TINDAKAN-TINDAKAN AGRESI
Sifat agresif (suka menyerang) ialah melakukan suatu tindakan kekerasan untuk melukai orang dalam kemarahannya. Biasa dilakukan dengan menendang atau memukul orang, mengatai atau memaki orang dengan kata-kata kasar, memfitnah, dan menggertak serta mengganggu orang lain. Pada umumnya, seorang anak tidak mungkin dengan sengaja ingin melukai orang lain, kalau bukan karena emosinya. Anak yang melakukan kekerasan seperti ini adalah anak yang mau menang sendiri, karena demi mencapai keinginannya tidak lagi memperhatikan hak orang lain. Kadang mereka bersikap tidak peduli dengan sekolahnya sehingga setiap hari ia bertengkar dan membuat masalah. Suatu penyelidikan membuktikan bahwa anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan agresif ketimbang anak perempuan sejak masa kecilnya. Tindakan agresif tidak sama dengan perasaan agresif. Tindakan agresif lebih bersifat mencari permusuhan, sedangkan perasaan agresif lebih menonjolkan pada sifat marah yang tidak dapat dikendalikan. Mungkin benar bahwa amarah tidak dapat dikendalikan, tetapi tetap harus diupayakan untuk dikendalikan.
1. Menghukum kekasaran anak itu dapat dibenarkan, tetapi bukan dengan memukulnya secara kasar. Hal itu akan berakibat kebalikannya, yaitu anak meniru kelakuan orang dewasa. Apabila orangtua menghukum dengan menganiaya, maka anak akan belajar untuk menganiaya orang lain sebagai balasan pelampiasannya.
2. Bentuk agresifitas anak TK ada beberapa macam. Pertama, bentuk verbal, misalnya dengan mengeluarkan kata-kata “kotor” yang mungkin anak tidak mengerti artinya namun hanya meniru saja. Kedua, agresi juga bisa dalam bentuk tindakan fisik. Misalnya menggigit, menendang, mencubit. Semua perilaku ini dimaksudkan untuk menyakiti fisik atau badan. Buss dan Perry (1992) menambahkan dua jenis agresi, yakni kemarahan (anger), dan kebencian (hostility). Agresi yang umumnya terjadi pada anak usia TK adalah hostile aggression yaitu agresi yang ditujukan ke orang lain akibat kesal atau marah pada seseorang.
BENTUK-BENTUK DELIQUENCY
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri) (Santrock, 1995). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2001).
1. Penggunaan waktu luang : kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya. Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
2. pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15-20 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Nama : Nur Hayatun Nufus
Nim : 10942006711
M.Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
Tiada ulasan:
Catat Ulasan