Isnin, 14 Mac 2011

Konseptual Model Keperawatan Kesehatan mental

Seiring dengan perubahan jaman, peran perawat kesehatan jiwa mulai muncul pada tahun 1950-an. Weiss (1947) menggambarkan beda perawatan kesehatan jiwa dengan perawatan umum yaitu adanya terapi
Perawat menggunakan sikap yang baik dalam menyembuhkan pasien. Dalam mengimplementasikan terapi ini, perawat mendemonstrasikan penerimaan, pengertian tentang klien, meningkatkan interest dan partisipasi
Pada realitas, klien diperlakukan secara individual dan unik, jadi sikap perawat harus sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien. Perawatan kesehatan jiwa adalah proses berhubungan yang meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang akan menyokong integritas fungsi. Yang dimaksud klien meliputi individu, kelompok, keluarga, organisasi atau masyarakat. Menurut American Nurses Association (ANA) divisi perawatan kesehatan jiwa, mendefinisikan perawatan kesehatan jiwa sebagai area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia dan diri sendiri secara terapeutik untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa klien dan meningkatkan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada.
Berdasarkan konseptual model keperawatan dapat dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:
1. Psikoanalisa (Freud, Erickson)
Teori ini berfokus pada proses-proses intra psikis dan perkembangan psikoseksual. Merupakan model yang pertama dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisa meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa berhubungan dengan perkembangan pada masa anak. Setiap fase perkembangan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala merupakan symbol dari konflik.
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.
Menurut Erikson, perkembangan ego terjadi akibat interaksi social, tugas-tugas perkembangan bersifat berurutan dan bergantung pada keberhasilan penelesaian sebelumnya, individu yang gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada usia seharusnya, dapat kembali lagi nanti untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Didalam gerakannya, psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip, yakni :
1. Prinsip konstansi, artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk mempertahankan kuantitas konflik psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil. Dengan perkataan lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam keadaan konflik yang permanen (tetap)
2. Prinsip kesenangan, artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan ketidaksenangan dan sebanyak mungkin memperoleh kesenangan (pleasure principle).
3. Prinsip realitas, yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.
Dalam terapi Psikoanalisis ini terdapat lima tekhnik dasar, yaitu :
1. Asosiasi bebas
Yaitu klien diupayakan untuk mencernihkan atau mengikis alam pikirannya dari alam pengalaman dan pemikiran sehari-hari sekarang ini, sehingga klien mudah mengungkapkan pengalaman masa lalunya.
Tujuan tekhnik ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman masa lalu dan menghentikan emosi-emosi yang berhubungan dengan pengalaman traumatic masa lampau. Hal itu disebut juga katarsis.
2. Interpretasi
Adalah tekhnik yang digunakan oleh terapis untuk menganalisis assosiasi bebas, mimpi, resistensi, dan transferensi klien.
Terapis menetapkan, menjelaskan dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang termanifestasi dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan transferensi klien. Tujuannya adalah agar ego klien dapat mencerna materi baru dan mempercepat proses penyadaran.
3. Analisis mimpi
Yaitu suatu tekhnik untuk membuka hal-hal yang tak disadari dan member kesempatan klien untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan.
Proses terjadinnya mimpi adalah karena diwaktu tidur pertahanan ego menjadi lemah dan kompleks yang terdesakpun muncul kepermukaan. Oleh freud mimpi itu ditafsirkan sebagai jalan raya terhadap keinginan-keinginan dan kecemasan yang tak disadari yang diekspresikan.
4. Analisis resistensi
Analisis resistensi ditujukan untuk menyadarkan klien terhadap alas an-alasan terjadinya resistensinya. Konselor/terapis meminta perhatian klien untuk menafsirkan resistensinya.
5. Analisis transferensi
Terapis mengusahakan agar klien mengembangkan transferensinya agar terungkap neurosisnya terutama pada usia selama lima tahun pertama dalam hidupnya. Konselor menggunakan sifat-sifat netral, objektif, anonym, dan pasif agar terungkap transferensi tersebut.


Proses terapi pada model ini adalah lebih sering menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotis yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.
Model psikoanalisis ini mempunyai ciri unik dalam proses terapinya. Yaitu konselor bersikap anonym, artinya konselor berusaha tak dikenal klien, dan bertindak sedikit sekali memperlihatkan perasaan dan pengalamannya. Tujuannya adalah agar klien dengan mudah memantulkan perasaan kepada konselor. Pemantulan itu merupakan proyeksi klien yang menjadi bahan analisisbagi konselor/terapis.
Pada tahap awal konseling, konselor membuat suatu hubungan kerja dengan klien, selanjutnya kegiatan konselor adalah mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran terhadap pernyataan klien.
Hal yang penting dalam proses terapi adalah memberikan perhatian terhadap keadaan resistensi klien yaitu suatu keadaan dimana klien melindungi suatu perasaan, trauma atau kegagalan klien terhadap konselor. Keadaan resistensi klien ditandai oleh munculnya reaksi dalam bentuk pertahanan diri terhadap interpretasi yang tidak mengenakkan dari konselor.
Fungsi konselor/terapis adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketaksadaran klien yang dilindunginya dengan cara transfferensi itu.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya). Proses terapi psikoanalisa memakan waktu yang lama dan mahal.
Karakter psikoanalisis adalah terapis atau analisa membiarkan dirinya anonym serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analisis. Proyeksi-proyeksi klien, yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis.
Analisis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan, dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasanscara realistis serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsive dan irasional.analisis terlebih dahulu harus membangun hubungan kerja dengan klien, kemudian perlu banyak mendengar dan menafsirkan. Analisis memberikan perhatian khusus pada penolakkan-penolakkan klien. Sementara yang dilakukan oleh klien sebagian besar adalah berbicara, yang dilakukan oleh analisis adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran-penafsiran yang layak untuk mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tak disadari.
Analisis mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien, mengartikan mimpi-mimpi dan asosiasi bebas yang dilaporkan oleh klien mengamati klien secara cermat selama pertemuan terapi berlangsung, dan peka terhadap isyarat-isyarat yang menyangkut perasaan-perasaan klien kepada analisis. Pengorganisasian proses-proses terapeutik dalam konteks pemahaman terhadap struktur kepribadian dan psikodinamik-psikodinamik itu memungkinkan analisis bias merumuskan sifat sesungguhnya dari masalah-masalah klien. Salah satu fungsi utama analisis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah. Dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih rasional atas kehidupannya sendiri.

2. Interpersonal ( Sullivan, peplau)
Model ini dikembangkan oleh Harry Stack Sullivan. Titik pandang Sullivan diidentifikasi dengan teori-teori social-psikologis. Ia menekankan peran hubungan-hubungan personal dan studi tentang manusia dalam hubungan dengan orang-orang lain yang berpengaruh. Jadi, unit studinya adalah situasi interpersonal bukan hanya individu itu semata-mata. Keopribadian mengejawantahkan dirinya dalam tingkah laku individu dalam hubungannya dengan orang lain. System diri menurutnya terbentuk sebagai akibat ancaman-ancaman terhadap rasa aman. Yang membawahi segenap dorongan adalah motif kekuasaan yang bekerja sepanjang hidup untuk mengatasi perasaan tak berdaya yang mendasar. System diri seesorang berkembang sebagai reaksi melawan kecemasan yang disebabkan oleh hubungan-hubungan interpersonal.
Sullivan menekankan peran proses-proses kognitif dalam perkembangan kepribadian. Tiga corak pengalaman terlibat dalam pembentukkan ego sebagai berikut:
1. Corak Protaktis: menandai tahun pertama kehidupan : tidak ada pemisahan antara waktu dan tempat, merupakan prasyarat bagi dua corak pengalaman yang lainnya.
2. Corak Prataksis: ditandai oleh keseluruhan pengalaman yang tak terdiferensiasi yang dipecah kedalam bagian-bagian tanpa kaitan yang logis, muncul pada masa kanak-kanak awal, anak menerima apapun yang terjadi tanpa evaluasi, dan bereaksi terhadap orang lain dalam basis yang tidak realistis.
3. Corak Sintaksis: ditandai oleh kurangnya distorsi, terdiri dari aktivitas symbol yang disahihkan secara mufakat, yang menjadi dasar bagi anak untuk mengevaluasi pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaannya sendiri terhadap pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan orang lain, dan lambat laun anak mengenal pola-pola hubungan dalam masyarakat, sikap-sikap diri dibentuk oleh reaksi-reaksi orang-orang lain yang berpengaruh.
Sullivan menekankan bahwa kepribadian tidak ditetapkan pada usia dini, dan kepribadian itu bias berubah dikemudian hari sejalan dengan berkembangnya hubungan – hubungan interpersonal baru. Manusia adalah makhluk yang mampu menyesuaikan diri. Ia juga menekankan bahwa kepribadian dibentuk melalui tahap-tahap perkembangan tertentu yang mencakup masa bayi, masa kanak-kanak, masa kanak-kanak akhir, praremaja, remaja awal, remaja akhir dan kematangan. Determinan-determinan social dari perkembangan kepribadian amatlah penting.
Sebagai tambahan Hildegard Peplau mengembangkan teori interpersonal perawatan. Pandangan interpersonal terhadap penyimpangan perilaku, teori interpersonal meyakini bahwa perilaku berkembang dari hubungan interpersonal. Sullivan menekankan besarnya pengaruh perkembangan masa anak-anak terhadap kesehatan jiwa individu. Kecemasan pertama yang sungguh-sungguh dialami sewaktu bayi pada saat merasakan kecemasan ibu. Selanjutnya kecemasan dihubungkan dengan penolakan/tidak direstui oleh orang-orang yang dekat/penting bagi individu. Jika anak hanya menerima stimulus penolakan atau kecemasan atau kritik, maka anak akan mengembangkan sistem diri yang negatif. Menurut Sullivan: individu memandang orang lain sesuai dengan yang ada pada dirinya. Ada 2 dorongan yang dimiliki pada individu:
a. Dorongan untuk kepuasan Berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti: lapar, tidur, kesepian, nafsu.
b. Dorongan untuk keamanan Berhubungan dengan kebutuhan budaya seperti penyesuaian norma sosial, nilai suatu kelompok tertentu Proses terapi Mengoreksi pengalaman interpersonal dengan mengalami hubungan yang sehat dengan terapis, klien akan belajar berhubungan interpersonal yang memuaskan dengan re-edukasi dan mengembangkan hubungan saling percaya.
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberikan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.

3. Social ( Caplan, Szasz,)
Model ini berfokus pada lingkungan sosial yang mempengaruhi individu dan pengalaman hidupnya. Pandangan sosial terhadap penyimpangan perilaku, kondisi sosial bertanggung jawab terhadap penyimpangan perilaku, perilaku yang dianggap normal pada suatu daerah tertentu mungkin sebagai penyimpangan pada daerah yang lain. Individu yang sudah dilabel/dicap jika tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma lingkungan, maka perilaku tersebut memerlukan perawatan/dirawat. Menurut Szazz, individu bertanggung jawab terhadap perilakunya. Individu tersebut harus mampumengontrol untuk menyesuaikan perilakunya dengan yang diharapkan masyarakatnya. mengontrol untuk menyesuaikan perilakunya dengan yang diharapkan masyarakatnya. Kaplan, meyakini bahwa situasi sosial dapat mencetuskan gangguan jiwa. Oleh karena itu, konsep pencegahan primer, sekunder dan tertier sangat penting. Situasi yang dapat menjadi pencetus:
a. Kemiskinan, situasi keuangan tidak stabil, pendidikan tidak adekuat.
b. Kurang mampu mengatasi stress.
c. Kurang support system
Situasi tersebut di atas dapat diantisipasi dan dapat dicegah. Proses terapi:
a. Prevensi primer
b. Kesehatan jiwa masyarakat
c. Crisis intervensi
Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial).
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4. Existensial ( Ellis, Rogers)
Teori ini berfokus pada pengalaman individu pada saat ini dan disini. Pandangan model eksistensi terhadap penyimpangan perilaku, penyimpangan perilaku terjadi jika individu putus hubungan dengan dirinya dan lingkungan. Keasingan akan dirinya dan lingkungan dapat terjadi karena hambatan ataularangan pada diri individu. Individu merasa putus asa, sedih, sepi, kurang kesadaran akan dirinya dan penerimaan diri yang mencegah partisipasi dan penghargaan pada hubungan dengan orang lain. Klien sudah kehilangan atau tidak mungkin menemukan nilai-nilai yang memberi arti pada eksistensinya. Proses terapi:
a. Rasional Emotif Therapy Konfrontasi digunakan untuk bertanggung jawab terhadap perilakunya. Klien didorong untuk menerima dirinya, bagaimana adanya bukan karena apa yang akan dilakukan. Konsep dasar RET yang dikembangkan oleh Albert Ellis adalah sebagai berikut:
1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional. Reaksi emosional yang sehat maupun yang tidak, bersumber dari pemikiran itu.
2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional. Dengan pemikiran rasional dan inteleknya manusia dapat terbebas dari gangguan emosional.
3. Pemikiran irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman masa kecil dan pengaruh budaya.
4. Pemikiran dan emosi tidak dapat dipisahkan.
5. Berpikir logis dan tidak logis dilakukan dengan symbol-simbol bahasa.
6. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization. Yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada dirinya.
7. Pemikiran tak logis-irrasional dapat dikembalikan pada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya. Ide-ide irasional bahkan dapat menimbulkan neurosis dan psikosis. Sebuah contoh ide irasional adalah “seorang yang hidup dalam masyarakat harus mempersiapkan diri secara kompeten dan adekuat, agar ia dapat mencapai kehidupan yang layak dan berguna bagi masyarakat”. Pemikiran lain adalah “sifat jahat, kejam, dan lain-lain harus dipersalahkan dan dihukum”
RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir keyakinan serta pandangan klien yang irasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri seperti: benci, takut, rasa bersalah, was-was, marah sebagai akibat berpikir yang irasional, dan melatih serta mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai dan kemampuan diri.
Proses terapi, terapis berusaha menunjukkan klien kesulitan yang dihadapi sangat berhubungan dengan keyakinan irrasional dan menunjukkan bagaimana klien harus bersikap rasional dan mampu memisahkan keyakinan irasional dengan rasional, setelah klien menyadari gangguan emosi yang bersumber dari pemikiran irasional, maka terapis menunjukkan pemikiran klien yang irasional, serta klien berusaha mengubah kepada keyakinan menjadi rasional, terapis berusaha agar klien menghindarkan diri dari ide-ide irrasionalnya, dan konselor berusaha menghubungkan antara ide tersebut dengan proses penyalahan dan perusakkan diri, proses terakhir terapis adalah terapis berusaha menantang klien untuk mengembangkan filosofis kehidupannya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irrasional dan fiktif.
b. Terapi Logo Merupakan terapi orientasi masa depan (future orientated therapy). Individu meneliti arti dari kehidupan, karena tanpa arti berarti tidak eksis. Tujuan: agar individu sadar akan tanggung jawabnya. Atau klien akan dapat menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut. Terapi logo masih menginduk kepada aliran psikoanalisis, akan tetapi menganut paham eksistensialisme. Mengenai teknik terapinya digunakan semua teknik yang kiranya sesuai dengan kasus yang dihadapi. Tampaknya kemampuan menggali hal-hal yang bermakna dari klien, amat penting.

Menurut teori model eksistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jati dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior).
Psikoterapi memperkuat proses pembelajaran seseorang untuk sepenuhnya menjadi dirinya sendiri. Rogers yakin bahwa penyakit jiwa terjadi akibat kegagalan mengembangkan diri sendiri sepenuhnya sebagai manusia. Ahli terapi harus tulus dan tanpa ada yang ditutup-tutupi ketika berhubungan dengan klien. Ahli terapis harus bersikap aktif dan mengekspresikan perasaan serta emosinya sendiri secara langsung dan jujur. Perilaku klien berubah kea rah fungsi diri yang positif bila ahli terapinya mau menerima, menghargai dan secara tulus berempati terhadap klien.
Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk mempelajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.

5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respon maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.
Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya, fokusnya pada saat ini dan bukan pada masa lalu.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.

6. Medica ( Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.
Konsep Berfokus pada diagnosa penyakit, sehingga pengobatan didasarkan pada diagnose itu. Medical model terus mengeksplorasi penyebab gangguan jiwa secara ilmiah. Pandangan medical terhadap penyimpangan perilaku: Banyak pendapat medical model bahwa penyimpangan perilaku merupakan manifestasi gangguan sistem syaraf pusat (SSP). Dicurigai bahwa depresi dan schizophrenia dipengaruhi oleh transmisi impuls neural, serta gangguan synaptic; yaitu masalah biokimia, faktor lingkungan dan sosial diperhitungkan sebagai faktor pencetus proses terapi.
Hubungan klien dokter merupakan hubungan percaya dan mengikuti rencana pengobatan.
a. Pengobatan meliputi jangka pendek dan jangka panjang
b. Terapi supportif
c. Insight oriented terapi yaitu belajar meroda mengatasi stressor.

Proses medis terapi didefinisikan dengan baik dan akrab dengan sebagian besar pasien. Pemeriksaan dokter pasien termasuk sejarah penyakit ini, sejarah masa lalu, sejarah social, sejarah medis, tinjauan system tubuh, pemeriksaan fisik dan status mental.
Peran pasien melibatkan mengakui sedang sakit, yang bisa menjadi masalah dalam psikiatri. Pasien kadang tidak sadar perilaku terganggu dan mungkin menolak pengobatan.



Nama : Verawati Jevia
Redzwan bin Abdul Aziz
Wilda Ningsi
Mata Study : Kesehatan Mental II
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos.I



DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.
Ann Isaacs. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Ed.3. Jakarta: EGC.

Prof. DR. Sofyan S. Willis. 2007. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.

Gerald Corey. 2009. Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Stuart Wiscarz, Sandra I. Sundeen.. 1995. Prinsip dan Praktik Ilmu Keperawatan Psikiatri. Ed.5. Missouri: Mosby.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan