Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri cara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut.
Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses menjaga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dimana manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan seimbang dapat tercapai.
Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.
Seorang ahli medis bernama ZJ Lipowski dalam penelitiannya memberikan definisi mekanisme coping: all cognitive and motor activities which a sick person employs to preserve his bodily and psychic integrity, to recover reversibly, impaired function and compensate to limit for any irreversible impairment. (Secara bebas bisa diterjemahkan: semua aktivitas kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yang sakit untuk mempertahankan integritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak, dan membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan).
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Mekanisme coping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stressor dan saat mulai disadari dampak stressor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stressor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stressor tersebut.
Efektivitas coping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stressor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme coping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru: perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.
Lipowski membagi coping menjadi: coping style dan coping strategy. Coping style adalah mekanisme adaptasi individu yang meliputi aspek psikologis, kognitif, dan persepsi. Coping strategy merupakan coping yang dilakukan secara sadar dan terarah dalam mengatasi rasa sakit atau menghadapi stressor. Apabila coping dilakukan secara efektif, stressor tidak lagi menimbulkan tekanan secara psikis, penyakit, atau rasa sakit, melainkan berubah menjadi stimulan yang memacu prestasi serta kondisi fisik dan mental yang baik.
Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres; dan emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau Aids.
Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu active & avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action & Palliative). Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap ancaman.
Koping adalah proses yang dilalui seorang individu dalam menyelesaikan situasi stresfull. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi.
Seseorang yang mengalami stress atau ketegangan psikolologi dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari, memerlukan kemampuan pribadi maupun dukungan dari lingkungan, agar dapat mengurangi stress, cara yang digunakan oleh individu untuk mengurangi stress itulah yang disebut dengan koping.
Akibat stress yang berkepanjangan adalah terjadinya kelelahan baik fisik maupun mental, yang pada akhirnya melahirkan berbagai macam keluhan atau gangguan. Individu menjadi sakit. Namun sering kali penyebab sakitnya tidak diketahui secara jelas karena individu yang bersangkutan tidak menyadari lagi tekanan atau stress yang dialaminya. Tanpa disadari, individu menggunakan jenis penyesuaian diri yang kurang tepat dalam menghadapi stresnya.
Sebaliknya, bila individu mampu menggunakan cara-cara penyesuaian diri yang sehat atau baik atau sesuai dengan stress yang dihadapi, meskipun stress atau tekanan tersebut tetap ada, individu yang bersangkutan tetaplah dapat hidup secara sehat. Bahkan tekanan-tekanan tersebut akhirnya memunculkan potensi-potensi manusiawinya dengan optimal. Penyesuaian diri dalam menghaadapi stress, dalam konsep kesehatan mental dikenal dengan istilah koping.
1. Pengertian dan jenis-jenis koping.
Koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan mental. Koping berasal dari kata coping yang bermakna harfiah pengatasan atau penanggulangan (to cope with = mengatasi, menggulangi). Namun karena istilah coping merupakan istilah yang sudah jamak dalam psikologi serta memiliki makna yang kaya, maka pengggunaan istilah tersebut dipertahankan dan lansung diserap kedalam bahasa Indonesia untuk membantu memahami bahwa koping tidak sesederhaa makna harfiahnya saja.
Koping sering disamakan dengan adjustment (penyesuaian diri). Koping juga sering dimaknai sebagai cara untuk memecahkan masalah ( problem solving). Pengertian koping memang dekat dengan kedua istilah diatas, namun sebenarnya agak berbeda pemahaman adjustment biasanya merujuk pada penyesuaian diri dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pemecahan masalah lebih mengarah pada proses kognitif dan persoalan yang juga kognitif. Koping itu sendiri dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, luka, kehilangan, dan ancaman.
Jadi koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi. Dengan kata lain, koping adalah bagaimana reaksi orang ketika menghadapi stres atau tekanan.
Secara ilmiah, baik disadari maupun tidak, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi stress. Strategi koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau meyelesaikan masalah yang sedang dirasakan atau dihadapi. Koping diartikan sebagai usaha perubahan kognitif prilakukan secara konstan untuk meyelesaikan stress yang dihadapi.
Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan kebiasan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak efektif berakhir dengan maladafur yaitu, prilaku yang menyimpang dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan. Setiap individu dalam melakukan koping tidak sendiri dan tidak hanya menggunakan satu strategi, tetapi dapat melakukannya bervariasi, hal ini tergantung dari kemampuan dan kondisi individu. Dibawah ini akan dijelaskan 2 macam koping yaitu koping physiologi dan koping psiko social.
2. Macam-macam koping
a. Koping psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada dua factor yaitu:
1. Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
2. Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
b. Koping psiko-sosial
Yang biasa dilakukan individu dalam koping psiko-sosial adalah, menyerang, menarik diri dan kompromi.
1. Prilaku menyerang
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahan integritas pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang.
Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
2. Prilaku menarik diri
Menarik diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
3. Kompromi
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (Lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda. (Harber dan Runyon, 1984).
Lazarus membagi koping menjadi dua jenis yaitu:
1. Tindakan langsung (direct Action)
Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan ole individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan hubunngan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.
Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung :
a. Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (bereaksi) untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut. Misalnya, dalam rangka menghadapi ujian, Tono lalu mempersiapkan diri dengan mulai belajar sedikit demi sedikit tiap-tiap mata kuliah yang diambilnya, sebulan sebelum ujian dimulai. Ini dia lakukan supaya prestasinya baik disbanding dengan semester sebelumnya, karena dia hanya mempersiapkan diri menjelang ujian saja. Contoh dari koping jenis ini lainnya adalah imunisasi. Imunisasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka menjadi lebih kebal terhadap kemungkinan mengalami penyakit tertentu.
b. Agresi
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. Misalnya, tindakan penggusuran yang dilakuakan oleh pemerintah Jakarta terhadap penduduk yang berada dipemukiman kumuh. Tindakan tersebut bias dilakukan karena pemerintah memilki kekuasaan yang lebih besar disbanding dengan penduduk setempat yang digusur.
Agresi juga sering dikatakan sebagai kemarahan yang meluap-luap, dan orang yang melalakukan serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar. Karena orang selalu gagal dalam usahanya, reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan dan luapan emosi kemarahan dan luapan emosi kemarahan yang meledak-meledak. Kadang-kadang disertai prilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh orang.
Agresi ialah seseperti reaksi terhadap frustasi, berupa seranngan, tingkah laku bermusuhan terhadap orang atau benda.
Kemarahan-kemarahan semacam ini pasti menggangu frustasi intelegensi, sehingga harga diri orang yang bersangkutan jadi merosot disebabkan oleh tingkah lakunya yang agresif berlebih-lebihan tadi. Seperti tingkah laku yang suka mentolerir orang lain, berlaku sewenang-wenang dan sadis terhadap pihak-pihak yang lemah, dan lain-lain.
c. Penghindaran (Avoidance)
Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang mengancam. Misalnya, penduduk yang melarikan diri dari rumah-rumah mereka karena takut akan menjadi korban pada daerah-daerah konflik seperti aceh.
d. Apati
Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut. Misalnya, pada kerusuhan Mei. Orang-orang Cina yang menjadi korban umumnya tutup mulut, tidak melawan dan berlaku pasrah terhadap kejadian biadab yang menimpa mereka. Pola apati terjadi bila tindakan baik tindakan mempersiapkan diri menghadapi luka, agresi maupun advoidance sudah tidak memungkinkan lagi dan situasinya terjadi berulang-ulang. Dalam kasus diatas, orang-orang cina sering kali dan berulangkali menjadi korban ketika terjadi kerusuhan sehingga menimbilkan reaksi apati dikalangan mereka.
2. Peredaan atau peringatan (palliation)
Jenis koping ini mengacu pada mengurangi, menghilangkan dan menoleransi tekanan-tekanan ketubuhan atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dan tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Atau bisa diartikan bahwa bila individu menggunakan koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.
Ada 2 jenis koping peredaan atau palliation:
a. Diarahkan pada gejala (Symptom Directid Modes)
Macam koping ini digunakan bila gangguan muncul dari diri individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut. Penggunaan obat-obatan terlarang, narkotika, merokok, alcohol merupakan bentuk koping dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak selamanya cara ini bersifat negative. Melakukan relaksasi, meditasi atau berdoa untuk mengatasi ketegangan juga tergolong kedalam symptom directed modes tetapt bersifat positif.
b. Cara intra psikis
Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah Defense Mechanism (mekanisme pertahanan diri).
Disebut sebagai defence mechanism atau mekanisme pembelaan diri, karena individu yang bersangkutan selalu mencoba mengelak dan membela diri dari kelemahan atau kekerdilan sendiri dan mencoba mempertahankan harga dirinya: yaitu dengan jalan mengemukakan bermacam-macam dalih atau alasan.
Macam-macam defense mechanism:
1. Identifikasi
Yaitu menginternalisasi ciri-ciri yang dimilki oleh orang lain yang berkuasa dan dianggap mengancam. Identifikasi biasanya dilakukan oleh anak terhadap orang tua mereka.
Seorang yang mengalami frustasi dan kegagalan-kegagalan, biasanya tidak mau melihat kekurangan diri sendiri. Dia selalu berusaha (dalam dunia imajinasinya) menyamakan diri dengan seorang yang mencapai sukses. Dia berusaha mengidentifikasikan diri dengan bintang film misalnya, dengan seorang pahlawan perang, atau seorang professor yang cemelang. Semua ini bertujuan untuk memberikan kepuasan semu pada diri sendiri, dan didorong oleh ambisi untuk meningkatkan harga diri.
2. Pengalihan
Yaitu memindahkan reaksi dari objek yang mengancam ke objek yang lain karena obyek yang asli tidak ada atau berbahaya bila diagresi secara langsung. Misalnya, seorang bawahan dimarahi oleh atasannya dikantor. Bawahannya tersebut kemudian memarahi istrinya dirumah karena tidak berani membantah atasannya. Istri kemudian memarahi anaknya. Ini merupakan contoh klasik dari displacement.
3. Represi
Yaitu menghalangi impuls-implus yang ada atau tidak bias diterima sehingga impuls-impuls tersebut tidak dapat diekspresikan secara sadar atau lansung dalam tingkah laku. Misalnya, dorongan seksual karena dianggap tabu lalu ditekan begitu saja kedalam ketidaksadaran. Dorongan tersebut lalu muncul dalam bentuk mimpi.
Represi juga disebut sebagai tekanan untuk melupakan hal-hal, dan keinginan-keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Semacam usaha untuk memelihara diri supaya jangan terasa dorongan-doronngan yang tidak sesuai dengan hatinya. Proses itu terjadi tanpa disadari.
Dalam represi, orang berusaha mengingkari kenyataan atau factor-faktor yang menyebabkan ia merasa berdosa jika keadaan itu disadarinya.
4. Denial
Yaitu melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada karena kenyataan yang ada dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan. Istri yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya secara mendadak, merasa suaminya masih hidup sehingga tiap sore dia masih membuatkan kopi untuk suaminya seprti biasanya, ini merupakan contoh dari denial. Fanatisme agama dengan menganggap agama atau kepercayaan lain merupakan sesuatu yang salah, sedangkan agama atau kepercayaan yang dijalani merupakan satu-satunya yang benar merupakan contoh lain mekanisme denial, karena sebenarnya individu yang fanatic tersebut merasa terancam dengan adanya keyakinan lain, yang berpotensi mengancam integritas keyakinannya sendiri.
5. Reaksi Formasi
Yaitu dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk tingkah laku secara terbalik. Contoh klasik dari pertahanan diri jenis ini adalah orang yang sebenarnya mencintai, namun dalm tingkahlaku memunculkan tindakan yang seolah-olah membenci orang yag dicintai.
6. Proyeksi
Yaitu mengatribusikan atau menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain karena dorong-dorongan tersebut mengancam integritas. Misalnya, A mencintai B, namun karena cinta yang dirasakan itu mengancam harga dirinya, lalu A menyatakan bahwa B lah yang mencintainya.
Proyeksi juga juga disubut sebagai usaha mensifatkan, melemparkan atau memproyeksikan sifat, fikiran dan harapan yang negative, juga kelemahan dan sikap sendiri yang keliru, kepada orang lain. Melemparkan kesalahan sendiri.
Inidividu yang bersangkutan tidak maau mengaku kesalahan, kenegatifan dan kelemahan sendiri, bahkan selalu memproyeksikan kehidupan yang negative tadi kepada orang lain. Sebagai contoh dalam hal ini adalah : seseorang sangat iri hati terhadap kekayaan dan sukses tetangganya. Tapi pada setiap orang ia selalu berkata, bahwa tetangganya itulah yang buruk hati, selalu cemburu dan iri hati terhadap dirinya.
7. Rasionalisme atau intektualisasi
Yaitu dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisahkan karena bila bersama-sama akan mengancam. Misalnya semua orang sepakat bahwa kesejahteraan umat manusia hanya bias terjadi lewat cara-cara damai, namun tidak sedikit pula orang yang mengakui hal diatas, mendukung jalan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka.
Rasionalisasi juga disebut dengan cara menolong diri sendirisecara tidak wajar atau teknik pembelaan diri dengan membuat sesuatu yang tidak rasional serta tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang rasional dan menyenangkan bagi diri sendiri.
Rasionalisasi juga dapat disebut sebagai proses pembenaran kelakuan sendiri, dengan menemukakan alas an yang masuk aal atau bisa diterima secara social, untuk menggantikan alasan yang sesungguhnya. (J.P. Chaplin, 1981).
Jika sesorang mengalami frustasi dan kegagalan, biasanya ia selalu mencari kesalahan dan sebab-musababnya pada orang lain, atau mencarinya pada keadaan diluar dirinya. Dia menganggap dirinya paling benar, dan orang lain atau kondisi dan situasi luar yang menjadi biang keladi dari kegagalannya. Dia tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri. Ia selalu berusaha membelai-belai harga dirinya. Semua pujian dari lur dan pembenaran diharapkan bias memuaskan perasaan sendiri, dan bias membelai-belai harga dirinya.
Dia selalu menuntut agar segala perbuatan dan alasannya dibenarkan oleh fikiran atau akal orang lain. Karena itu perilakunya disebut sebagai rasionalisasi. Misalnya : seseorang yang gagal melaksanakan tugasnya akan berkata: “tugas itu terlalu berat bagi pribadi saya yang amat muda ini”. Atau dalih : “tugas semacam itu bagi saya tidak ada harganya, dan tidak masuk dalam bidang perhatian saya. Dan saya tidak ambil peduli, apakah tugas itu gagal atau berhasil.
8. Sublimasi
Yaitu dorongan atau implus yang ditransfortasikan menjadi bentuk-bentuk yang diterima secara social sehingga dorongan atau impuls tersebut menjadi suatu yang benar-benar berbeda dari dorongan atau impuls aslinya. Contoh sublimasi adalah orang yang memilki dorongan seks yang kuat lalu menggunakan energy tersebut untuk menjadi sumber dari dorongan religiusnya, sehingga dia mengalami pengalaman mistik dan mampu bekerja bagi kemanusiaan, karena pada dasarnya religiusitas memilki persamaan atau kaitan dengan seksualitas yaitu dalam hal pengalaman penyatuan atau peleburan.
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan bersifat membohongi diri sendiri terhadap realitayang ada didalam (dorongan atau inpuls atau nafsu). Defense mechanism bersifat menyaring realita yang ada sehingga individu yang bersangkutan tidak bias memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat sebagian besar ahli meyatakan koping jenis defense mechanism merupakan koping yang tidak sehat (kecuali sublummasi).
Defense mechanism yang tidak disadari, akan dapat disadari melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bias mengetahui jenis mekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan kemudian menggantinya dengan koping yang lebih konstruksif.
Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif (sehat)
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu:
1. Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5. Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.
3. Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 1995) yaitu :
a. Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.
b. Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.
4. Strategi Koping
Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu:
a. problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.
b. emotion-focused coping, dimana individumelibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yangakan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalamberbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984). Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dansejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bias dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat sepertikanker atau Aids.Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu active dan avoidant coping strategi (Lazarus mengkategorikan menjadi Direct Action dan Palliative ).
Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping merupakanstrategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatuaktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yangdilakukan individu pada avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanismepertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambatpermasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadilebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambahkepekaan terhadap ancaman.
5. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping
3. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
5. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
6. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
6. Metode Koping
Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977), dua metode tersebut antara lain:
2. Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama, contonhya:
1. Berbicara dengan orang lain.
2. Mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi.
3. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural.
4. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan.
5. Membuat berbagai alternative tindakan untuk mengurangi situasi.
6. Mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.
7. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektf untuk digunakan dalam jangka panjang. Contohnya:
1. Menggunakan alkohol atau obat
2. Melamun dan fantasi.
3. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan.
4. Tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil.
5. Banyak tidur
6. Banyak merokok.
7. Menangis
8. Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek psikososial (Lazarus dan Folkman,1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Herawati, 1999; Keliat, 1999) yaitu :
1. Reaksi Orientasi TugasBerorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situas stress secara realistis, dapat berupakonstruktif atau destruktif. Misal : Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskankebutuhan. Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber ancaman baik secara fisik atau psikologis. Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
2. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapunmekanisme pertahanan ego, adalah sebagai berikut:
a. Kompensasi
Proses di mana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan/ secara tegas menonjolkankeistimewaan atau kelebihan yang dimiliki. Mudah mengingat hal-hal positif dari pada negative, lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan membahagikan yang tidak membahagiakan.
b. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secarapribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatanyang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas(supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)
c. Reaction Formation (Pembentukann Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif danperasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajahyang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri darikecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan.Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasihsayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupidengan tindak kebaikan.
d. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengankata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengankecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diridengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
Kesimpulan:
Koping merupakan cara-cara yang digunakan oleh individu untuk menghadapi situasi yang menekan. Oleh karena itu meskipun koping menjadi bagian-bagian dari penyesuaian diri, namun koping merupakan istilah yang khusus digunakan untuk menunjukkan reaksi individu ketika menghadapi tekanan atau stress.
Ada berbagai macam koping, pendapat berbagai tokoh pun beragam. Ada yang menyebutkan istilah koping hanya untuk cara-cara mengatasi persoalan yang sifatnya positif. Namun ada jugayang melihat koping sebagai istilah yang netral.
Koping yang negative menimbulkan berbagai persoalan dikemudian hari, bahkan sangat mungkin memunculkan berbagai gangguan pada diri individu yang bersangkutan. Sebaliknya koping yang positif menjadikan individu semakin matang, dewasa dan bahagia dalam menjalani kehidupannya.
Referensi:
http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2010/02/11/konsep-diri-dan-mekanisme-koping-dalam-proses-keperawatan/
Rasmun, Skp., M.Kep, Stres, Koping dan Adaptasi, Sagung Seto, Jakarta,2004
Siswanto, S.Pi., Msi. Kesehatan Mental, konsep, cakupan dan perkembangannya, CV. Andi Offeset, Yogyakarta, 2007.
Dr. Kartini Kartono, Hygiene Mental, CV. Mandar Maju, bandung, 2000
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995
Nama kelompok:
Ida Rusma Herawati
Nazirah
maaf kalo boleh tanya, ini halaman berapa aja ya di buku?? mohon bantuannya terimakasih
BalasPadamterimah kasih
BalasPadam