan konselor untuk mersakan apa yang dirasakan oleh klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak akan ada empati. Empati ada dua macam:
1. Empati primer (primary empathy), yaitu apabila konselor hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien dengan tujuan agar klien terlibat pembicaraan dan terbuka
2. Empati tingkat tinggi ( advanced accurate empathy),yaitu apabila kepahaman konselor terhadap perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien lebih mendalam dan menyentuh klien karena konselor ikut dengan perasaan tersebut.

e. Refleksi perasaan
Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan (tahap awal konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interprepasi dimulai. Refleksi perasaan bias berwujud positif, negative, dan anbivalen.

Refleksi perasaan akan mengalami kesulitan apabila:
1. Streotipe dari konselor.
2. Konselor tidak dapat mengatur waktu sesi konseling.
3. Konselor tidak dapat memilih perasaan mana untuk direfleksikan.
4. Konselor tidak dapat mengetahui isi perasaan yang direfleksikan.
5. Konselor tidak dapat menemukan didalam perasaan.
6. Konselor menambah arti perasaan dan,
7. Konselor menggunakan bahasa kurang tepat.
Selanjutnya, menurut surya, manfaat refleksi perasaan dalam proses konseling adalah:
1. Membantu klien untuk merasa dipahami secara mendalam,
2. Klien merasa bahwa perasaan menyebabkan tingkah laku
3. Memuasatkan evaluasi pada klien
4. Member kekuatan untuk memilih
5. Memperjelas cara berpikir klien dan,
6. Menguji kedalaman motive-motive klien

f. Teknik eksplorasi
Eksplorasi merupakan ketrampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Teknik ini dalam konseling sangat penting karena umumnya klien tidak ma uterus terang(tertutup, menyimpan rahasia bathin, menutup diri atau tidak mampu mengemukakannya secara terus terang. Eksplorasi memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan, dan terancam. Eksplorasi ada tiga macam:
1. Eksplorasi perasaan
2. Eksplorasi pikiran
3. Eksplorasi pengalaman.

g. Teknik paraphrasing ( menangkap pesan utama )
Untuk dapat melakukan paraphrasing yang baik, konselor harus:
1. Menggunakan kata-kata yang mudah dan sederhana
2. Dengan teliti mendengarkan pesan utama pembicaraan klien.
3. Menyatakan kembali dengan ringkas
4. Amati respon klien terhadap konselor. Dalam proses konseling paraphrasing misalnya ketika klien (ki) mengatakan: biasanya si A selalu senang dengan saya, tetapi entah kenapa dia memusuhi saya. Mendengar perkataan tersebut konselor atau ko mengatakan: apakah yang anda maksudkan adalah si A tidak konsisten.

h. Teknik bertanya
Teknik bertanya ada dua macam, yaitu bertanya terbuka (open question) dan bertanya tertutup (closed question). Pada pertanyaan terbuka, klien bebas memberikan jawabannya, sedangkan pada pertanyaan tertutup telah menggambarkan alternative jawabannya misalnya jawaban ya atau tidak, setuju atau tidak dan lain sebagainya.

i. Dorongan minimal (minimal encouragement)
Dalam proses konseling, konselor harus mengupayakan agar klien selalu terlibat dalam pembicaraan. Untuk itu konselor harus mampu memberikan dorongan minimal kepada klien, yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah dikatakan klien. Teknik ini memungkinkan klien untuk terusberbicara dan dapat mengarahkan agar pembicaraan mencapai tujuan.

j. Interpretasi
Interpretasi merupakan usaha konselor mengulas pikiran, perasaan dn prilaku atau pengalaman klien berdasarkan teori-teori tertentu. Tujuan utama teknik ini adalah untuk memberikan rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru.

k. Teknik mengarahkan (directing)
Upaya konselor mengarahkan klien dapat dilakukan dengan menyuruh klien memerankan Sesuatu (bermain peran) atau menghayalkan sesuatu.

l. Teknik menyimpulkan sementara (summarizing)
Membuat kesimpulan bersama perlu dilakukan agar klien memiliki pemahaman dan kesadaran bahwa keputusan tentang dirinya menjadi tanggung jawab klien, sedangkan konselor hanya membantu. Kapan suatu pembicaraan akan disimpulkan bias ditetapkan sendiri oleh konselor atau bias tergantung kepada felling konselor.
Tujuan utama menyimpulkan sementara ( summarizing ) adalah:
1. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik ( feedback ) dari hal-hal yang telah dibicarakan bersama konselor.
2. Untuk menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap.
3. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan diri
4. Mempertajam atau memperjelas focus atau arah wawancara konseling.

m. Teknik-teknik memimpin
Agar wawancara konseling tidak menyimpang ( pembicaraan terfokus pada masalah yang dibicarakan ) konselor harus mampu memimpin arah pembicaraan sehingga tujuan konseling bisa tercapai secara efektif dan efisien.

n. Teknik focus
Konselor yang efektif harus mampu membuat focus melalui perhatiannya yang terseleksi terhadap pembicaraan dengan klien ( wawancara konseling ).

o. Teknik konfrontasi
Teknik ini dalam konseling dikenal juga dengan “ memperhadapkan “. Teknik konfrontasi adalah suatu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi ( tidak konsisten ) antara perkataan dengan perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan. Misalnya klien menceritakan hal-hal yang sedih tetapi sambil tertawa dan tersenyum gembira.

p. Menjernihkan ( clarifying )
Dalam konseling, teknik dilakukan oleh konselor dengan mengklarifikasi ucapan-ucapan klien yang tidak jelas, salah samar, atau agak meragukan. Tujuan teknik ini adalah :
1. Mengundang klien untuk menyatakan pesannya secara jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dengan alasan-alasan yang logis
2. Agar klien menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya. Dalam konseling, misalnya klien mengatakan: “konflik yang terjadi dirumah membuat saya bingung dan stres “. Saya tidak mengerti siapa yang menjadi pemimpin dirumah itu. Selanjutnya konselor mengatakan “ biasakah anda menjelaskan persoalan pokoknya ? misalnya peran ayah, peran ibu, atau saudara-saudara anda.

q. Memudahkan ( facilitating ).
Facilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.

r. Diam sebagai suatu teknik
Diam dalam konseling bisa dijadikan suatu teknik. Dalam konseling, diam bukan berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui prilaku nonverbal. Diam amat penting pada saat attending. Saat diam yang ideal dalam proses konseling adalah antara 5-10 detik.

s. Mengambil inisiatif
Penagmbilan inisiatif perlu dilakukan oleh konselor ketika klien kurang bersemangat untuk berbicara, lebih sering diam, dan kurang partisipatif. Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi.

t. Memberi nasihat
Dalam konseling, pemberian nasihat sebaiknya dilakukan apabila klien memintanya. Meskipun demikian, konselor tetap harus mempertimbangkanya, apakah pantas atau tidak memberikan nasihat.


u. Pemberian informasi
Apabila konselor tidak mengetahui suatu informasi, sedangkan klien memintanya, maka konselor harus secara jujur mengatakan tidak mengetahuinya. Sebaliknya apabila konselor mengetahui, sebaiknya diupayakan agar klien tetap mengusahakannya sendiri.

v. Merencanakan
Menjelang akhir sesi konseling, konselor harus membantu klien untuk dapat membuat rencana suatu program untuk action (melakukan tindakan sesuatu) guna memecahkan masalah yang dihadapinya.

w. Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuet suatu kesimpulkan. Atau konselor membantu klien membuat suatu kesimpulan yang menyangkut hal:
1. Bagaimana keadaan perasaan klien saat ini terutama menyangkut kecemasannya akibat masalah yang dihadapinya.
2. Memantapkan rencana klien.
3. Pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikut. Misalnya, menjelang waktu akan berakhir, konselor mengatakan:” apakah sudah dapat kita buat kesimpulan akhir pembicaraan kita ?

x. Teknik mengakhiri (menutup sesi konseling)
Mengakhiri sesi konseling merupakan suatu teknik dalam proses konseling. Untuk mengakhiri sesi konseling, dapat dilakukan konselor dengan cara:
1. Mengatakan waktu sudah habis.
2. Merangkum isi pembicaraan.
3. Menunjukan kepada pertemuan yang akan datang
4. Mengajak klien berdiri dengan isyarat gerak tangan.
5. Menunjukan catatan-catatan singkat hasil pembicaraan konseling.
6. Memberikan tugas-tugas tertentu kepada klien yang relevan dengan pokok pembicaraan apabila diperlukan.






DAFTAR PUSTAKA
Drs. Tohirin, Mpd, bimbingan konseling di sekolah dan di madrasah, PT grafindo persada, Jakarta, 2002
Fatchiah E. kertamuda, konseling pernikahan untuk keluarga, salemba humanika, 2009
Dr. fenti hikmawati, M.si, bimbingan konseling, PT raja grafindo persada. Jakarta 2010
Andi mappiare AT, pengantar konseling dan psikoterapi, PT raja grafindo persada, Jakarta 2008


Disusun oleh kelompok
Uminidiatul hasanah
Nurhalimah
Sunarti

Jurusan bimbingan penyuluhan islam
Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi
Uin suska riau 2010

Penambahan:Isu Bimbingan Konseling

ISU BIMBINGAN KONSELING
Dari : Ummu Hani dan Yasmiati BPI
Karakteristik Klien
A.Memahami Klien
Seseorang konselor memahami setiap klien yang datang kepadanya. Karena ada klien yang datang dengan kemauan sendiri dan ada juga yang datang karena dikirim oleh orang tua atau gurunya. Harapan, kebutuhan, latar belakang klien akan menentukan terhadap keberhasilan proses konseling. Keberhasilan dan kegagalan proses konseling ditentukan oleh tiga hal yaitu: 1) Kepribadian klien 2) Harapan klien 3) Pengalaman/pendidikan
1) Kepribadian Klien
Aspek-aspek kepribadian klien adalah sikap, emosi, intelektual, motivasi dan sebagainya. Seseorang konselor yang efektif akan mengungkapkan perasaan-perasaan cemas klien semaksimal mungkin dengan cara menggali atau eksplorasi sehingga keluar leluasa. Jika perasaan – perasaan klien sudah dikeluarkan dengan leluasa baik secara verbal maupun perilaku non verbal dengan jujur maka kecemasan klien akan menurun. Maka apabila pikirannya menjadi jernih baru konselor dapat menemukan intelektual klien karena ketika dalam keadaan sedih atau emosional yang negatif, sudah tentu klien akan gelap pikirannya.
Sebagai konselor, klien juga dilatarbelakangi oleh sikap, nilai-nilai, pengalaman, perasaan, budaya, sosial, ekonomi dan sebagainya. Semua itu membentuk pribadinya. Ketika proses konseling latar belakang itu akan muncul. Contohnya sikap, ada klien yang tidak terbuka, ada yang terlalu emosional, ada yang acuh tak acuh, terlalu bergnatung pada klien dan sebagainya. Ragam keadaan klien bukan berarti konselor bertputus asa, akan tetapi seharusnya belajar lebih banyak bagaimana cara mengantisipasinya.
2) Harapan Klien
Pada umumnya harapan klien terhadap proses konseling adalah untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban atau jalan keluar dari persoalan yang dialami, dan mencari upaya bagaimana dirinya supaya lebih baik, lebih berkembang. Sering terjadi bahwa klien menaruh harapan terlalu tinggi terhadap proses konseling. Bisa juga seseorang klien akan merasa kecewa dan berputus asa untuk mengikuti proses konseling karena terlalu memberi harapan yang tinggi.
Seseorang konselor perlu mengkaji latar belakang harapan klien,adakah harapan tersebut muncul dalam diri klien atau dari faktor luaran (harapan luar). Tanpa keterbukaan dan keterlibatan klien, proses konseling tidak mungkin terjadi diskusi yang mendalam mengenai harapan-harapan dan cita-cita klien.

3) Pengalaman dan Pendidikan Klien

Pengalaman dan pendidikan klien akan mudah untuk dirinya menggali dirinya sehingga persoalannya semakin jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman yang dimaksudkan adalah pengalaman konseling, wawancara, berkomunikasi, berdiskusi dan sebagainya. Namun jika bertemu klien yang kecanduan bicara (senang untuk berbicara namun tidak ada keinginan untuk berubah), maka sebaiknya dielakkan.

Pengalaman dan pendidikan yang baik pada umumnya memudahkan proses konseling. Makin rendah taraf pendidikan dan kurangnya pengalaman berkomunikasi, makin sulit proses konseling dilakukan. Faktor keluarga dan sekolah yang baik akan membina anak yang begitu kondusif untuk kebebasan berpendapat dan berpikir kreatif.

B. Aneka Ragam Klien
Berbagai jenis atau ragam klien yang akan dihadapi konselor:
i) Klien Sukarela
Klien sukarela artinya klien yang hadir di ruang konseling atas kesadaran sendiri, berhubung ada maksud dan tujuannya. Mungkin ia ingin memperoleh informasi, menginginkan penjelasan tentang persoalan yang dihadapinya, tentang karir dan lanjutan studi, dan sebagainya.

ii) Klien terpaksa adalah klien yang kehadirannya di ruang konseling bukan atas kehendaknya sendiri. Dia datang atas dorongan orang tua, wali kelas, teman, dan sebagainya. Karakteristik klien terpaksa adalah bersifat tertutup, enggan berbicara, curiga terhadap konselor, kurang bersahabat dan menolak secara halus bantuan konselor.

iii) Klien Enggan

Salah satu bentuk klien enggan adalah yang banyak berbicara. Pada prinsipnya klien seperti ini enggan dibantu. Dia hanya senang untuk berbincang-bincang dengan konselor, tanpa ingin menyelesaikan masalahnya.
Upaya yang bisa dilakukan adalah menyadarkan kekeliruannya, memberi kesempatan adar dia dibimbing oleh orang lain.

iv) Klien Bermusuhan / Menentang
Klien terpaksa yang bermasalah cukup serius, bisa menjelma menjadi klien bermusuhan. Sifat-sifatnya adalah: tertutup, menentang, bermusuhan dan menolak secara terbuka.

Cara-cara efektif menghadapi klien seperti ini adalah
1. Ramah, bersahabat, dan empati
2. Toleransi terhadap perilaku klien yang nampak
3. Tingkatkan kesabaran
4. Memahami keinginan klien yaitu tidak sudi dibimbing.
5. Mengajak atau negosiasi

v) Klien Krisis
Yang dimaksudkan klien krisis adalah jika seseorang menghadapi musibah, seperti kematian, kebakaran rumah, diperkosa dan sebagainya yang dihadapkan kepada konselor untuk member bantuan agar si dia menjadi stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang baru.
Tujuan untuk membantu yang mengalami kesedihan mendalam adalah:
- Agar klien dapat menerima kesedihannya secara wajar
- Agar klien dapat mengekspresikan segala kesedihannya
- Membentuk lagi lingkungan yang baru


C. Negosiasi Dalam Konseling

Untuk menghadapi klien terpaksa, dan enggan perlu diadakan negosiasi sebelum konseling.
Syarat-syarat untuk dapat melaksanakan negosiasi dengan baik adalah:
1) Kecerdasan dan wawasan yang luas
2) Keterampilan berbicara dan komunikasi yang menghargai
3) Bersikap ramah, murah senyuman, sopan, cermat, dan empati
4) Mempunyai informasi mengenai klien
5) Tidak membosankan, tidak memaksa, dan tidak mengecewakan orang lain.
Negosasi dalam konseling adalah dalam upaya untuk membujuk agar calon klien kita merasa aman, senang dan mau diajak bicara tentang dirinya.

Pengertian kesehatan mental dan konsep sehat

Pengertian Kesehatan Mental
Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa:
“Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.
Sedangkan menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.




Dari beberapa defenisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya.
Golongan yang kurang sehat mentalnya
Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya . Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:
Perasaan
Orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.




Pikiran
Orang yang kurang sehat mentalnya akan mempengaruhi pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan sesutu yang telah direncanakan sebelumnya, seperti tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas, pelupa, apatis dan sebgainya.
Kelakuan
Pada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti keras kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa orang lain, dan segala yang bersifat negatif.
Dari penjelasan tersebut di atas, maka dalam hal ini tentunya pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan sejak anak masih kecil. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Pembentukan sikap, pembinaan moral dan pribadi pada umumnya terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Agar anak mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji, semuanya dapat diusahakan melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya dan akan ikut menentukan pembinaan pribadinya. Pembinaan mental/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih diutamakan daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan batin .
Istilah "KESEHATAN MENTAL" di ambil dari konsep mental hygiene. Kata mental di ambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan. (Notosoedirjo & Latipun,2001:21).
Zakiah Daradjat(1985:10-14) mendefinisikan kesehatan mental dengan beberapa pengertian :
1. Terhindarnya orang dari gejala - gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala - gejala penyakit jiwa(psychose).
2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagian diri dan orang lain; serta terhindar dari gangguan - gangguan dan penyakit jiwa.



4. Terwujudnya keharmonisan yang sungguh - sungguh antara fungsi - fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem - problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagian dan kemampuan dirinya.

Zakiah Daradjat
1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan jiwa
(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose). Definisi ini
banyak dianut di kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang memandang
manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
2. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat
ia hidup. Definisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum daripada
definisi yang pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial
secara menyeluruh. Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan
menimbulkan ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguhsungguh
antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk
menghadapi problema-problema yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Definisi ini menunjukkan
bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap, pandangan dan
keyakinan harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga
menciptakan keharmonisan hidup, yang menjauhkan orang dari sifat raguragu
dan bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.

4. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang
ada semaksimal mungkin, sehingga membawa kepada kebahagiaan diri
dan orang lain, serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
5. Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguhsungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian
diri antara manusia dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan
keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
Dalam buku lainnya yang berjudul Islam dan Kesehatan Mental,

Zakiah Daradjat mengemukakan, kesehatan mental adalah terhindar seseorang
dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup
menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa, adanya
keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya
berharga, berguna dan bahagia, serta dapat menggunakan potensi yang ada
padanya seoptimal mungkin.










Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. (Noto Soedirdjo, 1980) menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda .

Pada abad 17 kondisi suatu pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada perkembangannya pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental dan sebaliknya gangguan mental dapat pesatnya namun apabila ditinjau lebih mendalam teori-teori yang berkembang tentang kesehatan mental masih bersifat sekuler, pusat perhatian dan kajian dari kesehatan mental tersebut adalah kehidupan di dunia, pribadi yang sehat dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupan hanya berorientasi pada konsep sekarang ini dan disini, tanpa memikirkan adanya hubungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Hal ini jauh berbeda dengan konsep kesehatan berlandaskan agama yang memiliki konsep jangka panjang dan tidak hanya berorientasi pada masa kini sekarang serta disini, agama dapat memberi dampak yang cukup berarti dalam Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan intelektual.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan karena pada dasarnya hidup adalah proses penyesuaian diri terhadap seluruh aspek kehidupan, orang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan gagal dalam menjalani kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama, bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi, hal ini sesuai dengan konsep sosiologi modern yaitu manusia sebagai makhluk Zoon Politicon .

C.Gangguan Mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan, hal ini dapat disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental dan berpengaruhnya pada ketidak wajaran Adapun gangguan mental yang dijelaskan.




Konsep Sehat

Sehat dan sakit adalah keadaan biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia. Pengenalan manusia terhadap kedua konsep ini kemungkinan bersamaan dengan pengenalannya terhadap kondisi dirinya. Keadaan sehat dan sakit tersebut terus terjadi, dan manusia akan memerankan sebagai orang yang sehat atau sakit.
Konsep sehat dan sakit merupakan bahasa kita sehari-hari, terjadi sepanjang sejarah manusia, dan dikenal di semua kebudayaan. Meskipun demikian untuk menentukan batasan-batasan secara eksak tidaklah mudah. Kesamaan atau kesepakatan pemahaman tentang sehat dan sakit secara universal adalah sangat sulit dicapai.
Pengertian
Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak memiliki keluhankeluahan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk” adalah otrang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subyektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat.
Sebagai satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurnan baik fisik[2], mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial.

Pengertian sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi biologis, psiologis, dan sosial. Kalau demikian adanya, apakah ada seseorang yang berada dalam kondisi sempurna secara biopsikososial? Untuk mendpat orang yang berada dalam kondisi kesehatan yang sempurna itu sulit sekali, namun yang mendekati pada kondisi ideal tersebut ada.[3]
Dalam kaitan dengan konsepsi WHO tersebut, maka dalam perkembangan kepribadian seseorang itu mempunyai 4 dimensi holistik, yaitu agama, organobiologik, psiko-edukatif dan sosial budaya.Keempat dimensi holistik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.Agama/spiritual, yang merupakan fitrah manusia. Ini merupakan fitrah manusia yang menjadi kebutuhan dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral, etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat pada hukum, berarti ia bermoral dan beretika, seseorang yang bermoral dan beretika berarti ia beragama (no religion without moral, no moral without law).
b.Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk susunan syaraf pusat (otak), yang perkembangannya memerlukan makanan yang bergizi, bebas dari penyakit, yang kejadiannya sejak dari pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi, dan setrusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia lanjut .
c.Psiko-edukatif, adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua (ayah dan ibu) termasuk pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan identifikasi anak terhadap orang tuanya. Perkembangan kepribadian anak melalui dimensi psiko-edukatif ini berhenti hingga usia 18 tahun.

d.Sosial-budaya, selain dimensi psiko-edukatif di atas kepribadian seseorang juga dipengaruhi oleh kultur budaya dari lingkungan sosial yang bersangkutan dibesarkan.
















Daftar pustaka
• Hygien mental,kartini kartono,mandar maju
• Kesehatan mental, yustinus semiun, kanisius
• Bimbingan konseling islam , drs samsol munir amin , anzah Jakarta
• Kesehatan mental, dr, zakiah darajat,pt gunung agung Jakarta
• Ilmu jiwa,dr,jalaluddin dan dr ramayulis ,kalam mulia jakarta
disediakan oleh: hadi dan irjas

Khamis, 30 Disember 2010

tugas ujian kesmen

PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL
A. Pendekatan Berdasarkan Penyusunan Program.
Dalam penyusunan program kesehatan mental terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan risiko, multisektoral, dan system.
a. Pendekatan risiko
Program kesehatan mental dapat berupa suatu strategi yang disebut pendekatan risiko. Strategi ini fleksibel dengan menggunakan sarana-sarana yang tersedia untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat risiko serta prioritas dalam masyarakat. Pendekatan ini merupakan strategi intervensi aktif berdasarkan pada data yang sahih mengenai biaya, dan efektifitas dari tenaga yang ada di beraneka tempat.
Pengukuran individu atau masyarakat dalam risiko diperlukan agar dapat digunakan dalam membuat formulasi objektif dan untuk alokasi dana dan penyebarannya.
Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam penyusunan program, yaitu:
1. Menyeleksi indikator-indikator untuk mengidentifikasi individu dann masyarakat yang ada dalam risiko yang khusus antara lain usia lanjut, pengangguran, dan isolasi sosial.
2. Mengembangkan system pembuatan skor dengan pembobotan untuk indicator-indikator yang sangat penting.
3. Meneliti sumber-sumber yang dapat digunakan untuk usaha pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
4. Mengembangkan daya muat serta strategi pelayanan sesuai dengan tingkat risiko. Dalam hal ini, mengadakan tekanan khusus pada intervensi dini dan yang tepat bagi individu-individu yang ada dalam risiko tinggi dengan menggunakan sumber-sumber dengan sangat efektif.
5. Mengembangkan system pemantauan, dan system evaluasi.
b. Pendekatan multisektoral
Pendekatan multisektoral dilakukan dengan koordinasi padda semua tingkat pelayanan. Koordinasi ini merupakan keharusan yang sangat mendasar guna keberhasilan program kesehatan mental. Tujuan pendekatan ini untuk mencapai kerja sama dan koordinasi antara petugas kesehatann, guru, pemuka-pemuka agama, ,masyarakat, dan orang tua. Pemilihan cara-cara yang tepat, sederhana, efektif, dan tidak mahal dengan memberi tekanan pada pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
c. Pendekatan sistem
Pendekatan sistem dilakukan dengan cara mempelajari dan menkonseptualisasi masalah-masalah yang berkaitan satu sama lain maupun yang berdiri sendiri. Lima hal utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan system ini, yaitu mempelajari:
1. Tujuan dari sistem dan ukuran (indikator) pencapaian system keseluruhan
2. Ruang lingkup system dan kendalanya.
3. Sumber penunjang system
4. Komponen-komponen system atau sub system
5. Manejemen system yang diperlukan.
Sebuah rumah sakit mental miisalnya, mepunyai banyak tujuan dan ini dapat dirancangkan dalam tujuan system keseluhan sebagai berikut :
- Membebaskan penderita dari gejala-gejala mental dan mengembalikan penderita kemasyarakat
- Merehabilitasi penderita dengan meningkatkan kemampuan, penyesuian penderita dalam masyarakat dan produktif
- Menyelenggarakan suatu fasilitas yang menyediakan pekerjaan bagi individu,
- Melaksanakan pendidikan dan latihan yang propesional untuk kesehatam mental.
- Menjalankan penelitian dan evaluasi pengobatan penderita mental serta penilaian keberhasilan petugas dan program latihan.
Untuk mencapai tujuan system itu perlu dilakukan penelitian terhadap berbagai variable yang berhubungan, dalam hal ini perlu diteliti mengenai hubungan rumah sakit dengan keadaan system sosial ekonomi keseluruhannya, sikap masyarakat terhadap sakit mental serta kesedihannya menerima penderita yang dipulangkan kembali kemasyarakat, tersedianya pekerjaan bagi penderita atau mantan penderita, serta ekonomi yang dapat menunjang kehidupan mereka. Sumber-sumber penunjang yang perlu dipelajari antara lain keuangan, ketenagaan, dan program yang berkaitan dengan “input”, pengobatan, dan “output”.
Selain itu yang masih perludiperhatikan yaitu macam-macam komponen system yang perlu dipilih untuk diteliti. Komponen tersebut antara lain evaluasi pemasukan penderita, skrining, proses penegakan diagnostic; atau cirri-ciri demografis populasi yang masuk rumah sakit, jenis penyakit yang diderita, dan tingkat sangatnya penyakit..
Karena input dalam system bervariasi dan ini berpengaruh besar terhadap output, maka ada variasi pula pada proses pengobatan, atau pada program rehabilitasi. Output dari system adalah kembalinya penderita kedalam masyarakat, petugas yang terlatih, profesi yang terdidik, dan lain sebagainya. Yang terpenting dari ini adalah bahwa semua adalah bahwa semua pendekatan ini harus ada dalam strategi perencanaan.
B. Pendekatan Berdasarkan Teori
1. Pendekatan psikodinamik
Teori psikoanalisa sebagai suatu teori tentang pribadi (sonality ) dengan semua teori-teori lain dalam bidang psikologi, baik dari segi cara yang digunakannya dalam mengumpulkan data-datanya, ataupun dari segi proses data tersebut. Teori ini berdiri atas asumsi-asumsi yang diterima oleh orang-orang yang menganutnya.
Teori-teori psikodinamik juga memusatkan perhatian pada pentingnya pengalaman awal masa kanak-kanak. Dalam pandangan ini, benih-benih dari gangguan-gangguan psikologis sudah ditanamkan pada tahun-tahun awal pertumbuhan. Karena teori psikoanalisa ini berasal dari Freud, maka penjelasan akan dimulai dengan sumbangan-sumbangan Freud.
- Psikoanalisis Freud
Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 mei 1856 di Freiburg, dinegeri yang pada waktu itu dikenal Australia-Hongoria. Ia mulai sebagai peneliti, dan kemudian diangkat sebagai dosen penyakit saraf di Universitas Wina. Ia mulai mengadakan praktek privat dalam bidang neorologi pada tahun 1886. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Wina, tetapi kemudian melarikan diri ke London ketika Nazi mulai berkuasa. Ia tetap giat menulis sampai meninggal pada tahun 1939.
Ide-ide pokok Freud mengenai pembentukan dan struktur kepribadian langsung tumbuh dari pengalamannya dalam merawat pasien neorotik. Misalnya, ia mengetahui bahwa banyak sikap dan perasaan yang diungkapkan pasien-pasiennya tidak mungkin berasal dari alam sadar melainkan dari alam bawah sadar. Diantara ciri bawah sadar yang terpenting, ialah desakan untuk mencapai keinginannya, yang diikuti oleh bermacam-macam carakadang-kadang dilaksanakan melalui hilang ingatan, yang membantu orang dalam melepaskan tanggung jawab yang tidak diingininya. Sama dengan hilang ingatan adalah keadaan pingsan, dimana orang yang kehilangan kesadaran, tidak akan merasakan keadaan yang tidak dapat dipikulnya.
Pengalaman-pengalamannya kemudian dalam terapi memberinya keyakinan bahwa ketidaksadaran merupakan faktor penentu tingkah laku yang penting dan dinamik.
2. Pendekatan Behavioral
Yang dapat digolongkan sebagai tokoh-tokoh dan banyak memberikan informasi mengenai pendekatan Behavioral antara lain John D. Krumbolt, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfrord, Bandura, Wolpe dan sebagainya.
Konsep pokok
Konselor behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara bawaan dengan lingkungan. Prilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari para konselor sebagai criteria pengukuran keberhasilan konseling. Menurut pandangan ini manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang dikemukakan oleh Freud.
Dalam konsep behavioral, prilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
3. Pendekatan Kognitif
Pandangan kognitif menjelaskan tingkah laku abnormal berdasarkan pikiran-pikiran yang keliru dan proses-proses pikiran yang kalut (Beck dan Emery, 1985). Biasanya masalah-masalah yang berkenaan dengan pikiran dianggap sebagai sintom-sintom dari gangguan-gangguan psikologis, tetapi dalam padangan kognitif, pikiran-pikiran itu dilihat sebagai penyebab dari gangguan-gangguan itu.
Masalah-masalah dengan isi kognitif
Masalah-masalah dengan isi kognitif (pikiran-pikiran ) adalah masalah-masalah dengan apa yang dipikirkan. Bila kita memiliki informasi yang salah tentang suatu situasi, maka respon kita terhadap situasi itu juga mungkin salah atau abnormal. para ahli teori berpendapat bahwa banyak tipe gangguan mental disebabkan masalah-masalah yang menyangkut isi kognitif. Misalnya, seorang mengalami depresi karena ia berfikir “ aku adalah seorang yang tidak berharga”.
Masalah-masalah dengan proses-proses kognitif
Masalah-masalah dengan proses-proses kognitif adalah masalah-masalah dengan bagaimana orang berpikir. Perhatikan apabila proses kognitif kacau, maa isi kognitif bisa juga terpengaruh, tetapi akibat-akibatnya sangat berbeda dari apa yang terjadi bila hanya ada masalah dengan isi kognitif. Bila ada masalah-masalah dengan isi kognitif, maka kepercayaan-kepercayaan seseorang individu adalah salah tetapi pikiran-pikirannya mudah dipahami. Sebaliknya, apabila ada masalh-masalah dengan proses-proses kognitif, maka tidak hanya kepercayaan-kepercayaan individu salah tetapi juga pikiran-pikiran tidak dapat dipahami.
4. Pendekatan fisiologis
Pendorong utama untuk segi pandangan ini muncul penemuan-penemuan mengenai hubungan antara gangguan-gangguan fisik dan gangguan tingkah laku.
Segi pandangan fisiologis mengemukakan bahwa semua tingkah laku abnormal disebabkan oleh gangguan pada struktur atau fungsi tubuh. Gangguan tersebut dapat dapat disebabkan oleh cacat yang diperoleh melalui luka atau infeksi sebelum atau sesudah kelahiran, atau oleh suatu malfungsi yang kurang lebih bersifat sementara yang diseebabkan oleh suatu kondisi yang ada pada waktu tertentu, misalnya demam yang tinggi disebabkan eloh infeksi yang bersifat sementara. Segi pandangan yang kurang ekstrem, yang masih menekankan pentingnya fungsi fisiologis, mengemukakan bahwa tingkah abnormal merupakan produk gabungan dari tiga tipe gangguan proses: dalam tubuh ( misalnya kekurangan hormon), dalam fungsi psikologis (misalnya kecendrungan kearah perasaan malu), dan dalam lingkingan sosial (misalnya angka pengangguran yang tinggi pada masyarakat).
Ada sejumlah factor fisiologis yang mempengaruhi tingkah laku organism. Bagaimana kita bertingkah laku dan berfikir tergantung tidak hanya pada tingkatan masing-masing factor saja, tetapi juga pada hubungan antara factor-faktor itu. Faktor-faktor genetik, otak dan sistem saraf, dan kelenjar-kelenjar dokrin memainkan peran yang penting dalam proses-proses psikologis dan tingkah laku manusia.
5. Pendekatan Humanistik-Eksistensial
Pandangan humanistik-eksistensial adalah suatu pandangan yang agak baru untuk memahami tingkah laku abnormal dan dalam banyak hal yang dikembangkan sebagai reaksi melawan pandangan-pandangan lain. Pandangan humanistik-eksistensial kadang-kadang disebut sebagai “mazhab ketiga” untuk membedakan dari segi pandangan psikodinamik dan pandangan behavioral yang dominan ketika pandangan humanistik-eksistensial dikembangkan.
Para pendukung pandangan ini tidak menerima pandangan yang mengemukakan bahwa manusia adalah produk dari dorongaon-dorongan tak sadar, pengongsian (conditioning), dan fisiologi. Para humanis dan eksistensialis mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk sadar yang memiilih secara bebas tindakan-tindakannya, dank arena pilihannya bebas itu maka setiap setiap manusia berkembang sebagai seorang individu yang unik. Pendukung dari pandangan ini juga mengemukakan bahwa untuk memahami tingkah laku seseorang sangat penting melihat atau mengalami dari segi pandangannya sendiri karena tingkah lakunya disebabkan oleh pilihan sadarnya dan pilihannya itu dipengaruhi oleh persepsi pribadinya tentangg situasi. Karena penekanan diletakkan pada pentingnya persepsi untuk menentukan tingkah laku, maka pandangan humanistik-esistensial kadang-kadang disebut pendekatan fenomenologis. Penomenologis adalah pendekatan fisiologis yang bertolak dari gagasan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan bukan melalui pikiran dan intuisi.
Carl Rogers (1902-1987)
Carl Rogers adalah seorang pendeta sebelum dia menjadi psiikolog. Seperti para psikolog humanistik lain, ia berpendapat bahwa manusia cenderung membangun dirinya dengan kebebasan dan memiilih dan bertindak.
Rogers berpendapat bahwa orang-orang memilki cara-cara unik untuk melihat diri mereka sendiri dan dunia yang disebut Rogers frame of reference (kerangka acuan) yang unik. kita menetapkan diri kita dalam cara-cara yang berbeda dan menilai diri kita menurut sejumlah nilai yang berbeda-beda. Rogers mengemukakan bahwa kita semua mengembangkan suatu kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan diri kita terbungkus dalam cara bagaimana kita bertindak sesuai dengan cita-cita kita.
6. Pendekatan Sosio-Budaya
Para ahli sosio-budaya mengemukakan bahwa penyebab tiingkah laku abnormal tidak ditemukan dalam individu melainkan dalam masyarakat itu sendiri. Orang-orang akan mengembangkan masalah-masalah psikologis bila mereka berada dalam stress yang hebat yang disebabkan kemiskinan, kemeralatan sosial, diskriminasi, dan tidak memiliki peluang. Dengan kata lain, pandangan sosio budaya melihat tingkah laku abnormal (maladaftif) sebagai akibat dari ketidakmampuan individu untuk menangani stress secara efektif. Hal itu tidak dilihat sebagai penyakit atau masalah yang ada hanya dalam individu, tetapi sekurang-kurangnya sebagian merupakan kegagalan system dukungan sosial.
Menurut para ahli teori sosio-budaya yang radikal, seperti psikiater Thomas Szasz (1961), penyakit mental tidak lebih daripada mitos (suatu konsep yang digunakan untuk menodai dan menundukkan orang-orang yang tingkah lakunya menyimpang dari masyarakat). Szasz mengemukakan bahwa apa yang dinamakan penyakit mental sebenarnya adalah masalah-masalah dalam hidup bukan penyakit seperti influenza, tekanan darah tinggi, dan kanker. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa orang-orang yang melukai hati orang lain atau menjalankan tingkah laku yang menyimpang dari masyarakat dilihat sebagai ancaman oleh orang-orang yang sudah merasa diri mapan.
C. Pendekatan Berkaitan dengan Normal dan Abnormal
Pada umumnya ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam kategori sehat secara mental ataukah tidak.
1. Pendekatan statistik
Pendekatan ini baranggapan bahwa orang yang sehat secara mental atau normal adalah orang yang melakukan tingkah laku yang umumnya dilakukan oleh banyak orang lainnya. Atau dengan kata lain, suatu tingkah lakudisebut sehat bila tingkah laku tersebut memiliki frekuensi kemunculan yang tinggi dalam populasi. Sebaliknya, orang yang bertingkah laku tidak seperti tingkah laku kebanyakan orang dianggap sebagai orang yang tidak normal.
Sepintaspendekatan ini terlihat benar, namun bila dipikirkan secara mendalam, tampat beberapa kelemahannya. Ada tingkah laku yang dimiliki orang kebanyakan tapi dianggap normal atau sehat. Misalnya mampu berbicara dalam 5 bahasa. Jarang ada yang memiliki kemampuan tersebut, namun orang yang memilikinya dianggap normal,atauu misalnya orang yang dapat berjalan diatas bara api tanpa terbakar, tetap dianggap sebagai orang yang sehat atau normal.
Sebaliknya, ada tingkah laku yang sebenarnya tidak sehat tetapi dilakukan oleh banyak orang. Misalnya merokok, tingkah laku mereka tergolong kedalam tingkah laku yang tidak sehat atau tidak normal, namun dilakukan banyak orang.
2. Pendekatan Normatif
Pendekatan ini melihat orang sehat secara mmental berdasarkan apakah tingkah laku orang tersebut menyimpang dari norma sosial yang berlaku dimasyarakat atau tidak.tolok ukur yang dipakai dalam pendekatan ini adalah norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Orang yang mampu menyesuaikan diri dengan norma masyarakatnya dianggap sebagai orang yang memiliki kesehatan mental yang baik. Sementaraa orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan norma sekitarnya memiliki kesehatan mental yang buruk.
Pendapat inipun memiliki kelemahan. Ada tingkah laku yang sebetulnya menyimpang dari norma yang ada tetapi dianggap sebagai normal, misalnya tingkah laku homoseksual. Masyarakat barat sekarang ini menganggap prilaku homoseksual bukan lagi dikategorikan sebagai penyimpangan seks. Prilaku korupsi yang telah terjadi dinegara kita pada semua lapisan birokrasi, sekarang ini dianggap normal. Sebaliknya, orang yang tetap berusaha berprilaku jujur malah dianggap sebagai orang yang tidak normal dan bahkan “tidak sehat”.
3. Pendekatan Distress Subjektif
Pendekatan ini beranggapan orang dianggap normal atau sehat bila merasa sehat atau tidak ada persoalan dan tekanan yang mengganggunya.
Kelemahan pendekatan ini adalah karena menekankan padea subjektivitas individu mengakibatkan tidakl ada ukuran yang pasti sehingga semuanya menjadiserba relative, tergantung pada situiasi yan dihadapi. Contohnya, bila orang tiba-tiba berbicara terus meneruus diketahui artinya dimuka umum, maka ia dianggap sedang sakit atau terganggu dan tidak normal. Namun bila perilaku tersebut dimunculkan pada suatu ritual keagamaan, perilaku tersebut dianggap wajar dan normal.
4. Pendekatan Fungsi atau Peranan Sosial
Pendekatan ini melihat normal atau tidak sehatnya sesesorang bersdasarkan mampu tidaknya ourang tersebut menjalankan kegiatan hariannya. Orang dianggap sehat atau normal bila ia mampu menjalankan fungsi dan peranannya dalam masyarakat dan tiiidak mengalami gangguan dalam menjalankan tugas-tugas hariannya.
Kelemahan pendekatan ini adalah tidak semua orang bisa dikatakan normal meskipun ia mampu menjalankan fungsi dan perannya, misalnya penderita gangguan bipolar (manis depsresif). Pada saat itu orang bersangkutan mengalami episode mania, dia mungkin menjadi bersemangat dan mampu melakukan berbagai aktifitas dengan baik, padahal sebenarnya diasedang terganggu.
5. Pendekatan Interpersonal
Pendekatan ini melhat normal atau sehat tidaknya seseorang atau apakah orang tersebut mampu menyesuaikan diri dilihat berdasarkan kemampuan seseorang untuk menjalin hubungan yang interpersonal dengan orang lain dan tidak menarik diri dari orang lain.
Pendekatan inipun memiliki kelemahan, tidak selalu orang yang menyendiri itu tidak sehat atau tidak normal dan tidak map[u menyesuaikan diri. Terkadang kesendirian itu penting supaya orang mampu memahami diri dengan lebih baik atau juga sebagai kesempatan untuk memulihkan diri. Juga tidak selalu orang yang mampu menjalin relasi dengan orang lain merupakan orang yang sehat. Misalnya bagi individu yang mengalami gangguan siklotimia, yitu gangguan semacam manis depresi tetapi ayunan suasana perasaannya tidak ekstri. Penderitanya biasanya tidak bisa terpisah dari orang lain.
Berbagai pendekatan diatas menunjukkan kesulitan yang muncul untuk memberi arti apa maksud dengan sehat secara mental. Kesehatan mental tidak hanya sekedar dipahami sebagai kemampuan untuk tahan dalam kondisi tekanan (stres) yang tinggi. Nbanyak prajurut yang dilatih untuk tahan menghadapi lingkungan yang ekstrim, tapi seringkali mereka memiliki keluarga yang tidak bahagia karena perilaku kekerasan yang ditunjukkan kepada pasangan maupun kepada anak-anaknya.
Kesehatan mental juga tidak bisa dipahami hanya sebagai kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan baik saja. Banyak orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi mereka belum bisa dikatakan sehat secara mental.





REFERENSI
Moeljono Notosoedirdjo dan Latipun, Kesehatan Mental “konsep dan penerapan”, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 1999.
Prof. Dr. Hasan Siswanto. S.Psi.,M.Si,Kesehatan Mental ”konsep, cakupan dan perkembangannya”, Penerbit Andi, Yogyakarta,2007
Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, Pustaka Al Husna, Jakarta, 1992.
Yustinus Semiunn, OFM, Kesehatan Mental 1, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006.

Prof. Dr. Abdul Aziz el-Quussiy, Pokok-Pokok Kesehatan Mental, Bulan Bintang, Jakarta, 1986.

Prof. Dr. H. Mohammad Surya, Teori-Teori Konseling, C.V. Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2007.

Oleh : Juli Despriadi
Ida Rusma Herawati
Tugas : Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : kesehatan Mental
Dosen : M.Fahli Zatra Hadi., S.Sos.I

Prinsip-prinsip BK

PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

Yang dimaksud dengan prisip-prinsip adalah hal-hal yang menjadi pegangan dalam proses bimbingan dan konseling.
Bimbingan selalu merupakan bentuk pertolongan dari seseorang kepada oranglain, biasanya oleh seseorang yang dalam kondisi dapat menolong kepada seseorang yang memerlukan pertolongan, atau lebih tepat yang merasa memerlukan pertolongan dari pihak penolong, oleh karena itu maka situasi membimbing selalu merupakan situasi menolong dan hubungan antara pembimbing dengan yang dibimbing merupakan hubungan menolong.
Pertolongan dalam bimbingan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu :
1. setiap manusia perlu ditolong untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin.
2. dalam memberikan pertolongan, si anak didik diusahakan agar makin dapat berdiri sendiri, dan makin mampu memecahkan masalah hidupnya.
3. dlam uasaha memecahkan masalah atau mengatasi kesukaran harus ada partisipasi (merumuskan masalah, mencari jalan keluar, tanggung jawab ) dari kedua pihak.
4. selain prinsip-prisip pada nomor 1 sampai nomor 3, hubungan membimbing juga ditandai oleh adanya:
a. hubungan saling menghargai antara yang membimbing dengan yang dibimbing.
b. hubungan percaya mempercayai antara kedua orang yang bersangkutan dalam hubungan menolong itu yaitu pembimbing dan yang dibimbing.
c. hubungan menolong didasarkan atas pemahaman dan penerimaan antara dua pribadi itu.
Prinsip merupakan paduan hasil teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan dalam pelayanan bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis. Hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling, misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa :
a. bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mapu membantu anak memanfaatkan potensinya itu.
b. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seorang anak berbeda dari yang lain.
c. Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.
d. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.
e. Bimbingan adalah pelayanan unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.

Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir
tersebut belum merupakan prisip-prisip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prisip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalnya harus ditambahkan.
Berkenaan dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Eti
Kartikawati (1994) menjabarkan prinsip-prisip bimbingan dan konseling kedalam empat bagian, yaitu :
1. prinsip-prisip umum
2. prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu
3. prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing
4. prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan
dengan sasaran pelayanan, masalah kien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.

1. Prisip-Prisip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan.
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara
perorangan maupun kelompok. Individu itu sangat bervariasi misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status social ekonomi keluarga kedudukan, pangkat dan jabatannya, ketertarikannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, sikap dan tingkah laku dalam perkembangan dan kehidupan itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan kinselinng sebagai berikut :
a. bimbingan dan konseling melayani setiap individu. Tanpa memandang umur, jenis kelamn, suku bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan denga sikap dan tingkah laku individu yang unik, oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami, keunikan sertiap individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan dan pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.
e. Meskipun individu yang stau dengan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami da dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, maupun remaja.

2. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu.
Berbagai factor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu
tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulka masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konselingingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:
a. meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang dalam perkembangan dan kehidupan individu. Namun bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, di sekolah, serta dalam kaitannya denga kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Keadaan social, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan factor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.




3. Prisip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara
“incidental” maupu terprogram. Pelayanan “incidental” diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan ke[ada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang. Klien-klien incidental sepetrti biasanya dating dari luar lembaga tempat koselor bertugas. Pelayanan incidental itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan praktek pibadi.

Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian
pelayanan bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya, konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbil dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan unit-unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antar personal dan lembaga. Kemudahan-kemudan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dilembaga tersebut. Prinsip-prisip yang berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut:
a. Bimbingan dan koseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga(misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai orang dewasa, disekolah misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.


d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teraturuntuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dari pelaksanaannya.

4. Prinsip-Prisip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat “incidental” maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor propesional. Konselor yang bekerja disuatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah) sangat berkepentingan dengan penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu kewaktu. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik didalam maupun diluar tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal-hal tersebut adalah:
a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapainya.
b. Dengan proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaknya atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh konselor (dan kalau perlu dialih tangankan kepada ) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan tersebut.
d. BK adalah pekerjaan propesional; oleh Karena itu dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.
e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, oleh Karen aitu bekerja sama antara konselor dan guru dan orang tua amat diperlukan.
f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan, oleh karena itu keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu atau siswa.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian tehadap individu hendaknya dilakukan. Dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrumen yang benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai cirri kepribadian hendaknya dikumpulkan dan disimpan, dan digunakan sesuai dengan keperluan.
h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan induvidu dengan lingkungannya.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dengan konseling hendaknya diletakkan dipundak seseorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama denga staf dan personal, lembaga ditempat ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling
j. Penilaian terdidik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani) dan perubahan tingkah laku mereka yang pernah dilayani.



5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan Lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Disekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik. Mengingat sekolah merupakan lahan yang secara operasional sangat subur; sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi, para siswanya yang sedang dalam tahap perkembangan yang “menanjak” memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Para guru terlibat langsung dalam pengajaran yang apabila pengajaran itu dikehendaki mencapai taraf keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya penunjang bagi optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan oleh Bernard dan Follmer (1969) bahwa “guru amat memperhatikan bagaimana pengajaran berlangsung sedangkan konselor amat memperhatikan bagaimana murid belajar”. Seiring dengan itu, Crow dan Crow (1960) mengemukakan “ perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah memuat kaidah-kaidah bimbingan. Apabila kedua hal itu memang terjadi, materi dan prosedur pengajaran berkaidah bimbingan, dibarengi oleh kerja sama yang erat antara guru dan konselor dapat diyakini bahwa proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan murid itu akan sukses.
Guru pembimbing yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsip- prinsip dasar konseling ini akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Adapun prinsip-prisip yang berkenaan dengan konseling di sekolah adalah sebagai berikut:
a. Dasar bimbingan dan konseling disekolah tidak terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan disekolah pada khususnya. Dasar dari pendidikan tidak dapat terlepas dari dasarnegara tempat pendidikan itu dilaksanakan. Dasar pendidikan nasional di Indonesia dapat dilihat sebagaimana tercantum dalam undang-undang no. 2 tahun 1989 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: “ Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Dengan demikain, dapat dikemukakan bahwa dasar dari bimbingan dan konseling disekolah ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Tujuan bimbingan dan konseling disekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Tahun 1989Bab II Pasal 4 yang berbunyi:”Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi luhur, memilki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Dengan demikian, tujuan bimbingan dan konseling disekolah adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional dan membantu individu untuk mencapai kesejahteraan.
c. Fungsi bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu, segala langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan langkah-langkah yang diambil, serta harus sesuai denagn tujuan pendidikan. Dengan adanya bimbingan dan konseling itu, pendidikan akan berlangsung lebih lancar Karena mendapatkan dukungan dari bimbingan dan konseling.
d. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu, baik anak-anak maupun orang dewasa. Jadi, bimbingan dan konseling tidak terbatas pada umur tertentu.
e. Bimbingan dan konseling dapat dilakukan dengan bermacam-macam sifat yaitu secara:
1. Preventif, yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitam-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau individu.
3. Preservasif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi keadaan-keadaan yang tidak baik.
f. Bimbingan dan konseling merupakan proses continue. Bimbingan dan konseling harus diberikan secara kontunue dan diberikan oleh orang-orang yamng mempunyai kewenangan dalam hal tersebut. Dengan demikian, tidak semua orang boleh memberikan bimbingan dan konseling.
g. Sehubungan dengan itu, para guru perlu mempumyai pengetahuan mengenai bimbingan dan konseling karena mereka selalu berhadapan lansung dengan murid yang perlu mendapat bimbingan. Kalau keadaan memungkinkan, ada baiknya persoalan yang dihadapi murid diselesaikan oleh guru sendiri, tetapi kalu tidak mungkin maka dapat diserahkan kepada pembimbing.
h. Individu yang dihadapi tidak mempunyai kesamaan-kesamaan, tapi juga mempunyai perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing individu harus diperhatikan dalam memberikan bimbingan dan konseling.
i. Tiap-tiao aspek individu merupakan factor pentimg yang menentukan sikap ataupun tingkahlaku. Oleh karena itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling harus benar-benar memperhatikan setiap aspek dari individu yang dihadapi. Sehubungan dengan itu, bimbingan dan konseling haruslah didasarkan atas penelitian atau pengumpulan keterangan yang lengkap agar dapat bertindak secara tepat. Dengan demikian, diperlukan adanya daftar pribadi, hasil dari observasi, hasil angket, tes dan sebagainya.
j. Anak dan individu yang dihadapi adalah individu yang hidup dalam masyarakat. Oleh Karenaitu, tidak boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya, tetapi harus melihat individu beserta latar belakang social, budaya, dan sebagainya.
k. Anak dan individu yang dihadapi merupakan makhluk yang hidup, yang berkembang dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, harus diperhatikan segi dinamikanya, segi dinamika inilah yang memungkinkan pemberian bimbingan dan konseling.
l. Dalam memberikan bimbingan dan konseling, haruslah selalu diadakan evaluasi. Dengan evaluasu, akan dapat diketahui tepat tidaknya bimbingan dan konseling yang telah diberikan.
m. Sehubungan dengan butir 10, pembimbing harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat dalam arti luas, yaitu perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
n. Dalam memberikan bimbingan dan konseling, pembimbing harus selalu ingat untuk menuju kepada kesanggupan individu agar dapat membimbing diri sendiri.
o. Karena pembimbing berhubungan secara lansung dengan masalah-masalah pribadi seseorang maka pembimbing harus dapat memegang teguh kode etik bimbingan dan konseling.

Nama: Ida Rusma Herawati
Desni Saputra


















REFERENSI
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, CV. Rajawali, Jakarta, 1985
Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed dan Drs. Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004

Drs. Tohirin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT. Grapindo Persada, Jakarta, 2007

Ketut Sukardi, MBA, MM. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008

Prof. Dr. Bimo Walgito, Bimbingan Konseling ( Studi dan Karier)

Rabu, 29 Disember 2010

tugas ujian semester

NAMA KELOMPOK : DARMAWITA
DESNI SAPUTRA
MATA KULIAH : KESEHATAN MENTAL
DOSEN : M. FAHLI ZATRA HADI, S.Sos.I


Sejarah Kesehatan Mental dan Konsep Yang Salah

A. sejarah kesehatan mental
seperti juga psikologi yang mempelajari ilmu kejiwaan manusia, dan mempunyai usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan menatal jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetauhan yang sederhana.
Sebagai satu gerakan terorganisir dengan berselubungkan nama baru mental hygiene boleh dikatakan baru berkembang sejak kurang lebih 50 tahan yang lalu, namun pada hakekatnya ilmu ini dapat dipandang sebagai satu penamaan baru bagi ilmu pengetauhan yang menyelidiki masalah kehidupan manusia yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lampau dan berkembangnya bersamaan waktunya dengan sejarah psikiatri dan psikologi abnormal.beratus ratus tahun yang lalu, orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat, dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara dibawah tanah atau dihukum dan ikat erat-erat dengan rantai yang besi yang sangat kuat, disebabkan oleh anggapan-anggapan yang keliru terhadap mereka, lambat lain ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya kemudian baru muncul sikap yang lebih ilmiah terhadap penyakit mental yaitu sejajar dengan berkembangnya ilmu pengetauhan alam di eropa.
Sejarah mengenai perkembangan kesehatan mental, terutama di amerika dan eropa, di bawah ini ada berbagai pandangan mengenai kesehatan mental :
A. gangguan mental tidak dianggap sebagai penyakit
• tahun 1600 adan sebelumnya
Pandangan masyarakat saat itu menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karena mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada di sekitar. Mereka dianggap melakukan kesalahn kepada roh-roh atau menjadi medium dari roh-roh untuk menyatakan keinginanmya, oleh karena itu mereka sering kali tidak dianggap sakit, sehingg mereka tidak disingkirkan dan di buang serta masih mendapatkan tempat dalam masyarakat.
• Tahun 1692
Di amerika orang yang bergangguan mental saat itu sering di anggap terkena sihir, terkena guna-guna atau dirasuki setan, ini merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga masyarakat takut dan membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
B. Gangguan mental dianggap sebagai sakit
• Thun 1908
CLIFFORD BEERS ( 1876-1943 ) dia adalah salah satu tokoh yang memberikan jasa dalam gerakan hygine mental. Karena pengalaman pribadinya yang amat pedih, ia sangat bisa mengerti betapa besar kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan , sering didera dengan pukulan-pukulan dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam dan masih banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan yang dialaminya. Dia menderita manis defresif pada tahun 1900. Dia merupakan lulusan yale dan seorang bisnisman, yang kemudian mengalami gangguan setelah mengelami sakit dan saudara laki-lakinya meninggal. Setelah mencoba bunuh diri, dia dimasukkan ke rumah sakit mental swasta di Connecticut. Dia menjadi subjek penanganan yang tidak manusiawi dan pengalami penyiksaan fisik dan mental di bawah kekuasaan orang yang tidak terlatih dan tidak kompeten di rumah sakit. Beers kemudia menghabiskan beberapa tahun di berbagai institusi dan mengalami perlakuan yang paling buruk di rumah sakit negeri di Middletown, Connecticut. Penangannan tidak manusiawi yang di terimanya di institusi yang menderita mental di amerika serikat. Pada tahun 1908 dia menulis buku yang berjudul a mind thatfound itself, merupakan laporan pengalamannya sendiri sebagai pasien sakit mental dan secar jelas menggambarkan kekjaman lembaga perawatan. Buku tersebut memberikan akibat yang segera Sesudah dirawat 2 tahun lamanya, Beers beruntung bisa sembuh.

Maka oleh pengalaman-pengalaman dan kesengsaraan lahir batin dalam rumah sakit jiwa ini menyebabkan ia memberontak terhadap segala peraturan dan cara-cara pengobatan yang konvensional. Lalu dimulailah reformasi untuk mengadakan perbaikan dengan metode-merode baru yang lebih manusiawi uasahanya itu ditiru dan mendapat sambutan hangat disegenap penjuru dunia yaitu usaha melindung orang-orang gila dan penderita mental lainnya.

Perioderisasi Perkembangnan Ilmu Kesehatan Mental :
Zaman prasejarah
Manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, arthritis, penyakit pernapasan, usus dan lain-lain.
Zaman Peradaban Awal
1) Phytagoras ( orang yang pertama memberi penjelasan ilmiah terhadap penyakit mental )
2) Hypocrates ( ia berpendapat penyakit atau gangguan otak adalah penyebab penyakit mental )
3) Plato, menurutnya gangguan mental sebagai gangguan moral, gangguan fisik dan sebagian lagi dari dewa-dewa.
Dalam semua peradaban awal yang kita kenal di mesopotamia, mesir, yahudi, india, cina dan benua afrika, imam-imam dan tukang – tukang sihir merawat orang-orang yang sakit mental. Di antra semua peradaban tersebut sepanjang zaman kun, penyakit mentl mulai menjadi hal yang umum. Bersama dengan penderita-penderita lain, kekalutan-kekalutan mental menjadi kawan seperjalnan yang setia bagi manusia.

Pada waktu itu ilmu kedokteran lebih terorganisir
Di babilonia dan ninive ( mesopotamia )
Orang-orang babilonia adalah orang-orang yang pertama menyeklidiki riwayat hidup penderita penyakit dan mengodifikasikan pertanggung jawaban dokter terhadap pasien serta memajukan ilmu kedokteran masyarakat.


Di mesir
Disana dikembangkan terapiuntuk pasien berupa reakreasi dan pekerjaan, serta diterapkan semacam psikoterapi yang berupa dengan beberapa pendekatan yang sangat modern untuk mengoati penyakit mental.
Di yahudi
Perhatian orang-orang yahudi tidakhanya tertuju pada keterlibatan agama dalam gejala-gejala kekalutan mental, tetapi mereka juga sangat memperhatikan segi-segi kemanusiaan dari ilmu kedokteran dan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 490 M, ada sebuah rumah sakit di yerusalem yang didirikan semata-mata untuk para pasien sakit metal.
Di persia
Setan-setan dipersalahkan krena menyebabkan penyakit- penyakit mentl dan segala penyakit lainnya.
Di cina dan india serta timur jauh
Dalam pandangan orang-orang cina, gangguan mental dilihat sebagai penyakit dan dianggap sebagai gangguan proses alam atau ketidak seimbangan antara yin dan yang.
Karena gangguan-gangguan mental dianggap sebagai tidak adanya keseimbangan fisik, maka orang yang mengalami gangguan mental tidak dinggap sebagai hal yang memalukan.
Berdampingan dengan pendekatan ketidak seimbangan fisik terdapat juga suatu pandangan lain yang mengemukakan bahwa gangguan mental itu juga disebabkan oleh kekuatan-kekuatan supernatural, dirasuki oleh roh-roh atau pembalasan terhadaap dosa-dosa yang telah dilakukan.
Di afrika
Diafrika pada abad-abad masa lampau erpendapat bahwa ganguan-ganguan fisik dan mental disebabkan oleh musuh-musuh, roh-roh jahat atau dalam beberapa kasus oelh nenek moyang yang marah.srjarah




Abad pertengahan
Dancing mania
Dalam periode dari abad 10 dan 15, dancing mania, disebut juga ” kegilaan massa” terdapat dieeropa, dimana sejumlah besar orang menari secara liar dan tak terkendali dsampai kehabisan tenaga

Ilmu sihir kepercayaan akan demonologi
Penyakt mereka pada umumnya dianggap sebagai kerasukan setan dan perawatannya ialah mengusir keluar setannya dengan cara menghukum dan menyiksa.
Zaman Renaissesus
Pada zaman ini di beberapa Negara eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal amggapan bahawa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul dan lingkungan yang tidak berperikemanusiaan, namun di negara-negara tertentu di eropa suara-suara teriakan oleh tokoh-tokoh agama, ilmu kedokteran, dan filsaft.
Era pra ilmiah
1. kepercayaan animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitive, yaitu kepercayaan terhadap paham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta ( sesaji ) dengan mantra.

2. kepercayaan naturalisme
suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates ( 460-367 ) menolak pengaruh roh, dewa atau hantu yang melukai badan anda, dia mengatakan jika anda memotong batok kepala maka anda akan menemukan otak yang basah dan mencium bau amis tapi anda tidak akan melihat roh, dewa atau hantu yang akan melukai badan anda.
Seorang dokter perancis, philipe pinel ( 1745-1826 ) mengemukakan filsafat politik dan social yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala rumah sakit bicetre di aris. Di rumah sakit ini pasien di rantai diikat ketembok dan tempat tidur, pasien yang telah dirantai selama 20 tahun atau lebih dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan – jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya di antara mereka banyak yang berhasil , mereka tidak lagi menunjukkan kecendrungan untuk melikai atau meruasak dirinya.
Era modern
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri
Era Ilmiiah (Modern)
Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat berkembangnya Psikologi Abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1783. ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staff medis dirumah sakit Penisylvania. Dirumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai ”lunaties” (orang-orang gila atau sakit ingatan).
Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyakit kegilaan tersebut, dan kurang mengetahui bagaimana menyembuhkannya. Sebagai akibatnya, pasien-pasien tersdebut didukung dalam sel yang kurang sekali alat ventilasinya, dan mereka sekali-sekali diguyur dengan air.
Rush melakukan usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut. Cara yang ditempuhnya adalah dengan melalui penulisan artikel-artikel dalam koran, ceramah, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Akhirnya, setelah usaha itu dilakukan (selama 13 tahun), yaitu pada tahun 1796, dirumah mental. Ruangan ini dibedakan untuk pasien wanita dan pria. Secara berkesenimbungan, Rush mengadakan pengobatan kepada para pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan.
Perkembangan psikologi abnormal dan pskiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya Mental Hygiene yang berkembang menjadi suatu ”Body Of Knowledge” berikut gerakan-gerakan yang teorganisir.
Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli, dalam hal ini terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi orang-orang miskin dan lemah. Dorthea Lynde Dix lahir pada tahun 1802 dan meninggal duinia tanggal 17 July 1887. dia adalah seorang guru sekolah di Massachussets, yang menaruh perhatian terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental. Sebagian perintis (pioneer), selama 40tahun dia berjuang untuk memberikan pengorbanan terhadap orang-orang gila secara lebih manusiawi.
Usahanya mula-mula diarahkan pada para pasien mental dirumah sakit. Kemudian diperluas kepada para penderita gangguan mental yang dikurung dirumah-rumah penjara. Pekerjaan Dix ini merupakan faktor penting dalam membangun kesadaran masyarakat umum untuk memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental. Berkat usahanya yang tak kenal lelah, di Amerika serilkat didirikan 32 rumah sakit jiwa, dimana dia layak mendapat pujian sebagai salah seorang wanita besar di abad 19.
Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dsekade 1900-19090 beberpa organisasi kesehatan mental telah didirikan, sepert: American Social Hygiene Associatin (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene.

KONSEP YANG SALAH MENGENAI KESEHATAN MENTAL
Hingga saat sekarang banyak orang beranggapan bahwa penyakit mental merupakan suatu noda, atau merupakan akibat dari dosa-dosa yang di perbuat manusia. Karena itu masyarakat menangapi para penderita mental dengan rasa takut atau dengan rasa jijik. Oleh sikap yang keliru tersebut. Program umum mengenai kesehatan mental bagi rakyat pada umumnya belum mendapatkan tanggpan yang baik. Bahkan adakalanya mendapatkan tanggapan yang negatif berwujud prasangka, ketakutan, ketahayulan, dan anggapan-anggapan misterius mengenai penyakit mental sebagai akibat buatan roh-roh atau dukun-dukun jahat.

Para penderita sendiri banyak yang takut dan tidak suka menjalani pemeriksaan oleh dokter atau oleh seorang psikolog. Mereka menjadi marah, sangat tersinggung saat diperiksa atau bersitegang leher, bahwa dirinya tidak sakit, dan sehat jiwanya. Beberapa anggapan yang keliru mengenai masalah kesehatan mental ini antara lain ialah sebagai berikut :
1) Penyakit mental adalah herediter, merupakan warisan atau keturunan. Pendapat semacam ini adalah keliru, peyakit mental itu tidak diturunkan oleh orang tua kepada anaknya seperti halnya penurunan ciri-ciri jasmaniah yang karakterisk pada umumnya.
Bukti-bukti penyelidikan menyatakan, bahwa memang terdapat kemungkinan faktor-faktor genetis atau konstitusional berupa kepekaan kepada seseorang terhadap berbagai tekanan ( stresses ), dan bisa mereaksi dalam bentuk tingkah laku yang patologis. Jelasnya, kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit mental disebabkan oleh pola-pola hereditar itu tidak mustahil adanya. Namun, pada kebanyakan peristiwa, sebab musabab penyakit mental itu biasanya ialah tekanan-tekanan batin dan faktor-fakror sosia.
2) Penyakit mental mental tidak bisa di sembuhkan. Ide semacam ini tidak benar. Sebab, kurang lebih 80% dari para penderita di asylum yang telah mendapatkan peralatan prima atau perawatan khusus, terutama yang masih dalam stadia permulaan, dapat kembali ditengah keluarganya, dan dinyatakan sebagai “sembuh”.
Memang kesembuhan total, sehingga pulih kembali persis sebagai dahulu kala, biasanya tidak bisa. Akan tetapi mereka itu betul-betul bisa sembuh kembali, dan mampu hidup ditengah masyarakat biasa. Pasien yang mendapat perawatan biasa dalam rumah-rumah sakit jiwa 40% dari mereka dapat sembuh seluruhnya atau setengah sembuh, namun tidak membahayakan lingkungan atau diri sendiri.
3) Penyakit mental itu timbul dan menyerang penderita dengan tiba-tiba. Pendapat ini pun salah. Penyakit mental tidak pernah berlangsung secara mendadak pada seorang yang sehat. Dan tidak pernah satu krisis yang tunggal didalam kehidupan manusia menjadai satu-satunya sebab dari mental break down atau kepatahan mental.
Bibit-bibit dari gangguan mental itu pada galibnya sudah ada sbelum penampakan gejal-gejala atau penomenanya. Kejadian-kejadian dramatis, misalnya kematian seseorang kekasih, atau satu kebangkrutan finansial, pada umumnya merupakan faktor pemercepat timbulnya penyakit mental dan bukan merukan penyebab yang langsung.
4) Penyakit mental adalah satu noda hitam. Anggapan ini adalah konsepsi yang berlebih-lebihan. Sebab, penyakit mental itu merupakan akibat dari sebab sosial yang lumrah, merupakan produk dari tekanan dari kehidupan sehari-hari, dan umum terjadi. Orang yang sakit mentalnya itu bukannya orang yang “ berdosa “ atau “ bernoda “ .
Juga gangguan pada batin itu bukan satu stigma atau noda, ataupun satu peristiwa yang bisa menodai nama baik keluarga. Karena itu para penderitanya tidak sepatutnya mendapat olok-olokkan dan hinaan, karena mereka menderita sakit. Pendapat-pendapat yang mencemoohkan dan menyakitkan hati sudah kuno sebab orang menyangka bahwa penyebab penyakit tersebut adalah roh-roh jahat, demon-demon, syaitan-syaitan, atau dukun-dukun jahat.
5) Penyakit mental adalah satu peristiwa tunggal. Tidak, penyakit mental bukanlah satu penyakit yang tunggal. Gangguan mental itu banyak sebabnya, berpariasi, kompleks dan saling kait mengakit satu sama lain misalnya : ganguan psikoneurosa biasanya bertalian dengan anxiety neurosis, dipenuhi ketakutan-ketakutan yang irriil : dibarengi reaksi dissosiasi terhadap lingkungan, histeria konfersia, fobia-fobia, reaksi-reaksi kompulsif atau obsessif, defresi dan sebagainya.
Gangguan terhadap pola kepribadian pada galibnya bergandengan dengan atau paronia, ganguan pada tingkah laku individu bersambungan dengan emosi-emosi yang ekslusif, sikap yang pasif, agresif atau kompulsif, ganguan pribadi yang sosiopatis pada umumnya berkaitan dengan reaksi-reaksi anti sosial, tingkah kau dissosial, penyimpangan-penympangan sosial ( misalnya prostitusi ) dan penyimpangan- penyimpangan sex.
6) Sex merupakan sebab dari timbulnya penyakit mental. Inipun merupak pendapat salah. Tingkah laku sex yang abnormal adalah simptom, dan bukan dari sebab maladjusment pribadi yang kompleks dan serius. Dorongan-dorongan sexual itu memang merukan kecendrungan-kecendrungan yang kuat, dan senatiasa mengejar-mengejar manusia. Jika orang yang bersangkutan selalu terhambat atau senantiasa tidak terpuaskan dalam pemenuhan dorongan-dorongan sexsualnya, kejadian sedemikian menyebabkan frustasi. Dan frustasi ini dapat menjadi sumber bagi tekanan-tekanan batin dan komplik-komplik intern yang sangat hebat.
Ringkasnya, jiak ada aktifitas sexsual yang ikut serta menjadi penyebab, maka itu berupa rasa bersalah dan rasa-rasa ketakutan, atau rasa berdosa untuk melakukan relasi sex, yang menjadi penyebab timbulnya penyakit mental. Dan bukannya perbuatan sex itu sendiri yang menimbulkan gangguan menta.
Ada juga yang menganggap bahwa kesehatan mental dipandang sama dengn krtrnangan batin yang dimaknakan sebagai tidak ada konflik, tidak ada tekanana, hidup tanpa ambisi, pasrah,dan sejenisnya. Konsep-konsep itu untuk memhami pengertian kesehatan mental tidak lah tepat.
Pada psikoanalisa, bila motivasi-motivasi libido dan agressi ditahan atau dihalangi maka ia akan menimbulkan respons cara bela diri dalam bentuk, mencari-cari alas an, pembentukn reaksi, selain dari itu ada berbagai penyakit mental yang umum pata teori psikologi di barat yaitu kerisaun, kekecawan dan pertarungan.