Pelayanan adalah suatu kegiatan atau usaha dari seseorang atau sekelompok tertentu terhadap pihak lain dalam rangka memberikan kepuasan dan memberikan bantuan terhadap pihak tersebut.
Sebagai contoh :
1. Pelayanan di bidang kesehatan : antara pasien dan dokter, pasien dan suster.
2. Pelayanan di bidang pendidikan : antara mahasiswa dan dosen dalam proses perkuliahan.
3. Pelayanan di bidang keamanan : antara polisi dan masyarakat
4. Pelayanan di bidang kesejahteraan : antara PLN dan masyarakat
5. Dll.
Nama : INDAH PRATIWIE
Nim : 10942008521
Mata Kuliah : Bimbingan Konseling
Dosen : M.Fahli Zatra Hadi S.Sos.I
Ahad, 21 November 2010
Rabu, 17 November 2010
Defenisi pelayanan
Pelayanan dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Nama : Juli Despriyadi
Mata Studi : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi S, sos I
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Nama : Juli Despriyadi
Mata Studi : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi S, sos I
Pelayanan
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar sesorang dengan yang orang lain.dan meyediakan kepuasan pelanggan. Dalam kamus bahasa Indonesia besar di jelaskan pelayanan merupakan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu atau mengurus apa yang di perlukan oleh seseorang .
Nama : Muhammad Aman
Nim : 10942007714
Mata Studi : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi S, sos I
Nama : Muhammad Aman
Nim : 10942007714
Mata Studi : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi S, sos I
Isnin, 15 November 2010
Pengertian Pelayanan
Dari : Ummu Hani Binti Mohd Nasaruddin
Sem: 7 / BPI / 10942008885
Pengertian Layanan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata “layan yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni, menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb). Layanan perihal atau cara melayani, meladani.”
Sedangkan pengertian bimbingan secara harfiyyah“Bimbingan”adalah “menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun”orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang. Istilah “Bimbingan”merupakan terjemahan dari kata bahasa InggrisGUIDANCE yang berasal dari kata kerja“to guide”yang berarti “menunjukan”.
Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten
tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Bimbingan dan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya.
Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
Bimbingan dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta
Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat
dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya
secara realistik.
Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial
yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan
sosial yang lebih luas.
Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
Sem: 7 / BPI / 10942008885
Pengertian Layanan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata “layan yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni, menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb). Layanan perihal atau cara melayani, meladani.”
Sedangkan pengertian bimbingan secara harfiyyah“Bimbingan”adalah “menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun”orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang. Istilah “Bimbingan”merupakan terjemahan dari kata bahasa InggrisGUIDANCE yang berasal dari kata kerja“to guide”yang berarti “menunjukan”.
Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.
Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten
tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di
sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Bimbingan dan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya.
Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
Bimbingan dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta
Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat
dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya
secara realistik.
Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial
yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan
sosial yang lebih luas.
Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta
didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan
sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam
memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
Ahad, 14 November 2010
Definisi Pelayanan
Pelayanan adalah menyediakan segala apa yang dibutuhkan orang lain, atau pelayanan adalah yang memenuhi pelayanan standar terhadap permintaan pelanggan. Pelayanan yang memenuhi standar adalah kualitas suatu produk yang diharapkan oleh pelanggan. Dengan demikian pelayanan prima terdapat dua hal yang berkaitan, yaitu antara pelanggan dan kualitas. Pelayanan prima ini dapat diterapkan di berbagai organisasi, seperti lembaga, badan usaha, yayasan, pemerintah dan sebagainya.
Nama : Maisaroh
Nim : 10942008621
Mata Study : Bimbingan Konseling
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. sos. I
Nama : Maisaroh
Nim : 10942008621
Mata Study : Bimbingan Konseling
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. sos. I
Definisi Pelayanan
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seesorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain.
Nama : Nazirah
Nim : 10942008491
Mata Study : Bimbingan Konseling
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. sos. I
Nama : Nazirah
Nim : 10942008491
Mata Study : Bimbingan Konseling
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. sos. I
Definisi Pelayanan
Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Setiap pelayanan menghasilkan (produk), baik berupa barang / jasa. Pelayanan juga dapat diartikan kemampuan maksimum seorang melalui sentuhan kemanusiaan dalam melayani atau berhubungan dengan orang lain.
Layanan prima juga dapat berarti upaya maksimum yang mampu diberikan oleh perusahaan jasa pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan untuk mencapai suatu tingkat kepuasan tertentu, serta memberikan pelayanan secara prima kepada para pelanggan dengan tujuan untuk memenangi persaingan.
Nama : Verawati Jevia
Nim : 10942008518
Mata Study : Bimbingan Konseling
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. sos. I
Layanan prima juga dapat berarti upaya maksimum yang mampu diberikan oleh perusahaan jasa pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan untuk mencapai suatu tingkat kepuasan tertentu, serta memberikan pelayanan secara prima kepada para pelanggan dengan tujuan untuk memenangi persaingan.
Nama : Verawati Jevia
Nim : 10942008518
Mata Study : Bimbingan Konseling
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. sos. I
Pengertian Pelayanan
Menurut dari yang telah diterangkan pada pelajaran awal, pelayanan adalah: bagaimana cara memahami dan menerima diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Jika seseorang dapat memahami dan menerima diri sendiri maka ia akan mudah memahami dan menerima lingkungan serta masyarakat disekitarnya. Dan seorang konselor dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang dihadapi kliennya.
PENGERTIAN LAYANAN ORIENTASI
Menurut Drs. Tawil dalam Diktat Mata kuliah Dasar-Dasar Bimbingan Konseling; Layanan orientasi ditujukan bagi siswa baru dan pihak lain guna pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki. Menurut Prayitno Layanan orientasi yaitu layanan konseling yang memungkinkan klien memahami lingkungan yang baru dimasukinya untuk mempermudah dan memperlancar berperannya klien dalam lingkungan baru tersebut.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
Mata kuliah : Bimbingan Konsling I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. Sos. I
PENGERTIAN LAYANAN ORIENTASI
Menurut Drs. Tawil dalam Diktat Mata kuliah Dasar-Dasar Bimbingan Konseling; Layanan orientasi ditujukan bagi siswa baru dan pihak lain guna pemahaman dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah yang baru dimasuki. Menurut Prayitno Layanan orientasi yaitu layanan konseling yang memungkinkan klien memahami lingkungan yang baru dimasukinya untuk mempermudah dan memperlancar berperannya klien dalam lingkungan baru tersebut.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
Mata kuliah : Bimbingan Konsling I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. Sos. I
Pengertian Pelayanan
Pelayanan adalah bantuan dari konselor ke klien dimana klien sebagai konsultan dan klien sebagai konsulti, membahas tentang masalah yang dihadapinya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu menghadapi yang dipermasalahkannya. Jika konselor tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi oleh konsulti maka diberikan kepada pihak lain yang lebih ahli.
Layanan konsultasi bisa berubah menjadi konseling perorangan jika permasalahan ternyata disebabkan oleh konsulti. Dan konseling keluarga karena berkaitan dengan pihak keluarga.
Nama : Yasmiati
Nim : 10942006640
Mata kuliah : Bimbingan Konsling I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S. Sos. I
Layanan konsultasi bisa berubah menjadi konseling perorangan jika permasalahan ternyata disebabkan oleh konsulti. Dan konseling keluarga karena berkaitan dengan pihak keluarga.
Nama : Yasmiati
Nim : 10942006640
Mata kuliah : Bimbingan Konsling I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S. Sos. I
Khamis, 11 November 2010
Delinquency
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang.
Wright membagi jenis kenakalan remaja dalam beberapa keadaan:
- Neurotic delinquency, remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisa dan mempunyai perasaan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk berbuat suatu kenakalan seperti: mencuri sendirian, melakukan tindakan agresif secara tiba tanpa alasan karena dikuasai oleh fantasinya sendiri
Bentuk – Bentuk Delikuensi
Kenakalan remaja (delikuensi) merupakan sikap-sikap dan aktivitas anak-anak remaja yang bertentangan dengan norma-norma sosial. Sifat kenakalan remaja sangat bervariasi, dari kenakalan remaja biasa yang bersifat iseng untuk mencari perhatian misalnya vandalisme (mencorat-coret fasilitas umum) sampai bentuk tindak kejahatan, seperti tawuran/ perkelahian pelajar, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, perampokan, seks bebas, pemerasan, pencurian, bahkan pembunuhan.
Kenakalan remaja pada umumnya ditandai oleh dua ciri berikut:
1. Adanya keinginan untuk melawan, seperti dalam bentuk radikalisme.
2. Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk – bentuk delikuensi
1. Tawuran
2. Mabuk-mabukan
3. Perkelahian antar Geng
4. Perjudian
NAMA : ilhamdi bin sahruli
NIM : 10942008757
M STUDY :kshatan mental
DOSEN : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
AGRESI
Agresi masuk pada ranah tingkah laku, Sikap merupakan cara pandang / penilaian terhadap objek apakah dalam arti positif maupun negatif. Definisi dari Agresi menurut Myers 1966 merupakan Perilaku fisik / lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain.
Definisi Agresi meliputi unsur sbb :
- Menyerang Orang Lain
- Dengan Maksud / Niat
- Menyakiti / melukai ( jiwa / fisik ) orang lain
- Berbentuk lisan , tulisan atau perbuatan.
Tidak termasuk Agresi dibawah ini adalah :
- Niat membunuh mertua ( Belum dilakukan )
- Laka lantas dengan korban jiwa ( Tidak disengaja )
- Anak kecil mendorong temannya sampai jatuh ( Tidak ada niat )
Agresi yang sublimasi / proposal ==> Hasilnya Positif
- Serdadu dalam perang
- Polisi menembak penjahat
- Dokter bedah / dokter gigi mengoperasi pasien
- Pengacara / jaksa menyerang tersangka / saksi
- Olah raga beladiri
- Orang tua / guru mendidik anak
- Dll
Jenis jenis Agresi , secara umum menurut Myers 1996 membagi Agresi menjadi dua jenis yaitu
1. Agresi Marah / Agresi emosi ( Hostile Aggression ).
Adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi . Perilaku agresif dalam jenis ini adalah tujuan dari agresi itu sendiri.
Contoh Keluarga Philipus yang membunuh keluarga Rohadi ( sebagai ungkapan kemarahan karena kebon singkongnya diinjak injak ) dan massa yang mengamuk terhadap rumah dan tenangga filippus .
Contoh Lain adalah istri yang melempari suaminya dengan piring karena cemburu atau pelajar yang berkelahi massal karena ada temannya yang katanya dikeroyok.
2. Agresi Instrumental yaitu agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain ( Instrumental Agresion ).
Agresi Instrumental pada umumnya tidak disertai emosi . Bahkan antara pelaku dan korban kadang kadang tidak ada hubungan pribadi . Agresi ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain. Serdadu membunuh untuk merebut wilayah musuh sesuai perintah komandan.Polisi menembak kaki tahanan yang mencoba kabur dan sebagainya.
TEORI TEORI TENTANG AGRESI
1. Teori bawaan
a. Teori Naluri
- Freud dalam teori psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri Agresi atau tanatos ini merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Jika Naluri Sex berfungsi untuk melanjutkan keturunan , Naluri Agresi berfungsi untuk mempertahankan jenis. Kedua Naluri tersebut berada dalam alam ketidak sadaran , Khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut id dapat dipenuhi. Kendalinya terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan Super ego yang mewakili norma norma yang ada dalam masyarakat dan ego yang berhadapan dengan kenyataan.
- K Lorenz 1976 Agresi merupakan bagian dari naluri hewan yang diperlukan untuk survivel ( bertahan ), dalam proses evolusi. Agresi ini bersifat adaptif menyesuaikan diri terhadap lingkungan, bukan destruktif ( merusak lingkungan ).
b. Teori Biologi
Teori biologi menjelaskan agresi dari proses faal maupun teori genetika ( Ilmu keturunan ). Yang mengajukan proses faal antara lain adalah Moyer 1976 yang berpendapat bahwa perilaku agresif ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Demikian pula hormon laki laki ( testoteron ) dipercaya sebagai pembawa sifat agresif .Kenakalan remaja lebih banyak terdapat pada remaja pria karena jumlah terstosteron menurun sejak usia 25 tahun.
Teori biologi yang meninjai perilaku agresif dari ilmu genetika dikemukakan oleh Lagerspetz ( 1979 ). Ia mengawinkan sejumlah tikus putih yang agresif dan tikus putih yang tidak agresif. Sesuai dengan hukum Mendel setelah 26 generasi diperoleh 50% tikus yang agresif dan 50% yang tidak agresif. Teori genetika ini juga dibuktikan melalui identifikasi ciri ciri agresif pada pasangan pasangan kembar identik, kembar non identik dan saudara saudara kandung non kembar.Hsilnya adalah bahwa ciri ciri yang sama paling banyak terdapat antara pasangan kembar identik ( Rushton Russel & Wells 1984 )
2. Teori Lingkungan
a. Teori Frustrasi –Agresi Klasik
Teori ini dikemukakan oleh Dollard dkk (1939) dan Miller ( 1941 ) ini intinya berpendapat bahwa agresi dipicu oleh frustasi. Frustasi itu sendiri artinya adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Dengan demikian Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi
b. Teori Frustasi – Agresi Baru.
Burnstein & Worchel (1962) yang membedakan frustasi dan iritasi. Iritasi ( gelisah , sebal ), frustasi ( kecewa , putus asa ). Frustasi lebih memicu agresi daripada iritasi.Selanjutnya Berkowitz ( 1978, 1989 ) mengatakan bahwa frustasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang memicu agresi. Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustasi dinilai mempunyai alternatif perilaku lain daripada perilaku yang yang menimbulkan frustasi itu.
NAMA : ilhamdi bin sahruli
NIM : 10942008757
M STUDY :kshatan mental
DOSEN : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Tindakan Agresi dan Bentuk-bentuk Delinquensi
Tindakan Agresi
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi. Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang .
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.
Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.
Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.
Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.
Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.
Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.
Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.
Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.
Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.
Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.
Bentuk – Bentuk Delikuensi
Kenakalan remaja (delikuensi) merupakan sikap-sikap dan aktivitas anak-anak remaja yang bertentangan dengan norma-norma sosial. Sifat kenakalan remaja sangat bervariasi, dari kenakalan remaja biasa yang bersifat iseng untuk mencari perhatian misalnya vandalisme (mencorat-coret fasilitas umum) sampai bentuk tindak kejahatan, seperti tawuran/ perkelahian pelajar, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, perampokan, seks bebas, pemerasan, pencurian, bahkan pembunuhan.
Kenakalan remaja pada umumnya ditandai oleh dua ciri berikut:
1. Adanya keinginan untuk melawan, seperti dalam bentuk radikalisme.
2. Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk – bentuk delikuensi
1. Tawuran
2. Mabuk-mabukan
3. Perkelahian antar Geng
4. Perjudian
Nama : Nur Aein
NIM : 10942008667
Tugas : KESMEN 1
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi. Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang .
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.
Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.
Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.
Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.
Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.
Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.
Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.
Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.
Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.
Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.
Bentuk – Bentuk Delikuensi
Kenakalan remaja (delikuensi) merupakan sikap-sikap dan aktivitas anak-anak remaja yang bertentangan dengan norma-norma sosial. Sifat kenakalan remaja sangat bervariasi, dari kenakalan remaja biasa yang bersifat iseng untuk mencari perhatian misalnya vandalisme (mencorat-coret fasilitas umum) sampai bentuk tindak kejahatan, seperti tawuran/ perkelahian pelajar, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, perampokan, seks bebas, pemerasan, pencurian, bahkan pembunuhan.
Kenakalan remaja pada umumnya ditandai oleh dua ciri berikut:
1. Adanya keinginan untuk melawan, seperti dalam bentuk radikalisme.
2. Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk – bentuk delikuensi
1. Tawuran
2. Mabuk-mabukan
3. Perkelahian antar Geng
4. Perjudian
Nama : Nur Aein
NIM : 10942008667
Tugas : KESMEN 1
Agresi dan Deliquency dalam Kesehatan Mental
Contoh Agresi
Hati saya terasa miris ketika melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putih-biru terlibat baku-hantam di sebuah jalan ibu kota Jakarta. Ya, itulah anak-anak pelajar SLTP kita yang sedang saling serang satu sama lainnya, alias tawuran.
Kejadian itu langsung mengingatkan saya pada 1 tahun yang lalu, dimana masyarakat kita digegerkan dengan tindakan-tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja kita, di Bandung dengan genk Motornya, di Pati dengan genk Neronya, serta di tempat-tempat lainnya yang tidak sempat terekspos oleh media. Itulah salah satu sisi kehidupan remaja di negara tercinta kita ini, yang konon akan menjadi generasi penerus bangsa.
Bagi masyarakat kita, aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik nasional maupun lokal) bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan.
Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP.
Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua
Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri individu atau kelompok. Agresi sendiri menurut Scheneiders (1955) merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.
Contoh Delinquency
William C. Kvaraceus membagi bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu:
1)Kenakalan biasa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras.
2)Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno dan film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.
Nama : Sunarti
Nim : 10942008848
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Hati saya terasa miris ketika melihat berita di sebuah stasiun televisi swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam putih-biru terlibat baku-hantam di sebuah jalan ibu kota Jakarta. Ya, itulah anak-anak pelajar SLTP kita yang sedang saling serang satu sama lainnya, alias tawuran.
Kejadian itu langsung mengingatkan saya pada 1 tahun yang lalu, dimana masyarakat kita digegerkan dengan tindakan-tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja kita, di Bandung dengan genk Motornya, di Pati dengan genk Neronya, serta di tempat-tempat lainnya yang tidak sempat terekspos oleh media. Itulah salah satu sisi kehidupan remaja di negara tercinta kita ini, yang konon akan menjadi generasi penerus bangsa.
Bagi masyarakat kita, aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik nasional maupun lokal) bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan.
Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP.
Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua
Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri individu atau kelompok. Agresi sendiri menurut Scheneiders (1955) merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.
Contoh Delinquency
William C. Kvaraceus membagi bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu:
1)Kenakalan biasa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras.
2)Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno dan film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan.
Nama : Sunarti
Nim : 10942008848
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Agresi dan Deliquency dalam Kesehatan Mental
Contoh Agresi
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah.
Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan persuasi yang baik terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Ejekan yang dilakukan antara kelompok lain dalam kerumunan penonton konser musik semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi situasi.
Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya misalnya dengan memukulkan botol minuman keras. Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya kelompok yang lain pun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian dalam konser musik.
Contoh Delinquency
Wright membagi jenis kenakalan remaja dalam beberapa keadaan:
1)Neurotic delinquency, remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisa dan mempunyai perasaan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk berbuat suatu kenakalan seperti: mencuri sendirian, melakukan tindakan agresif secara tiba tanpa alasan karena dikuasai oleh fantasinya sendiri
.
2)Unsocialized delinquency, suatu sikap yang suka melawan kekuasaan seseorang, rasa bermusuhan dan pendendam.
3)Pseudo social delinquency, remaja atau pemuda yang mempunyai loyalitas tinggi terhadap kelompok atau gang sehingga sikapnya tampak patuh, setia dan kesetiakawanan yang baik. Jika melakukan perilaku kenakalan bukan atas kesadaran diri sendiri yang baik tetapi karena didasari anggapan bahwa ia harus melaksanakan sesuatu kewajiban kelompok yang digariskan
.
Jensen (1985) yang melihat perilaku delinkuen dari sigi bentuk dan dampak kenakalan, menggolongkan perilaku delinkuen dalam empat jenis, yaitu:
1)Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2)Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3)Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban difihak orang lain: pelacuran, penyalah gunaan obat, hubungan seks pra-nikah.
4)Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.
Nama : Nazirah
Nim : 10942008491
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak (Davidoff, Psikologi suatu pengantar 1991). Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya agresi adalah suatu respon terhadap marah.
Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan, hinaan dan ancaman merupakan persuasi yang baik terhadap amarah yang akan mengarah pada agresi. Ejekan yang dilakukan antara kelompok lain dalam kerumunan penonton konser musik semakin lama-semakin seru karena rekan-rekan yang menjadi penonton juga ikut-ikutan memanasi situasi.
Pada akhirnya bila salah satu tidak dapat menahan amarahnya maka ia mulai berupaya menyerang lawannya. Dia berusaha meraih apa saja untuk melukai lawannya misalnya dengan memukulkan botol minuman keras. Dengan demikian berarti isyarat tindak kekerasan mulai terjadi. Bahkan pada akhirnya kelompok yang lain pun tidak jarang ikut-ikutan terlibat dalam perkelahian dalam konser musik.
Contoh Delinquency
Wright membagi jenis kenakalan remaja dalam beberapa keadaan:
1)Neurotic delinquency, remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisa dan mempunyai perasaan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan yang kuat untuk berbuat suatu kenakalan seperti: mencuri sendirian, melakukan tindakan agresif secara tiba tanpa alasan karena dikuasai oleh fantasinya sendiri
.
2)Unsocialized delinquency, suatu sikap yang suka melawan kekuasaan seseorang, rasa bermusuhan dan pendendam.
3)Pseudo social delinquency, remaja atau pemuda yang mempunyai loyalitas tinggi terhadap kelompok atau gang sehingga sikapnya tampak patuh, setia dan kesetiakawanan yang baik. Jika melakukan perilaku kenakalan bukan atas kesadaran diri sendiri yang baik tetapi karena didasari anggapan bahwa ia harus melaksanakan sesuatu kewajiban kelompok yang digariskan
.
Jensen (1985) yang melihat perilaku delinkuen dari sigi bentuk dan dampak kenakalan, menggolongkan perilaku delinkuen dalam empat jenis, yaitu:
1)Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2)Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3)Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban difihak orang lain: pelacuran, penyalah gunaan obat, hubungan seks pra-nikah.
4)Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya.
Nama : Nazirah
Nim : 10942008491
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Agresi dan Deliquency dalam Kesehatan Mental
Contoh Agresi
Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi
.
Frustrasi yang berujung pada perilaku agresi sangat banyak contohnya, beberapa waktu yang lalu di sebuah sekolah di Jerman terjadi penembakan guru-guru oleh seorang siswa yang baru di skorsing akibat membuat surat ijin palsu. Hal ini menunjukan anak tersebut merasa frustrasi dan penyaluran agresi dilakukan dengan cara menembaki guru-gurunya.
Begitu pula tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta ada kemungkinan faktor frustrasi ini memberi sumbangan yang cukup berarti pada terjadinya peristiwa tersebut.
Sebagai contoh banyaknya anak-anak sekolah yang bosan dengan waktu luang yang sangat banyak dengan cara nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan ditambah lagi saling ejek mengejek yang bermuara pada terjadinya perkelahian. Banyak juga perkelahian disulut oleh karena frustrasi yang diakibatkan hampir setiap saat dipalak (diminta uangnya) oleh anak sekolah lain padahal sebenarnya uang yang di palak adalah untuk kebutuhan dirinya.
Contoh Delinquency
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan norma hukum yang telah dengan jelas ditentukan dalam KUHP, norma sosial dan norma agama yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Nama : Irjasmiati
Nim : 10942008496
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi
.
Frustrasi yang berujung pada perilaku agresi sangat banyak contohnya, beberapa waktu yang lalu di sebuah sekolah di Jerman terjadi penembakan guru-guru oleh seorang siswa yang baru di skorsing akibat membuat surat ijin palsu. Hal ini menunjukan anak tersebut merasa frustrasi dan penyaluran agresi dilakukan dengan cara menembaki guru-gurunya.
Begitu pula tawuran pelajar yang terjadi di Jakarta ada kemungkinan faktor frustrasi ini memberi sumbangan yang cukup berarti pada terjadinya peristiwa tersebut.
Sebagai contoh banyaknya anak-anak sekolah yang bosan dengan waktu luang yang sangat banyak dengan cara nongkrong-nongkrong di pinggir jalan dan ditambah lagi saling ejek mengejek yang bermuara pada terjadinya perkelahian. Banyak juga perkelahian disulut oleh karena frustrasi yang diakibatkan hampir setiap saat dipalak (diminta uangnya) oleh anak sekolah lain padahal sebenarnya uang yang di palak adalah untuk kebutuhan dirinya.
Contoh Delinquency
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan norma hukum yang telah dengan jelas ditentukan dalam KUHP, norma sosial dan norma agama yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Nama : Irjasmiati
Nim : 10942008496
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Tindakan Agresi dan Bentuk-bentuk Delinquensi
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi. Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang .
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.
Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.
Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.
Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.
Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.
Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.
Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.
Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.
Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.
Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.
Bentuk – Bentuk Delikuensi
Kenakalan remaja (delikuensi) merupakan sikap-sikap dan aktivitas anak-anak remaja yang bertentangan dengan norma-norma sosial. Sifat kenakalan remaja sangat bervariasi, dari kenakalan remaja biasa yang bersifat iseng untuk mencari perhatian misalnya vandalisme (mencorat-coret fasilitas umum) sampai bentuk tindak kejahatan, seperti tawuran/ perkelahian pelajar, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, perampokan, seks bebas, pemerasan, pencurian, bahkan pembunuhan.
Kenakalan remaja pada umumnya ditandai oleh dua ciri berikut:
1. Adanya keinginan untuk melawan, seperti dalam bentuk radikalisme.
2. Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk – bentuk delikuensi
1. Tawuran
2. Mabuk-mabukan
3. Perkelahian antar Geng
4. Perjudian
Nama : Nur Aein
NIM : 10942008667
Tugas : KESMEN 1
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.
Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.
Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.
Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.
Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.
Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud. Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.
Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.
Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.
Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.
Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.
Bentuk – Bentuk Delikuensi
Kenakalan remaja (delikuensi) merupakan sikap-sikap dan aktivitas anak-anak remaja yang bertentangan dengan norma-norma sosial. Sifat kenakalan remaja sangat bervariasi, dari kenakalan remaja biasa yang bersifat iseng untuk mencari perhatian misalnya vandalisme (mencorat-coret fasilitas umum) sampai bentuk tindak kejahatan, seperti tawuran/ perkelahian pelajar, minuman keras, penyalahgunaan narkoba, perampokan, seks bebas, pemerasan, pencurian, bahkan pembunuhan.
Kenakalan remaja pada umumnya ditandai oleh dua ciri berikut:
1. Adanya keinginan untuk melawan, seperti dalam bentuk radikalisme.
2. Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan rasa kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk – bentuk delikuensi
1. Tawuran
2. Mabuk-mabukan
3. Perkelahian antar Geng
4. Perjudian
Nama : Nur Aein
NIM : 10942008667
Tugas : KESMEN 1
TINDAKAN AGRESI DAN DELINQUENCY
Tindakan Agresi
Prilaku agresif bawaan dari Gen atau pelajaran dari lingkungan
Setiap tahunnya, jumlah tindak kejahatan kekerasan (violent crime) di Indonesia seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan penyerangan terus meningkat. Tindakan kejahatan kekerasan yang terus meningkat ini merupakan contoh dari perilaku agresif yaitu perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Berdasarkan penyebabnya, perilaku agresif ini dapat terjadi karena faktor disposisi/kepribadian (nature) dan faktor situasional (nurture).
.Jika perilaku agresif memang disebabkan oleh faktor bawaan (misal: naluri, gen), seharusnya perilaku agresif tersebut sama untuk setiap orang yang memiliki naluri atau gen tersebut kapan saja dan dimana saja. Pada kenyataannya, frekuensi dan cara tiap individu dalam mengekspresikan agresivitasnya berbeda-beda tergantung lingkungan tempat ia tinggal. Contoh: di Norwegia, angka pembunuhan sangat rendah yaitu tidak sampai 1 orang dalam 100.000 penduduk tetapi di Irlandia jauh lebih tinggi yaitu 13 orang dalam 100.000 penduduk dan di Muangthai mencapai 14 orang dalam 100.000 penduduk (data tahun 1970, dikutip dari Archer & Gartner, 1984).
teori social learning perspective berusaha menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung pada banyak faktor situasional, yaitu: pengalaman masa lalu orang tersebut, rewards yang diasosiasikan dengan tindakan agresif pada masa lalu atau saat ini, dan sikap serta nilai yang membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif.
Proses-proses belajar sosial yang dapat menimbulkan perilaku agresif:
1. Classical conditioning. Perilaku agresif terjadi karena adanya proses mengasosiasikan suatu stimulus dengan stimulus lainnya. Contoh: pelajar STM X yang sering tawuran dengan pelajar STM Y akan mengasosiasikan pelajar STM Y sebagai musuh/ancaman sehingga mereka akan berperilaku agresif (ingin memukul/berkelahi) ketika melihat pelajar STM Y atau orang yang memakai seragam STM Y.
2. Operant Conditioning. Perilaku agresif terjadi akibat adanya reward yang diperoleh setelah melakukan perilaku agresif tersebut. Reward tersebut bersifat tangible (memperoleh sesuatu yang dia mau), sosial (dikagumi/disegani oleh kelompoknya), dan internal (meningkatkan self-esteem orang tersebut). Contoh: A sering berkelahi dan menganggu temannya karena ia merasa disegani oleh teman-temannya dengan melakukan tindakan agresif tersebut.
3. Modelling (meniru). Perilaku agresif terjadi karena seseorang meniru seseorang yang ia kagumi. Contoh: seorang anak kecil yang mengagumi seorang petinju terkenal akan cenderung meniru tingkah laku petinju favoritnya tersebut, misalnya menonjok temannya.
4. Observational Learning. Perilaku agresif terjadi karena seseorang mengobservasi individu lain melakukannya baik secara langsung maaupun tidak langsung. Contoh: seorang anak kecil memiting tangan temannya setelah menonton acara Smack Down.
5. Social Comparison. Perilaku agresif terjadi karena seseorang membandingkan dirinya dengan kelompok atau orang lain yang disukai. Contoh: seorang anak yang bergaul dengan kelompok berandalan jadi ikut-ikutan suka berkelahi atau berkata-kata kasar karena ia merasa harus bertingkah laku seperti itu agar dapat diterima oleh kelompoknya.
6. Learning by Experience. Perilaku agresif terjadi karena pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh orang tersebut. Contoh: anak yang sejak kecil sering mengalami perilaku agresif (berkelahi/dipukuli) cenderung akan menjadi anak yg agresif (suka berkelahi).
Bentuk-Bentuk Dilenquency
Identitas Anak Punk dalam Berita Kriminal
(Kasus-kasus Pemberitaan Kenakalan Anak)
Pemberitaan mengenai kenakalan yang dilakukan oleh anak pengikut subkultur punk sering mengidentifikasikan mereka sebagai “anak punk”, “Punkers” atau “remaja punk”. Sebutan “anak punk” menunjukkan pengkaitan identitas subkultur anak dengan perilakunya. Pemberitaan semacam ini dapat menyebabkan terbangunnya pandangan masyarakat tentang perilaku subkultur. Hal ini pada akhirnya dapat berlanjut ke bentuk-bentuk prasangka terhadap mereka yang termasuk dalam suatu subkultur tertentu.
Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The Ramones, dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu munculnya suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu. Munculnya Punk didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk kemapaman dalam masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak muda kulit putih kelas pekerja di London. Mereka adalah kelompok marginal dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan persoalan sosial dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh sekaligus pesimis terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai suatu gaya hidup baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap mapan, (saat itu Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).
Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang.
Permasalahan
Prasangka yang muncul di masyarakat terhadap suatu subkultur dapat berujung pada munculnya konflik di masyarakat. Subkultur punk sebagai bentuk subkultur pemuda (youth) banyak didalamnya yang berusia anak. Pemberitaan tentang kenakalan anak yang dilakukan oleh anak yang tergabung dalam subkultur punk dan dengan menyebutkan identitas mereka sebagai “anak punk” dapat menyebabkan timbulnya prasangka pada masyarakat tentang “anak-anak punk” lainnya.
Nama : Nadri
Mata kuliah : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Prilaku agresif bawaan dari Gen atau pelajaran dari lingkungan
Setiap tahunnya, jumlah tindak kejahatan kekerasan (violent crime) di Indonesia seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan penyerangan terus meningkat. Tindakan kejahatan kekerasan yang terus meningkat ini merupakan contoh dari perilaku agresif yaitu perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Berdasarkan penyebabnya, perilaku agresif ini dapat terjadi karena faktor disposisi/kepribadian (nature) dan faktor situasional (nurture).
.Jika perilaku agresif memang disebabkan oleh faktor bawaan (misal: naluri, gen), seharusnya perilaku agresif tersebut sama untuk setiap orang yang memiliki naluri atau gen tersebut kapan saja dan dimana saja. Pada kenyataannya, frekuensi dan cara tiap individu dalam mengekspresikan agresivitasnya berbeda-beda tergantung lingkungan tempat ia tinggal. Contoh: di Norwegia, angka pembunuhan sangat rendah yaitu tidak sampai 1 orang dalam 100.000 penduduk tetapi di Irlandia jauh lebih tinggi yaitu 13 orang dalam 100.000 penduduk dan di Muangthai mencapai 14 orang dalam 100.000 penduduk (data tahun 1970, dikutip dari Archer & Gartner, 1984).
teori social learning perspective berusaha menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung pada banyak faktor situasional, yaitu: pengalaman masa lalu orang tersebut, rewards yang diasosiasikan dengan tindakan agresif pada masa lalu atau saat ini, dan sikap serta nilai yang membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif.
Proses-proses belajar sosial yang dapat menimbulkan perilaku agresif:
1. Classical conditioning. Perilaku agresif terjadi karena adanya proses mengasosiasikan suatu stimulus dengan stimulus lainnya. Contoh: pelajar STM X yang sering tawuran dengan pelajar STM Y akan mengasosiasikan pelajar STM Y sebagai musuh/ancaman sehingga mereka akan berperilaku agresif (ingin memukul/berkelahi) ketika melihat pelajar STM Y atau orang yang memakai seragam STM Y.
2. Operant Conditioning. Perilaku agresif terjadi akibat adanya reward yang diperoleh setelah melakukan perilaku agresif tersebut. Reward tersebut bersifat tangible (memperoleh sesuatu yang dia mau), sosial (dikagumi/disegani oleh kelompoknya), dan internal (meningkatkan self-esteem orang tersebut). Contoh: A sering berkelahi dan menganggu temannya karena ia merasa disegani oleh teman-temannya dengan melakukan tindakan agresif tersebut.
3. Modelling (meniru). Perilaku agresif terjadi karena seseorang meniru seseorang yang ia kagumi. Contoh: seorang anak kecil yang mengagumi seorang petinju terkenal akan cenderung meniru tingkah laku petinju favoritnya tersebut, misalnya menonjok temannya.
4. Observational Learning. Perilaku agresif terjadi karena seseorang mengobservasi individu lain melakukannya baik secara langsung maaupun tidak langsung. Contoh: seorang anak kecil memiting tangan temannya setelah menonton acara Smack Down.
5. Social Comparison. Perilaku agresif terjadi karena seseorang membandingkan dirinya dengan kelompok atau orang lain yang disukai. Contoh: seorang anak yang bergaul dengan kelompok berandalan jadi ikut-ikutan suka berkelahi atau berkata-kata kasar karena ia merasa harus bertingkah laku seperti itu agar dapat diterima oleh kelompoknya.
6. Learning by Experience. Perilaku agresif terjadi karena pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh orang tersebut. Contoh: anak yang sejak kecil sering mengalami perilaku agresif (berkelahi/dipukuli) cenderung akan menjadi anak yg agresif (suka berkelahi).
Bentuk-Bentuk Dilenquency
Identitas Anak Punk dalam Berita Kriminal
(Kasus-kasus Pemberitaan Kenakalan Anak)
Pemberitaan mengenai kenakalan yang dilakukan oleh anak pengikut subkultur punk sering mengidentifikasikan mereka sebagai “anak punk”, “Punkers” atau “remaja punk”. Sebutan “anak punk” menunjukkan pengkaitan identitas subkultur anak dengan perilakunya. Pemberitaan semacam ini dapat menyebabkan terbangunnya pandangan masyarakat tentang perilaku subkultur. Hal ini pada akhirnya dapat berlanjut ke bentuk-bentuk prasangka terhadap mereka yang termasuk dalam suatu subkultur tertentu.
Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The Ramones, dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu munculnya suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu. Munculnya Punk didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk kemapaman dalam masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak muda kulit putih kelas pekerja di London. Mereka adalah kelompok marginal dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan persoalan sosial dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh sekaligus pesimis terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai suatu gaya hidup baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap mapan, (saat itu Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).
Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang.
Permasalahan
Prasangka yang muncul di masyarakat terhadap suatu subkultur dapat berujung pada munculnya konflik di masyarakat. Subkultur punk sebagai bentuk subkultur pemuda (youth) banyak didalamnya yang berusia anak. Pemberitaan tentang kenakalan anak yang dilakukan oleh anak yang tergabung dalam subkultur punk dan dengan menyebutkan identitas mereka sebagai “anak punk” dapat menyebabkan timbulnya prasangka pada masyarakat tentang “anak-anak punk” lainnya.
Nama : Nadri
Mata kuliah : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
TINDAKAN AGRESI DAN DELINQUENCY
Tindakan Agresi
Prilaku agresif bawaan dari Gen atau pelajaran dari lingkungan
Setiap tahunnya, jumlah tindak kejahatan kekerasan (violent crime) di Indonesia seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan penyerangan terus meningkat. Tindakan kejahatan kekerasan yang terus meningkat ini merupakan contoh dari perilaku agresif yaitu perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Berdasarkan penyebabnya, perilaku agresif ini dapat terjadi karena faktor disposisi/kepribadian (nature) dan faktor situasional (nurture).
.Jika perilaku agresif memang disebabkan oleh faktor bawaan (misal: naluri, gen), seharusnya perilaku agresif tersebut sama untuk setiap orang yang memiliki naluri atau gen tersebut kapan saja dan dimana saja. Pada kenyataannya, frekuensi dan cara tiap individu dalam mengekspresikan agresivitasnya berbeda-beda tergantung lingkungan tempat ia tinggal. Contoh: di Norwegia, angka pembunuhan sangat rendah yaitu tidak sampai 1 orang dalam 100.000 penduduk tetapi di Irlandia jauh lebih tinggi yaitu 13 orang dalam 100.000 penduduk dan di Muangthai mencapai 14 orang dalam 100.000 penduduk (data tahun 1970, dikutip dari Archer & Gartner, 1984).
teori social learning perspective berusaha menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung pada banyak faktor situasional, yaitu: pengalaman masa lalu orang tersebut, rewards yang diasosiasikan dengan tindakan agresif pada masa lalu atau saat ini, dan sikap serta nilai yang membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif.
Proses-proses belajar sosial yang dapat menimbulkan perilaku agresif:
1. Classical conditioning. Perilaku agresif terjadi karena adanya proses mengasosiasikan suatu stimulus dengan stimulus lainnya. Contoh: pelajar STM X yang sering tawuran dengan pelajar STM Y akan mengasosiasikan pelajar STM Y sebagai musuh/ancaman sehingga mereka akan berperilaku agresif (ingin memukul/berkelahi) ketika melihat pelajar STM Y atau orang yang memakai seragam STM Y.
2. Operant Conditioning. Perilaku agresif terjadi akibat adanya reward yang diperoleh setelah melakukan perilaku agresif tersebut. Reward tersebut bersifat tangible (memperoleh sesuatu yang dia mau), sosial (dikagumi/disegani oleh kelompoknya), dan internal (meningkatkan self-esteem orang tersebut). Contoh: A sering berkelahi dan menganggu temannya karena ia merasa disegani oleh teman-temannya dengan melakukan tindakan agresif tersebut.
3. Modelling (meniru). Perilaku agresif terjadi karena seseorang meniru seseorang yang ia kagumi. Contoh: seorang anak kecil yang mengagumi seorang petinju terkenal akan cenderung meniru tingkah laku petinju favoritnya tersebut, misalnya menonjok temannya.
4. Observational Learning. Perilaku agresif terjadi karena seseorang mengobservasi individu lain melakukannya baik secara langsung maaupun tidak langsung. Contoh: seorang anak kecil memiting tangan temannya setelah menonton acara Smack Down.
5. Social Comparison. Perilaku agresif terjadi karena seseorang membandingkan dirinya dengan kelompok atau orang lain yang disukai. Contoh: seorang anak yang bergaul dengan kelompok berandalan jadi ikut-ikutan suka berkelahi atau berkata-kata kasar karena ia merasa harus bertingkah laku seperti itu agar dapat diterima oleh kelompoknya.
6. Learning by Experience. Perilaku agresif terjadi karena pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh orang tersebut. Contoh: anak yang sejak kecil sering mengalami perilaku agresif (berkelahi/dipukuli) cenderung akan menjadi anak yg agresif (suka berkelahi).
Bentuk-Bentuk Dilenquency
Identitas Anak Punk dalam Berita Kriminal
(Kasus-kasus Pemberitaan Kenakalan Anak)
Pemberitaan mengenai kenakalan yang dilakukan oleh anak pengikut subkultur punk sering mengidentifikasikan mereka sebagai “anak punk”, “Punkers” atau “remaja punk”. Sebutan “anak punk” menunjukkan pengkaitan identitas subkultur anak dengan perilakunya. Pemberitaan semacam ini dapat menyebabkan terbangunnya pandangan masyarakat tentang perilaku subkultur. Hal ini pada akhirnya dapat berlanjut ke bentuk-bentuk prasangka terhadap mereka yang termasuk dalam suatu subkultur tertentu.
Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The Ramones, dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu munculnya suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu. Munculnya Punk didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk kemapaman dalam masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak muda kulit putih kelas pekerja di London. Mereka adalah kelompok marginal dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan persoalan sosial dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh sekaligus pesimis terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai suatu gaya hidup baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap mapan, (saat itu Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).
Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang.
Permasalahan
Prasangka yang muncul di masyarakat terhadap suatu subkultur dapat berujung pada munculnya konflik di masyarakat. Subkultur punk sebagai bentuk subkultur pemuda (youth) banyak didalamnya yang berusia anak. Pemberitaan tentang kenakalan anak yang dilakukan oleh anak yang tergabung dalam subkultur punk dan dengan menyebutkan identitas mereka sebagai “anak punk” dapat menyebabkan timbulnya prasangka pada masyarakat tentang “anak-anak punk” lainnya.
Nama : Wilda Ningsi
Nim : 10942008588
Mata kuliah : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Prilaku agresif bawaan dari Gen atau pelajaran dari lingkungan
Setiap tahunnya, jumlah tindak kejahatan kekerasan (violent crime) di Indonesia seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan dan penyerangan terus meningkat. Tindakan kejahatan kekerasan yang terus meningkat ini merupakan contoh dari perilaku agresif yaitu perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Berdasarkan penyebabnya, perilaku agresif ini dapat terjadi karena faktor disposisi/kepribadian (nature) dan faktor situasional (nurture).
.Jika perilaku agresif memang disebabkan oleh faktor bawaan (misal: naluri, gen), seharusnya perilaku agresif tersebut sama untuk setiap orang yang memiliki naluri atau gen tersebut kapan saja dan dimana saja. Pada kenyataannya, frekuensi dan cara tiap individu dalam mengekspresikan agresivitasnya berbeda-beda tergantung lingkungan tempat ia tinggal. Contoh: di Norwegia, angka pembunuhan sangat rendah yaitu tidak sampai 1 orang dalam 100.000 penduduk tetapi di Irlandia jauh lebih tinggi yaitu 13 orang dalam 100.000 penduduk dan di Muangthai mencapai 14 orang dalam 100.000 penduduk (data tahun 1970, dikutip dari Archer & Gartner, 1984).
teori social learning perspective berusaha menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif tergantung pada banyak faktor situasional, yaitu: pengalaman masa lalu orang tersebut, rewards yang diasosiasikan dengan tindakan agresif pada masa lalu atau saat ini, dan sikap serta nilai yang membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresif.
Proses-proses belajar sosial yang dapat menimbulkan perilaku agresif:
1. Classical conditioning. Perilaku agresif terjadi karena adanya proses mengasosiasikan suatu stimulus dengan stimulus lainnya. Contoh: pelajar STM X yang sering tawuran dengan pelajar STM Y akan mengasosiasikan pelajar STM Y sebagai musuh/ancaman sehingga mereka akan berperilaku agresif (ingin memukul/berkelahi) ketika melihat pelajar STM Y atau orang yang memakai seragam STM Y.
2. Operant Conditioning. Perilaku agresif terjadi akibat adanya reward yang diperoleh setelah melakukan perilaku agresif tersebut. Reward tersebut bersifat tangible (memperoleh sesuatu yang dia mau), sosial (dikagumi/disegani oleh kelompoknya), dan internal (meningkatkan self-esteem orang tersebut). Contoh: A sering berkelahi dan menganggu temannya karena ia merasa disegani oleh teman-temannya dengan melakukan tindakan agresif tersebut.
3. Modelling (meniru). Perilaku agresif terjadi karena seseorang meniru seseorang yang ia kagumi. Contoh: seorang anak kecil yang mengagumi seorang petinju terkenal akan cenderung meniru tingkah laku petinju favoritnya tersebut, misalnya menonjok temannya.
4. Observational Learning. Perilaku agresif terjadi karena seseorang mengobservasi individu lain melakukannya baik secara langsung maaupun tidak langsung. Contoh: seorang anak kecil memiting tangan temannya setelah menonton acara Smack Down.
5. Social Comparison. Perilaku agresif terjadi karena seseorang membandingkan dirinya dengan kelompok atau orang lain yang disukai. Contoh: seorang anak yang bergaul dengan kelompok berandalan jadi ikut-ikutan suka berkelahi atau berkata-kata kasar karena ia merasa harus bertingkah laku seperti itu agar dapat diterima oleh kelompoknya.
6. Learning by Experience. Perilaku agresif terjadi karena pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh orang tersebut. Contoh: anak yang sejak kecil sering mengalami perilaku agresif (berkelahi/dipukuli) cenderung akan menjadi anak yg agresif (suka berkelahi).
Bentuk-Bentuk Dilenquency
Identitas Anak Punk dalam Berita Kriminal
(Kasus-kasus Pemberitaan Kenakalan Anak)
Pemberitaan mengenai kenakalan yang dilakukan oleh anak pengikut subkultur punk sering mengidentifikasikan mereka sebagai “anak punk”, “Punkers” atau “remaja punk”. Sebutan “anak punk” menunjukkan pengkaitan identitas subkultur anak dengan perilakunya. Pemberitaan semacam ini dapat menyebabkan terbangunnya pandangan masyarakat tentang perilaku subkultur. Hal ini pada akhirnya dapat berlanjut ke bentuk-bentuk prasangka terhadap mereka yang termasuk dalam suatu subkultur tertentu.
Subkultur Punk muncul sekitar tahun 1970 an di Inggris. Punk mulai populer setelah munculnya grup-grup band Sex Pistol, Velvet Underground, The Ramones, dan lainnya. Grup-grup musik ini menjadi suatu cambuk dalam memicu munculnya suatu gaya hidup Punk di kalangan anak-anak muda saat itu. Munculnya Punk didasari atas semangat pemberontakan terhadap segala bentuk kemapaman dalam masyarakat. Semangat ini berasal dari komunitas anak-anak muda kulit putih kelas pekerja di London. Mereka adalah kelompok marginal dalam masyarakatnya, dan tentunya sering menghadapi tekanan persoalan sosial dan ekonomi. Anak-anak muda ini telah mencapai titik jenuh sekaligus pesimis terhadap kehidupannya. Dari keadaan itu maka mereka memulai suatu gaya hidup baru yang berbeda dari kehidupan yang pada saat itu dianggap mapan, (saat itu Inggris sedang dalam masa industrialisasi modern).
Punk mulai masuk ke Indonesia sekitar akhir 1970 an. Masuknya gaya hidup punk ke Indonesia diawali pula oleh masuknya musik-musik beraliran Punk ke Indonesia namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya. Punk di Indonesia pada awalnya hanyalah sebuah komunitas kecil yang tidak terang-terangan menunjukkan gaya hidup Punk. Kemudian anak-anak muda mulai meniru gaya berpakaian dan mulai memahami ideologi dan akhirnya menjadikan Punk sebagai gaya hidupnya. Pada perkembangannya baik di negeri asalnya maupun di Indonesia, Komunitas Punk telah mempunyai suatu subkultur tersendiri yang diakui masyarakat dan terkadang dianggap menyimpang.
Permasalahan
Prasangka yang muncul di masyarakat terhadap suatu subkultur dapat berujung pada munculnya konflik di masyarakat. Subkultur punk sebagai bentuk subkultur pemuda (youth) banyak didalamnya yang berusia anak. Pemberitaan tentang kenakalan anak yang dilakukan oleh anak yang tergabung dalam subkultur punk dan dengan menyebutkan identitas mereka sebagai “anak punk” dapat menyebabkan timbulnya prasangka pada masyarakat tentang “anak-anak punk” lainnya.
Nama : Wilda Ningsi
Nim : 10942008588
Mata kuliah : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
TINDAKAN AGRESI DAN DELINQUENCY
Tindakan Agresi
Tindakan agresi dalam olah raga
A. Pengertian Agresi.
agresi adalah suatu tindakan yang merugikan atau melukai orang lain dan suatu tindakan yang mempunyai arti semangat yang dapat mencapai sebuah kemenangan atau prestasi. Beberapa contoh dalam cabang olahraga yang bermotivasi semangat seperti pemain belakang dalam sepakbola akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan wilayahnya dari serangan pemain depan lawan dengan cara mentakling maupun kontak bodi pada saat perebutan bola. Demikian juga sebaliknya pemain depan lawan akan berusaha merebut bola dengan tujuan mencetak gol kegawang lawan. Seorang pemain tenis akan berusaha memenangkan suatu point dengan cara bermain dekat net agar bola lawan dapat secepatnya dimatikan..
B. Sebab-Sebab Terjadinya Agresi.
Dalam teks terbaru hubungannya dengan psikologi sosial olahraga. Cratty (Cratty, 1983) memasukkan sejumlahsebab-sebab terjadinya suatu agresi antara lain; a) kecenderungan faktor-faktor sosial meliputi perasaan negatif bangsa-bangsa yang digambarkan dalam kompetisi olahraga, b) hadiah dan hukuman dikelola oleh anggota keluarga sebelum dan selama individu berkompetisi olahraga, c) pengaruh-pengaruh dari model-model agresif siapa saja yang berhasil, d) penggiatan aktivitas dan fitnes, e) perasaan tentang akibat-akibat dendam, mengganggu aktivitas kapasitas agresi dan arti yang dilihat pada aksi agresor.
Bentuk-Bentuk Dilenquency
KENAKALAN REMAJA
A. PERGAULAN BEBAS REMAJA
Perilaku yang penuh dengan kebebasan seringkali mengarah pada kenakalan yang sangat mencemaskan Sangat menyedihkan saat perilaku ini mengakibatkan tingginya angka aborsi dikalangan remaja. Karena perilaku yang tidak bertanggung jawab, maka seringkali kehamilan terjadi diluar kehendak mereka. Maklum, akibat kurangnya pengetahuan dan sikap sembrono. Sangat berbahaya mengingat hal ini menyangkut jiwa manusia dan kesehatan reproduksinya dimasa mendatang. Ketidaksadaran akan hal ini sungguh sangat mengkuatirkan. Hal lain yang patut dikuatirkan adalah penggunaan obat terlarang yang marak beredar di pesta-pesta anak muda. Gaya hidup dengan pergaulan seks yang tidak bertanggung jawab juga mereka lakukan pada pacar sendiri. Dan dianggap sebagai ungkapan rasa cinta bila mereka akhirnya bisa tidur bersama. Banyak dilihat kasus-kasus narkoba yang mengarah pada sifat suka mencuri atau bahkan merampok. Konsumsi narkoba memerlukan biaya yang tidak sedikit.
B. PENGARUH TEKNOLOGI BAGI REMAJA
Setiap teknologi memberikan efek positif dan negatif Setiap individu dari kita akan merasa senang dengan kehadiran produk atau layanan yang lebih canggih dan praktis. Tidak terkecuali teknologi internet yang telah merobohkan batas dunia dan media televisi yang menyajikan hiburan, informasi serta berita aktual. Setelah kita memasuki era kehidupan dengan sistem komunikasi global, dengan kemudahan mengakses informasi baik melalui media cetak, TV, internet, komik, media ponsel, dan DVD bajakan yang berkeliaran di masyarakat, tentunya memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan kita. Setiap fenomena yang ada dan terjadi di dunia, tentunya akan memberikan nilai positif sekaligus negatif.
Masalah ini Sangat tergantung pada pola pikir dan landasan hidup pribadi masing-masing. Maraknya penggunaan ponsel telah menurunkan interaksi individu secara langsung. Hal ini akan cenderung membuat pola hidup manusia menjadi indivualistis. Dampak negatif ini tentunya dapat dikurangi bahkan dihindari jika saja si pengguna memiliki pemahaman/pengetahuan, etika dan sikap yang kuat (bijak-positif) untuk memanfaatkan sesuatu secara selektif dan tepat guna.
C. FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA
1. Kurangnya Kasih Sayang Orang Tua. .
2. Pergaulan Dengan Teman Yang Tidak Sebaya.
3. Peran Dari Perkembangan Iptek Yang Berdampak Negatif
4. Tidak Adanya Bimbingan Kepribadian Dari Sekolah.
5. Dasar-Dasar Agama Yang Kurang.
6. Tidak Adanya Media Penyalur Bakat Dan Hobinya
7. Kebebasan Yang Berlebihan
8. Masalah Yang Dipendam
Nama : Yasmiati
Nim : 10942006640
Mata Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos.I
Tindakan agresi dalam olah raga
A. Pengertian Agresi.
agresi adalah suatu tindakan yang merugikan atau melukai orang lain dan suatu tindakan yang mempunyai arti semangat yang dapat mencapai sebuah kemenangan atau prestasi. Beberapa contoh dalam cabang olahraga yang bermotivasi semangat seperti pemain belakang dalam sepakbola akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan wilayahnya dari serangan pemain depan lawan dengan cara mentakling maupun kontak bodi pada saat perebutan bola. Demikian juga sebaliknya pemain depan lawan akan berusaha merebut bola dengan tujuan mencetak gol kegawang lawan. Seorang pemain tenis akan berusaha memenangkan suatu point dengan cara bermain dekat net agar bola lawan dapat secepatnya dimatikan..
B. Sebab-Sebab Terjadinya Agresi.
Dalam teks terbaru hubungannya dengan psikologi sosial olahraga. Cratty (Cratty, 1983) memasukkan sejumlahsebab-sebab terjadinya suatu agresi antara lain; a) kecenderungan faktor-faktor sosial meliputi perasaan negatif bangsa-bangsa yang digambarkan dalam kompetisi olahraga, b) hadiah dan hukuman dikelola oleh anggota keluarga sebelum dan selama individu berkompetisi olahraga, c) pengaruh-pengaruh dari model-model agresif siapa saja yang berhasil, d) penggiatan aktivitas dan fitnes, e) perasaan tentang akibat-akibat dendam, mengganggu aktivitas kapasitas agresi dan arti yang dilihat pada aksi agresor.
Bentuk-Bentuk Dilenquency
KENAKALAN REMAJA
A. PERGAULAN BEBAS REMAJA
Perilaku yang penuh dengan kebebasan seringkali mengarah pada kenakalan yang sangat mencemaskan Sangat menyedihkan saat perilaku ini mengakibatkan tingginya angka aborsi dikalangan remaja. Karena perilaku yang tidak bertanggung jawab, maka seringkali kehamilan terjadi diluar kehendak mereka. Maklum, akibat kurangnya pengetahuan dan sikap sembrono. Sangat berbahaya mengingat hal ini menyangkut jiwa manusia dan kesehatan reproduksinya dimasa mendatang. Ketidaksadaran akan hal ini sungguh sangat mengkuatirkan. Hal lain yang patut dikuatirkan adalah penggunaan obat terlarang yang marak beredar di pesta-pesta anak muda. Gaya hidup dengan pergaulan seks yang tidak bertanggung jawab juga mereka lakukan pada pacar sendiri. Dan dianggap sebagai ungkapan rasa cinta bila mereka akhirnya bisa tidur bersama. Banyak dilihat kasus-kasus narkoba yang mengarah pada sifat suka mencuri atau bahkan merampok. Konsumsi narkoba memerlukan biaya yang tidak sedikit.
B. PENGARUH TEKNOLOGI BAGI REMAJA
Setiap teknologi memberikan efek positif dan negatif Setiap individu dari kita akan merasa senang dengan kehadiran produk atau layanan yang lebih canggih dan praktis. Tidak terkecuali teknologi internet yang telah merobohkan batas dunia dan media televisi yang menyajikan hiburan, informasi serta berita aktual. Setelah kita memasuki era kehidupan dengan sistem komunikasi global, dengan kemudahan mengakses informasi baik melalui media cetak, TV, internet, komik, media ponsel, dan DVD bajakan yang berkeliaran di masyarakat, tentunya memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan kita. Setiap fenomena yang ada dan terjadi di dunia, tentunya akan memberikan nilai positif sekaligus negatif.
Masalah ini Sangat tergantung pada pola pikir dan landasan hidup pribadi masing-masing. Maraknya penggunaan ponsel telah menurunkan interaksi individu secara langsung. Hal ini akan cenderung membuat pola hidup manusia menjadi indivualistis. Dampak negatif ini tentunya dapat dikurangi bahkan dihindari jika saja si pengguna memiliki pemahaman/pengetahuan, etika dan sikap yang kuat (bijak-positif) untuk memanfaatkan sesuatu secara selektif dan tepat guna.
C. FAKTOR- FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA
1. Kurangnya Kasih Sayang Orang Tua. .
2. Pergaulan Dengan Teman Yang Tidak Sebaya.
3. Peran Dari Perkembangan Iptek Yang Berdampak Negatif
4. Tidak Adanya Bimbingan Kepribadian Dari Sekolah.
5. Dasar-Dasar Agama Yang Kurang.
6. Tidak Adanya Media Penyalur Bakat Dan Hobinya
7. Kebebasan Yang Berlebihan
8. Masalah Yang Dipendam
Nama : Yasmiati
Nim : 10942006640
Mata Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos.I
TINDAKAN AGRESI DAN DELINQUENCY
Tindakan Agresi
TINDAKAN AGRESI MILITER
Agresi militer dari suatu negara merupakan jenis ancaman yang ditempatkan paling utama dalam penggolongan ancaman yang membahayakan atau mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia. Penempatan ancaman agresi pada tingkat paling tinggi berdasarkan pada pertimbangan kemungkinan risiko yang ditimbulkannya, yakni mengancam struktur negara serta eksistensi kedaulatan, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa
Agresi juga dapat berupa bombardemen melalui udara atau laut, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara. Jenis-jenis ancaman tersebut dilakukan ke arah sasaran terpilih yang menjadi pusat kekuatan militer, seperti instalasi peluru kendali, pusat objek vital nasional yang bernilai strategis, atau tempat lain yang diperkirakan menjadi sasaran teroris atau sarang milisi yang radikal.
Agresi juga dapat berupa bombardemen melalui udara atau laut, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara. Jenis-jenis ancaman tersebut dilakukan ke arah sasaran terpilih yang menjadi pusat kekuatan militer, seperti instalasi peluru kendali, pusat objek vital nasional yang bernilai strategis, atau tempat lain yang diperkirakan menjadi sasaran teroris atau sarang milisi yang radikal.
Contoh seperti baru-baru ini, Negara Arab bersedia bila jet-jet tempur Israel melintasi ruang udaranya untuk menggempur sebuah negara berdaulat seperti Iran bila perang telah berkecamuk. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa negara Arab termasuk sebuah ancaman agresi bagi Iran karena telah membiarkan bahkan membuka ruang udaranya untuk di lewati jet-jet tempur milik israel. Dalam tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, juga pernah mengalami tindakan agresi oleh Belanda yang pertama pada tanggal 20 Juli 1941 dan yang ke dua pada tanggal 19 Desember 1948, yang kemudian pada akhirnya dapat di menangkan oleh TNI dengan berbagai siasat peperangan yang di pimpin oleh Panglima Besar Soedirman.(Ars)
Bentuk-Bentuk Delinquency
Subkultur Punk Sebagai Suatu Kenakalan Anak
Punk menjadi suatu kultur yang dianggap menyimpang dalam masyarakat. Penilaian ini dapat terjadi berawal dari semangat memberontak dan anti kemapanan, sedangkan kemapanan adalah hal yang menjadi tujuan hidup dalam masyarakat industri. Pemberontakan ini mengakibatkan adanya anggapan dari masyarakat modern yang biasanya hidup dikawasan perkotaan dan tidak lepas dari kehidupan industrialisasi bahwa budaya Punk adalah budaya yang menyimpang. Dari sini akan timbullah suatu bentuk delinquent subculture yang muncul di masyarakat.
Di Jakarta Komunitas Punk terkadang di justifikasi sebagai pembuat onar dan kekacauan seperti dalam suatu pengalaman yang dikutip dari laporan Bisik.com tentang acara punk di Senayan ini :
“Ibu dari seorang teman saya yang kebetulan lewat jalan itu untuk suatu keperluan bahkan sempat menelepon beberapa orang kerabat dan anaknya untuk memberitahukan agar mereka pada hari itu menghindari areal Senayan yang menurutnya “dipenuhi gerombolan massa anak-anak muda yang tidak jelas di sana”.
Kekerasan yang mereka lakukan kadang muncul sebagai pengaruh minuman keras. Minuman keras sudah tidak terlepas dari kehidupan mereka yang sebagian besar memang peminum minuman keras.
Kekerasan dalam komunitas mereka sendiri tidak jarang terjadi. Perkelahian antar anak Punk atau sekedar saling melakukan tindakan kekerasan ketika mereka berjoget didepan panggung sebuah acara musik punk. Kekerasan saat mereka menikmati musik ini seperti sudah menjadi sebuah ritual dalam komunitas punk. Saling memukul dan saling menendang bahkan bergulat bergulingan menjadi hal yang biasa saat mereka berjoget mengikuti irama lagu. Hal ini mereka anggap sebagai ungkapan kebebasan. Dalam komunitas ini kekerasan tidaklah menjadi sesuatu yang anti sosial. Menurut mereka, mereka melakukan kekerasan biasanya karena mereka diganggu lebih dahulu. Namun mereka bukanlah sumber dari kekacauan.
Di Jakarta Komunitas Punk yang biasanya bermatapencaharian di bidang informal. Misalnya berjualan aksesoris perlengkapan pakaian punk, kaset-kaset punk (yang biasanya bajakan), dan usaha lainnya yang biasanya tidak jauh dari gaya hidup mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang menjadi polisi cepek di putaran-putaran jalan dan menjadi pengamen. Mereka dalam kehidupannya sebagaimana sudut pandang mereka yang anti kemapanan maka dalam hal mata pencaharian mereka tidak mencari untung yang sebesar-besarnya. Mereka mencari uang hanya untuk bertahan dan menikmati hidup serta untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya.
Tidak jarang massa Punk menggelar aksi demonstrasi terhadap pemerintah. Mereka terkadang membawa nama suatu partai dalam aksi-aksinya dimana banyak massa Punk yang tergabung dalam partai politik tersebut. Punk juga mempunyai ideologinya sendiri tentang politik. Ideologi mereka dalam menyikapi proses politik adalah Anarki. Keanarkian ini dianggap sesuai dengan motto Do It Yourself yang mereka anut. Keanarkian ini yang dimaksud ialah tidak adanya pemerintahan.
Hal-hal seperti diataslah yang dapat menyebabkan suatu subkultur Punk dinilai sebagai suatu penyimpangan oleh masyarakat umum. Tidak hanya perorangannya namun juga kebudayaannya itu sendiri. Kebudayaan ini biasanya disosialisasikan ke anak-anak muda sekitar 12-18 tahun. Suatu bentuk kebudayaan yang menawarkan kebebasan dan anti kemapanan yang disosialisasikan kepada anak usia remaja akan sangat mungkin untuk diserap oleh remaja-remaja itu.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
Mata Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos. I
TINDAKAN AGRESI MILITER
Agresi militer dari suatu negara merupakan jenis ancaman yang ditempatkan paling utama dalam penggolongan ancaman yang membahayakan atau mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia. Penempatan ancaman agresi pada tingkat paling tinggi berdasarkan pada pertimbangan kemungkinan risiko yang ditimbulkannya, yakni mengancam struktur negara serta eksistensi kedaulatan, keutuhan wilayah negara dan keselamatan bangsa
Agresi juga dapat berupa bombardemen melalui udara atau laut, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara. Jenis-jenis ancaman tersebut dilakukan ke arah sasaran terpilih yang menjadi pusat kekuatan militer, seperti instalasi peluru kendali, pusat objek vital nasional yang bernilai strategis, atau tempat lain yang diperkirakan menjadi sasaran teroris atau sarang milisi yang radikal.
Agresi juga dapat berupa bombardemen melalui udara atau laut, blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah negara, dan dapat pula berbentuk serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara. Jenis-jenis ancaman tersebut dilakukan ke arah sasaran terpilih yang menjadi pusat kekuatan militer, seperti instalasi peluru kendali, pusat objek vital nasional yang bernilai strategis, atau tempat lain yang diperkirakan menjadi sasaran teroris atau sarang milisi yang radikal.
Contoh seperti baru-baru ini, Negara Arab bersedia bila jet-jet tempur Israel melintasi ruang udaranya untuk menggempur sebuah negara berdaulat seperti Iran bila perang telah berkecamuk. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa negara Arab termasuk sebuah ancaman agresi bagi Iran karena telah membiarkan bahkan membuka ruang udaranya untuk di lewati jet-jet tempur milik israel. Dalam tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, juga pernah mengalami tindakan agresi oleh Belanda yang pertama pada tanggal 20 Juli 1941 dan yang ke dua pada tanggal 19 Desember 1948, yang kemudian pada akhirnya dapat di menangkan oleh TNI dengan berbagai siasat peperangan yang di pimpin oleh Panglima Besar Soedirman.(Ars)
Bentuk-Bentuk Delinquency
Subkultur Punk Sebagai Suatu Kenakalan Anak
Punk menjadi suatu kultur yang dianggap menyimpang dalam masyarakat. Penilaian ini dapat terjadi berawal dari semangat memberontak dan anti kemapanan, sedangkan kemapanan adalah hal yang menjadi tujuan hidup dalam masyarakat industri. Pemberontakan ini mengakibatkan adanya anggapan dari masyarakat modern yang biasanya hidup dikawasan perkotaan dan tidak lepas dari kehidupan industrialisasi bahwa budaya Punk adalah budaya yang menyimpang. Dari sini akan timbullah suatu bentuk delinquent subculture yang muncul di masyarakat.
Di Jakarta Komunitas Punk terkadang di justifikasi sebagai pembuat onar dan kekacauan seperti dalam suatu pengalaman yang dikutip dari laporan Bisik.com tentang acara punk di Senayan ini :
“Ibu dari seorang teman saya yang kebetulan lewat jalan itu untuk suatu keperluan bahkan sempat menelepon beberapa orang kerabat dan anaknya untuk memberitahukan agar mereka pada hari itu menghindari areal Senayan yang menurutnya “dipenuhi gerombolan massa anak-anak muda yang tidak jelas di sana”.
Kekerasan yang mereka lakukan kadang muncul sebagai pengaruh minuman keras. Minuman keras sudah tidak terlepas dari kehidupan mereka yang sebagian besar memang peminum minuman keras.
Kekerasan dalam komunitas mereka sendiri tidak jarang terjadi. Perkelahian antar anak Punk atau sekedar saling melakukan tindakan kekerasan ketika mereka berjoget didepan panggung sebuah acara musik punk. Kekerasan saat mereka menikmati musik ini seperti sudah menjadi sebuah ritual dalam komunitas punk. Saling memukul dan saling menendang bahkan bergulat bergulingan menjadi hal yang biasa saat mereka berjoget mengikuti irama lagu. Hal ini mereka anggap sebagai ungkapan kebebasan. Dalam komunitas ini kekerasan tidaklah menjadi sesuatu yang anti sosial. Menurut mereka, mereka melakukan kekerasan biasanya karena mereka diganggu lebih dahulu. Namun mereka bukanlah sumber dari kekacauan.
Di Jakarta Komunitas Punk yang biasanya bermatapencaharian di bidang informal. Misalnya berjualan aksesoris perlengkapan pakaian punk, kaset-kaset punk (yang biasanya bajakan), dan usaha lainnya yang biasanya tidak jauh dari gaya hidup mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang menjadi polisi cepek di putaran-putaran jalan dan menjadi pengamen. Mereka dalam kehidupannya sebagaimana sudut pandang mereka yang anti kemapanan maka dalam hal mata pencaharian mereka tidak mencari untung yang sebesar-besarnya. Mereka mencari uang hanya untuk bertahan dan menikmati hidup serta untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya.
Tidak jarang massa Punk menggelar aksi demonstrasi terhadap pemerintah. Mereka terkadang membawa nama suatu partai dalam aksi-aksinya dimana banyak massa Punk yang tergabung dalam partai politik tersebut. Punk juga mempunyai ideologinya sendiri tentang politik. Ideologi mereka dalam menyikapi proses politik adalah Anarki. Keanarkian ini dianggap sesuai dengan motto Do It Yourself yang mereka anut. Keanarkian ini yang dimaksud ialah tidak adanya pemerintahan.
Hal-hal seperti diataslah yang dapat menyebabkan suatu subkultur Punk dinilai sebagai suatu penyimpangan oleh masyarakat umum. Tidak hanya perorangannya namun juga kebudayaannya itu sendiri. Kebudayaan ini biasanya disosialisasikan ke anak-anak muda sekitar 12-18 tahun. Suatu bentuk kebudayaan yang menawarkan kebebasan dan anti kemapanan yang disosialisasikan kepada anak usia remaja akan sangat mungkin untuk diserap oleh remaja-remaja itu.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
Mata Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos. I
TINDAKAN-TINDAKAN AGRESI DAN BENTUK-BENTUK DELINQUENCY
NAMA : DARMAWITA
NIM :10942008570
MK :KESEHATAN MENTAL
DOSEN :M.FAHLI ZATRA HADI. S.SOS.I
CONTOH TINDAKAN AGRESI
Foto berikut adalah foto yang memperlihatkan beberapa akibat yang ditimbulkan oleh Agresi Militer Israel terhadap Palestina.
KEKERASAN adalah kejahatan utama. Kejahatan bisa menang hanya dengan orang-orang baik yang tak berbuat apapun. Kekerasan akan selamanya menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah jika tidak ada upaya untuk menghentikannya. Ketika seseorang menduga kekerasan adalah penyelesai masalah, ia sama sekali tak pernah menyadari bahwa kekerasan itu sendirilah yang menjadi masalah.
Kata-kata Edmund Burke itu mengingatkan kita akan fenomena kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi. Mulai dari kekerasan di dalam keluarga (KDRT), kekerasan yang dilakukan aparat, sampai yang terakhir yang menimpa para jemaat HKBP di Bekasi.
Pelaku kekerasan, kata F. Budi Hardiman, adalah manusia-manusia yang dicirikan oleh ketakberdayaan dirinya sebagai individu dan oleh kelemahan dalam komunitasnya. Kekerasan terjadi karena krisis makna dalam diri manusia. Lalu ketika merasa diri mereka tak bermakna, ego mereka pun mengecil dan panik. Di situlah tindakan kekerasan potensial diledakkan.
Dalam pandangan psikoanalisis, setiap kekerasan terjadi karena dipicu oleh sebuah kekuatan dalam diri manusia itu sendiri, yakni kekuatan psikologis yang bersemayam, yang mengobarkan semangat menyerang dan merusak (destruktif). Tindakan agresi manusia ini, seperti tampak pada penjelasan Freud merupakan wujud nyata dari talenta (bawaan) manusia.
Legitimasi “aku” sebagai pihak yang harus diselamatkan merupakan pilihan tak terhindarkan. Perilaku agresif lalu dilihat sebagai hal yang manusiawi (fitrah) dan mewujud dalam “insting libido seksual”. Dimensi “aku” yang melahirkan pelbagai kekerasan di tengah keluarga ini adalah mempertahankan dan menyalurkan hasrat diri dari kecemasan-kecemasan atau neurosi yang mengganggu dirinya, baik dari dalam maupun luar keluarganya.
Dari sisi eksternal, agresi manusia dibangun dari seperangkat struktur luar manusia yang berfungsi untuk selalu menciptakan sifat-sifat destruktif dan keserakahan yang sulit dikendalikannya sendiri. Struktur eksternal ini bisa berupa sisi ekonomi, politik maupun sosio-budaya, dan atas interaksinya dengan manusia lain. Dan tumbuhlah sifat agresi itu.
Rasulullah saw bersabda: “Sesama muslim itu bersaudara. Oleh karena itu, jangan menganiaya dan jangan mendiamkan. Siapa saja yang memperhatikan kepentingan saudaranya, Allah akan memperhatikannya. Siapa saja yang melapangkan satu kesulitan sesama muslim, niscaya Allah akan melapangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitannya pada hari kiamat. Siapa saja yang menutupi kejelakan seorang muslim Allah akan menutupi kejelekannya pada hari kiamat.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Foto berikut adalah foto yang memperlihatkan beberapa akibat yang ditimbulkan oleh Agresi Militer Israel terhadap Palestina.
CONTOH TINDAKAN DELINQUENCY
Seorang siswa melakukan tindakan penyimpangan ketika jam sekolah atau ketika jam istirahat mereka merokok diluar pagar bersama genk-genk atau teman-temannya, hal seperti itu banyak kita jumpai di sekolah menengah, bahkan saat ini siswa yang masih duduk di bangku SD pun sudah merokok. Hal ini biasa terjadi karena kurangnya perhatian dari orang tua sehingga menyebabkan mereka melakukan tindakan yang tidak wajar, bahkan bias menimbulkan penyakit dan meugikan dirinya dan orang tuanya,
TINDAKAN-TINDAKAN AGRESI DAN BENTUK-BENTUK DELINQUENCY
TINDAKAN-TINDAKAN AGRESI
Sifat agresif (suka menyerang) ialah melakukan suatu tindakan kekerasan untuk melukai orang dalam kemarahannya. Biasa dilakukan dengan menendang atau memukul orang, mengatai atau memaki orang dengan kata-kata kasar, memfitnah, dan menggertak serta mengganggu orang lain. Pada umumnya, seorang anak tidak mungkin dengan sengaja ingin melukai orang lain, kalau bukan karena emosinya. Anak yang melakukan kekerasan seperti ini adalah anak yang mau menang sendiri, karena demi mencapai keinginannya tidak lagi memperhatikan hak orang lain. Kadang mereka bersikap tidak peduli dengan sekolahnya sehingga setiap hari ia bertengkar dan membuat masalah. Suatu penyelidikan membuktikan bahwa anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan agresif ketimbang anak perempuan sejak masa kecilnya. Tindakan agresif tidak sama dengan perasaan agresif. Tindakan agresif lebih bersifat mencari permusuhan, sedangkan perasaan agresif lebih menonjolkan pada sifat marah yang tidak dapat dikendalikan. Mungkin benar bahwa amarah tidak dapat dikendalikan, tetapi tetap harus diupayakan untuk dikendalikan.
1. Menghukum kekasaran anak itu dapat dibenarkan, tetapi bukan dengan memukulnya secara kasar. Hal itu akan berakibat kebalikannya, yaitu anak meniru kelakuan orang dewasa. Apabila orangtua menghukum dengan menganiaya, maka anak akan belajar untuk menganiaya orang lain sebagai balasan pelampiasannya.
2. Bentuk agresifitas anak TK ada beberapa macam. Pertama, bentuk verbal, misalnya dengan mengeluarkan kata-kata “kotor” yang mungkin anak tidak mengerti artinya namun hanya meniru saja. Kedua, agresi juga bisa dalam bentuk tindakan fisik. Misalnya menggigit, menendang, mencubit. Semua perilaku ini dimaksudkan untuk menyakiti fisik atau badan. Buss dan Perry (1992) menambahkan dua jenis agresi, yakni kemarahan (anger), dan kebencian (hostility). Agresi yang umumnya terjadi pada anak usia TK adalah hostile aggression yaitu agresi yang ditujukan ke orang lain akibat kesal atau marah pada seseorang.
BENTUK-BENTUK DELIQUENCY
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri) (Santrock, 1995). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2001).
1. Penggunaan waktu luang : kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya. Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
2. pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15-20 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Nama : Nur Hayatun Nufus
Nim : 10942006711
M.Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
Sifat agresif (suka menyerang) ialah melakukan suatu tindakan kekerasan untuk melukai orang dalam kemarahannya. Biasa dilakukan dengan menendang atau memukul orang, mengatai atau memaki orang dengan kata-kata kasar, memfitnah, dan menggertak serta mengganggu orang lain. Pada umumnya, seorang anak tidak mungkin dengan sengaja ingin melukai orang lain, kalau bukan karena emosinya. Anak yang melakukan kekerasan seperti ini adalah anak yang mau menang sendiri, karena demi mencapai keinginannya tidak lagi memperhatikan hak orang lain. Kadang mereka bersikap tidak peduli dengan sekolahnya sehingga setiap hari ia bertengkar dan membuat masalah. Suatu penyelidikan membuktikan bahwa anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan agresif ketimbang anak perempuan sejak masa kecilnya. Tindakan agresif tidak sama dengan perasaan agresif. Tindakan agresif lebih bersifat mencari permusuhan, sedangkan perasaan agresif lebih menonjolkan pada sifat marah yang tidak dapat dikendalikan. Mungkin benar bahwa amarah tidak dapat dikendalikan, tetapi tetap harus diupayakan untuk dikendalikan.
1. Menghukum kekasaran anak itu dapat dibenarkan, tetapi bukan dengan memukulnya secara kasar. Hal itu akan berakibat kebalikannya, yaitu anak meniru kelakuan orang dewasa. Apabila orangtua menghukum dengan menganiaya, maka anak akan belajar untuk menganiaya orang lain sebagai balasan pelampiasannya.
2. Bentuk agresifitas anak TK ada beberapa macam. Pertama, bentuk verbal, misalnya dengan mengeluarkan kata-kata “kotor” yang mungkin anak tidak mengerti artinya namun hanya meniru saja. Kedua, agresi juga bisa dalam bentuk tindakan fisik. Misalnya menggigit, menendang, mencubit. Semua perilaku ini dimaksudkan untuk menyakiti fisik atau badan. Buss dan Perry (1992) menambahkan dua jenis agresi, yakni kemarahan (anger), dan kebencian (hostility). Agresi yang umumnya terjadi pada anak usia TK adalah hostile aggression yaitu agresi yang ditujukan ke orang lain akibat kesal atau marah pada seseorang.
BENTUK-BENTUK DELIQUENCY
John W. Santrock mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri) (Santrock, 1995). Menurut Kartini Kartono, Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2001).
1. Penggunaan waktu luang : kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya. Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
2. pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15-20 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.
Nama : Nur Hayatun Nufus
Nim : 10942006711
M.Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
TINDAKAN-TINDAKAN AGRESI DAN BENTUK-BENTUK DELINQUENCY
TINDAKAN-TINDAKAN AGRESI
Agresi merupakan tindakan menyakiti seseporang dengan kekerasan dengan pisik maupun psikis.yang dapat merugikan orang lain.
a) Contoh seperti baru-baru ini, Negara Arab bersedia bila jet-jet tempur Israel melintasi ruang udaranya untuk menggempur sebuah negara berdaulat seperti Iran bila perang telah berkecamuk. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa negara Arab termasuk sebuah ancaman agresi bagi Iran karena telah membiarkan bahkan membuka ruang udaranya untuk di lewati jet-jet tempur milik israel. Dalam tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, juga pernah mengalami tindakan agresi oleh Belanda yang pertama pada tanggal 20 Juli 1941 dan yang ke dua pada tanggal 19 Desember 1948, yang kemudian pada akhirnya dapat di menangkan oleh TNI dengan berbagai siasat peperangan yang di pimpin oleh Panglima Besar Soedirman.(Ars)
b) tindakan agresi seorang ayah yang tega menampar anaknya ketika ananya melawan saat ayahnya marahianak terdsebut dan tamparan itu menimbulkan bekas dipipi anaknya.ini merupakan agresi pisik.
c) Seorang ibu yang tega mmbuang anaknya di tonk sampah setelah dilahirkan karma ibunya merasa malu karena anak tersebut hasil dari hubungan diluar nikah,karena dibuang di tonk sampah bayi tersebut meninggal dunia.
d) Seorang pemuda membunuh pacarnya dngan cara mutilasi dengan mmotong tubuhnya menjadi tujuh potongan ,tindakan iu dilakukan karena pemuda tersebut mersa marah karena kekasih yang dibunuhnya itu tidak mau di jak menikah.
BENTUK-BENTUK DELINQUENCY
Misalnya seks bebas yan dilakukan oleh remaja dengan temanya
Ngbut,biasanya anak remaja ngebut-ngebut di jalanan. Sehingga menyebabkan terganggunya orang lain dengan tindakan yang di lakukan remaja yang mempunyai geng motor yang menurutnya kelompoknya itu biasa, tapi menurut masyarakat dan orang lain itu meresahkan.
Penyalahgunaan narkoba, remaja banyak terpenaruh pada obat-obat terlarang yang akan merusak dirinya dengan menggunakan obat-obatan terlarang tersebut. Pada kenakalan remaja ini, akan mngakibatkan remaja menjadi rusak masa depannya.
Tawuran anatar pelajar, biasanya tawuran antar pelajar itu disebabkan ingin measa lebih baik anatara pelajar satu dengan pelajar lainnya yang menjadi lawan tawuran.
Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima masyarakat sosial.
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kawalan diri yang cukup dalam hal tingkah laku mereka. Beberapa remaja gagal dalam mengembangkan kawalan diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbezaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membezakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbezaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kawalan diri yang memadai dalam menggunakan perbezaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka.
Nama : Nurhalimah
Nim : 10942008883
M.Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
Agresi merupakan tindakan menyakiti seseporang dengan kekerasan dengan pisik maupun psikis.yang dapat merugikan orang lain.
a) Contoh seperti baru-baru ini, Negara Arab bersedia bila jet-jet tempur Israel melintasi ruang udaranya untuk menggempur sebuah negara berdaulat seperti Iran bila perang telah berkecamuk. Hal tersebut bisa dikatakan bahwa negara Arab termasuk sebuah ancaman agresi bagi Iran karena telah membiarkan bahkan membuka ruang udaranya untuk di lewati jet-jet tempur milik israel. Dalam tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, juga pernah mengalami tindakan agresi oleh Belanda yang pertama pada tanggal 20 Juli 1941 dan yang ke dua pada tanggal 19 Desember 1948, yang kemudian pada akhirnya dapat di menangkan oleh TNI dengan berbagai siasat peperangan yang di pimpin oleh Panglima Besar Soedirman.(Ars)
b) tindakan agresi seorang ayah yang tega menampar anaknya ketika ananya melawan saat ayahnya marahianak terdsebut dan tamparan itu menimbulkan bekas dipipi anaknya.ini merupakan agresi pisik.
c) Seorang ibu yang tega mmbuang anaknya di tonk sampah setelah dilahirkan karma ibunya merasa malu karena anak tersebut hasil dari hubungan diluar nikah,karena dibuang di tonk sampah bayi tersebut meninggal dunia.
d) Seorang pemuda membunuh pacarnya dngan cara mutilasi dengan mmotong tubuhnya menjadi tujuh potongan ,tindakan iu dilakukan karena pemuda tersebut mersa marah karena kekasih yang dibunuhnya itu tidak mau di jak menikah.
BENTUK-BENTUK DELINQUENCY
Misalnya seks bebas yan dilakukan oleh remaja dengan temanya
Ngbut,biasanya anak remaja ngebut-ngebut di jalanan. Sehingga menyebabkan terganggunya orang lain dengan tindakan yang di lakukan remaja yang mempunyai geng motor yang menurutnya kelompoknya itu biasa, tapi menurut masyarakat dan orang lain itu meresahkan.
Penyalahgunaan narkoba, remaja banyak terpenaruh pada obat-obat terlarang yang akan merusak dirinya dengan menggunakan obat-obatan terlarang tersebut. Pada kenakalan remaja ini, akan mngakibatkan remaja menjadi rusak masa depannya.
Tawuran anatar pelajar, biasanya tawuran antar pelajar itu disebabkan ingin measa lebih baik anatara pelajar satu dengan pelajar lainnya yang menjadi lawan tawuran.
Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima masyarakat sosial.
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kawalan diri yang cukup dalam hal tingkah laku mereka. Beberapa remaja gagal dalam mengembangkan kawalan diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbezaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membezakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbezaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kawalan diri yang memadai dalam menggunakan perbezaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka.
Nama : Nurhalimah
Nim : 10942008883
M.Kuliah : Kesehatan Mental 1
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
Tindakan Agresi dan Telegensi
Tindakan Agresi
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.
Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.
Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.
Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.
Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.
Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud.
Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.
Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.
Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.
Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.
Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.
KONSEPSI PERILAKU MENYIMPANG ( Bentuk-Bentuk Telegensi)
Perilaku menyimpang merupakan salah satu problema psikologis, yakni refleksi proses penyesuaian diri manusia dalam kehidupan sosialnya. Karenanya, tidak ada suatu definisi yang bisa dijadikan patokan khusus dari suatu disiplin dengan kriteria tunggal. Sesuai dengan analisis ini, maka istilah perilaku menyimpang sering disejajarkan dengan ’masalah-masalah sosial’ atau ’patalogi sosial’ yang menunjuk pada tinjauan suatu kondisi tertentu dan latar belakang si peninjaunya. Mengenai anggap ini, Cohen (Sadli, 1977: 33), mengatakan bahwa memang tidak ada konsensus dan juga tidak ada istilah perilaku menyimpang, seringkali berhubungan dengan aturan normatif yang dianut dan dimiliki oleh sipenilai pada saat kejadian. Namun berbagi interpretasi mengenai perilaku menyimpang perlu dipahami secara ilmiah; konsep,konsensus, definisi dan sebagainya sehingga terlihat ciri-ciri perilaku tersebut yang berbeda dengan sejumlah tampilan perilaku manusia. Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasan Cohen, salah seorang pakar ilmu-ilmu sosial Amerika, maka definisi umum tentang perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma sosial. Perilaku menyimpang juga dapat diartikan sebagai kelakuan atau keadaan yang diperankan seseorang yang pada umumnya tidak diinginkan oleh masyarakat (disvalued). Cohen (Sadli, 1977:35), membatasi perilaku menyimpang sebagai tingkah laku yang melanggar, bertentangan dan menyimpang dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian yang normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam analisis Sarwono (1994: 63), secara keseluruhan semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga dan lain-lain) merupakan perilaku menyimpang. Hawari (1997:56), melihat perilaku menyimpang sebagai gambaran dari kepribadian seseorang yang antisosial atau terjadi gangguan tingkah laku yang ditandai dengan tiga atau lebih kriteria gejala, seperti; sering mabuk, melakukan seks di luar nikah, seringkali mencuri, merusak barang orang lain, sering melakukan tawuran, dan sebagainya. Menurut Kartono (2005: 15), perilaku menyimpang dapat dipahami sebagai perilaku yang abnormal, karena tingkah laku yang diperankan itu tidak adekuat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Dengan batasan ini, kemudian Kartono (2005:16), menjelaskan dua aspek yang mendasari perilaku menyimpang, yaitu (1) aspek lahiriah yang bisa diamati dengan jelas, seperti kata-kata makian, tidak senonoh, cabul atau kata-kata kotor lainnya; dan (2) aspek simbolik yang tersembunyi, seperti; sikap dalam hidup, emosi, sentimen, itikad tidak baik, motif kejahatan tertentu, dan sebagainya.
Dalam banyak kasus, modus operandi perilaku menyimpang yang terdeteksi dalam realitas tampil dalam berbagai dimensi, motif dan wajah. Selain itu, tingkah laku ini juga dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan terhadap siapa saja dalam kehidupan. Praktik perilaku menyimpang dalam wujud internal individu biasanya digerakkan oleh misalnya; persoalan kesehatan, konsep diri, merasa keterasingan, terkontaminasi dengan beragam keinginan atau hayalan individu yang ingin diwujudkan, pengalaman hidup atau beragam tekanan dalam kehidupan dapat berpengaruh pada perilaku seseorang, dan lain-lain. Sedangkan, lakon perilaku menyimpang dari aspek eksternal bermunculan akibat; ketidak-akuratan informasi dari berinteraksi sosial, pengaruh media massa, atau keadaan dan situasi sosial ekonomi ikut memberi andil kepada orang sehingga melenceng dari aturan berperilau yang sebenarnya, dan sebagainya. Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa perilaku menyimpang identik dengan perbuatan, tindakan atau aktivitas anti sosial, melanggar etika, norma atau nilai-nilai yang dianut masyarakat. Perilaku menyimpang merupakan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan sosial; baik nilai atau norma yang berorientasi pada ajaran agama maupun aturan berperilaku yang dibuat negara. Akar perilaku menyimpang berkaitan erat dengan kebermaknaan proses penyaluran hasrat oleh individu dalam berinterkasi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Tingkah laku menyimpang dalam operasionalnya dapat terjadi dalam berbagai motif, seperti perampokan, pelecehan seksual, perkataan kotor, terror, perzinahan dan sebagainya. Dalam bahasa berbeda, perilaku menyimpang didorong dan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal manusia, sehingga perilaku ini bisa tampak dalam wujud lahiriah yang jelas, dan ada pula yang bersifat simbolik dengan berbagai motif dan nuansa.
PENDEKATAN STUDI PERILAKU MENYIMPANG
Orientasi akademis tentang perilaku menyimpang diwacanakan para sarjana sejak dibentuknya American Social Science Association (ASSA) pada tahun 1865 di Amerika Serikat. Organisasi ini mengintrodusir sejumlah mata pelajaran agar isi pembahasannya berkaitan dengan problem-problem sosial, yang dikenal dengan perilaku menyimpang. Asosiasi tersebut juga menjadikan topik perilaku menyimpang sebagai subjek akademis di perguruan tinggi, khususnya dalam disiplin sosiologi. Berawal dari analisis di atas, maka para ahli sosiologi berusaha menyusun sejumlah pengertian perilaku menyimpang sesuai dengan karakteristik peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sosial. Dalam perkembangannya, masalah perilaku menyimpang dapat ditelusuri melalui berbagai pendekatan, seperti; pandangan biologis, patologis, konsepsi analitis, teori anomie atau reaksi sosial, dan sebagainya. Karenanya, dari analisis masing-masing pendekatan kajian tersebut diketahui beragam karakteristik, tujuan, motif dan gejala perilaku menyimpang hingga peranan menyimpang. Agar lebih terfokus, maka di bawah ini dijelaskan secara rinci sejumlah pendekatan dalam memperlajari perilaku menyimpang sehingga dipahami gelaja dan orientasinya secara signifikan.
1. Pendekatan Biologis dan Patologis
Asumsi dasar padangan biologis dan patologis adalah bahwa ada sesuatu di dalam diri manusia yang berperilaku menyimpang yang membedakan pelaku dari mereka yang tidak bertingkah laku menyimpang. Anggapan ini dipopulerkan oleh Lombroso dan Sheldon yang menganggap penjahat (criminals) sebagai orang-orang yang mempunyai kelainan atau kekhususan biologis. Namun pandangan ini masih mengandung banyak pertanyaan di kalangan sosiolog dan psikolog sosial, dengan argumen bahwa orang sadar dan orang tidak sadar harus dibedakan. Orang sadar yang melakukan perbuatan antisosial dapat diistilahkan dengan perilaku menyimpang, sedangkan orang tidak sadar (psikopat) agak aneh bila dimasukkan dalam kelompok perilaku menyimpang.
2. Pendekatan Konsepsi Analitis
Menurut konsepsi analitis, perbuatan-perbuatan menyimpang sebagai tindakan yang mengancam kehidupan bermasyarakat. Dengan terjadinya pergeseran dari konsep biologis kepada konsepsi analitis, maka akan terjadilah pergeseran analisa dari pihak yang melakukan perilaku menyimpang kepada sasaran tindakannya dapat menjadi kegamangan di dalam masyarakat.Yang menjadi fokus perhatian dalam konsepsi analitis adalah mengadakan analisa mengenai ciri-ciri khas dari berbagai tindakan tertentu yang melanggar aturan normatif, seperti perilaku homoseksual, prostitusi, kenakalan remaja, memaki-maki orang, dan sebagainya.
3. Pendekatan Teori Anomie
Perilaku konform dan perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan sosial dijelaskan dengan adanya struktur sosial yang kaku dan bobrok dan telah menghambat kelompok-kelompok individu tertentu dalam mencapai tujuan kulturil. Situasi yang demikian akan memicu ketegangan psikologis dalam diri individu anggota masyarakat secara berkelanjutan sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan anomie. Menurut teori ini, perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh situasi diskontinutas dalam suatu masyarakat atau terjadinya kevakuman tetentu yang menghambat proses berpikir anggota masyarakat sehingga menimbulkan ketegangan dalam sistem struktur sosial.
4. Pendekatan Reaksi Sosial
Pendekatan ini pada hakikatnya menentang pandangan konsepsi biologi dan analitis. Kedua konsep tersebut melihat gejala penyimpangan perilaku disebabkan oleh faktor-faktor instrinsik dalam diri si pelaku atau dalam perbuatan-perbuatan tertentu. Menurut pendekatan reaksi sosial, perilaku menyimpang terjadi karena adanya pengaruh dari luar individu, apakah situasi, objek atau pranata sosial yang tidak terakomodir pada sebagian anggota masyarakat sehingga menimbulkan suatu reaksi tertentu yang diidentifiksikan sebagai tingkah laku menyimpang. Pendekatan reaksi sosial lebih mementingkan latar belakang sosial pelakunya, yakni proses dasar terjadinya perilaku menyimpang merupakan akibat elaborasi dan kompleksitas persoalan yang dihadapi individu anggota masyarakat sehingga dinilai sebagai sesuatu yang menyimpang ketika orang yang bersangkutan bertindak atau berbuat.
NORMA-NORMA SOSIAL, LINGKUNGAN DAN PERILAKU MENYIMPANG
Diskusi mengenai perilaku menyimpang akan menjadi rancu bila tidak menyinggung masalah norma-norma sosial, karena dalam menetapkan atau mengukur perilaku menyimpang, maka eksistensi norma-norma sosial menjadi tolok ukur terhadap kelakuan atau tindakan tertentu. Sumner (Sadli, 1977:61) menyatakan bahwa the mores can make anything right. Bersumber pada pernyataan ini, maka kajian terhadap perilaku manusia dapat dintentukan pula sesuatu perbuatan yang “tidak baik” atau menyimpang” dari norma-norma sosial. Norma-norma sosial merupakan apa yang harus dan dilarang di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan tertentu. Yang menajdi soal, kebanyakan orang tidak senantiasa sadar akan fungsi dari norma-norma sosial, atau bahkan seringkali mengabaikan norma sosial dalam kehidupannya ketika berhadapan dengan situasi tertentu, sehingga muncul apa yang dinamakan kelakuan menyimpang. Karena itu, jelas bahwa perilaku menyimpang selalu ditetapkan sebagai sesuatu yang normatif, sehingga penjelasan perilaku menyimpang secara langsung atau tidak langsung menyagkut aspek-aspek norma sosial. Di dalam setiap masyarakat, norma-norma sosial biasanya terpusat ada kegiatan-kegiatan sehari-hari yang bermakna bagi setiap anggota masyarakat. Norma-norma sosial yang terpusat ini sering disebut sebagai pranata sosial. Di sisi lain, wacana norma sosial juga dapat ditilik dalam pranata sosial lainnya, seperti pendidikan, agama, politik, hukum, dan kegiatan yang mengatur persoalan ekonomi. Dalam psikologi terkait dengan norma sosial dibahas oleh teori nilai yang dipresentasikan oleh Edward Spranger dalam naskah yang diberi judul “Types of Men” pada tahun 1928. Dalam pandangan Spranger, makna manusia terletak dari sistem nilai yang dimilikinya. Dengan demikian, nilai-nilai yang ada pada manusia selalu mengarahkan tingkahlaku, pikirannya dan kemauan-kemauannya dalam realitas sosial. Karena itu, dalam kerangka lingkungan, Spranger membedakan atas 6 bagian nilai, yaitu nilai politik atau kekuasaan, ekonomi, sosial, teoritis atau ilmiah, estetis dan religius (Sadli, 1977:66). Merujuk Spranger, maka bila dikaitkan dengan perilaku menyimpang yang muncul saban harinya dalam realitas sosial tidak terlepas dari sejauhmana pemahaman terhadap nilai-nilai yang ada. Jika pemahaman terhadap nilai-nilai stabil, maka kondisi perilaku yang tampilpun biasanya sesuai dengan harapan-harapan sosial. Namun bila pengertian terhadap nilai-nilai yang tidak beraturan dan overacting, maka gejala perilaku menyimpang akan bersemi bagaikan jamur dimusim hujan. Oleh karena itu keberadaan norma-norma yang dianut suatu masyarakat menjadi penting diinternalisasikan dan diadopsikan oleh individu dalam kerangka sosial agar praktik perilaku menyimpang dapat diminimalisasikan sedemikian rupa sehingga terciptanya suatu gambaran masyarakat yang berbudaya, beretika, beradap dan bermartabat dalam kehidupan. Di pihak lain, proses pembelajaran dan sosialisasi dalam wujud perilaku yang mulia perlu ditampilkan oleh generasi tua.
Bila ditilik dari segi analisis pendidikan, maka kehadiran perilaku menyimpang pada diri seseorang boleh jadi dipengaruhi oleh model proses belajar yang diterima, diserap dan dicerna seseorang dari berbagi ranah pembelajaran, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil interaksi orang dengan lingkungan beserta isinya akan memberi pengetahuan bagi orang yang bersangkutan. Apa yang dipelajari individu dari ketiga domain menjadi input pendidikan tersebut menjadi key word dalam proses pengaplikasian peran dan perilaku dalam realitas sosial seseorang. Karenanya bagaimana keadaan lingkungan begitulah tumbuh berkembang perilaku seseorang. Bila lingkungan baik, maka baiklah keadaan perilaku orang (sesuai norma yang berlaku), namun bila sebaliknya keadaan pranata sosial, kebiasaan-kebiasan dan aturan-aturan yang berlaku sering diabaikan dan tidak diindahkan dalam suatu masyarakat, maka kondisi tampilan perilaku orang dalam realitas juga sesuai dengan lingkungan yang melingkupinya.
ANALISIS KESEHATAN MENTAL TERHADAP PERILAKU MENYIMPANG
Pemahaman kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai keadaan yang stabil jiwa (tidak resah, tidak mengalami tekanan, seimbang atau tidak berat sebelah). Bila kondisi jiwa tidak serasi, maka keadaan ini yang dinamakan dengan tidak sehat mental, sehingga perilaku yang diperankanpun menjadi amburadul sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Cara-cara menyeimbangkan diri akibat dampak kondisi dan situasi tersebut, ada pada manusia yang mengenainya, baik bersifat biologik, psikologik atau sosiologik sesuai dengan gejala ketidak seimbangan yang dialami manusia. Kondisi ini bisa dirasakan oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. pandangan ilmu kedokteran jiwa, kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan kesehatan jiwa ini berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Hawari, 1996:12).
Gelaja keseimbangan tidaknya mental manusia digerakkan oleh proses interaksi manusia dengan lingkungan sekitar beragam dampak mengenai diri manusia sehingga menimbulkan bermacam ketidak seimbangan. Karena itu, makna kesehatan mental/jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia, dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Dalam kehidupan sosial, beragam wujud perilaku yang bisa diamati kemudian dapat diinterpretasikan, diidentifikasikan, dikategorikan atau diklarifikasikan; mana-nama yang disimpulkan sebagai bentuk jiwa yang sehat meskipun orangnya secara klinis perlu perawatan medis (sakit fisik) dan jiwa yang sakit walaupun secara kasat mata orang sehat wal-afiat. Hal ini berorientasi pada kondisi manusia dalam perkembangannya yang mengalami berbagai persoalan yang harus diatasi dan diperjuangkan untuk hidupnya. Bila suatu persoalan belum dapat dipecahkan akan menjadi tekanan bagi jiwanya, bahkan mengganggu keseimbangan mentalnya. Jikalau mendapat pemecahan masalah yang sehat, maka akan membawa keseimbangan mental kembali, tanpa tekanan dan memberi kepuasan baginya. Namun, andaikata tidak memperoleh proses penyelesaian yang sehat, akan menjadi gangguan yang berlarut bagi keseimbangan mentalnya, bahkan menjadi kesukaran dalam proses kehidupannya.Sehubungan dengan kondisi perilaku manusia yang beragam itu, maka para ahli kesehatan mental berusaha menjelaskan kriteria untuk menggolongkan orang yang dalam keadaan mental sehat, antara lain; (1) memiliki pandangan sehat terhadap kenyataan (diri dan lingkungan sekitar), (2) kemampuan menyesuaikan diri pada segala kemungkinan, dan kemampuan mengatasi persoalan, (3) dapat mencapai kepuasan pribadi dan ketenangan hidup tanpa merugikan orang lain (Meichati, 1969:15). Sementara kriteria yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1959), sebagai berikut:
1) Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya
2) Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya
3) Merasa lebih puas memberi daripada menerima
4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
5) Berhubungan dengan orang lain, tolong menolong dan saling memuaskan
6) Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari
7) Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Beradasarkan kondisi di atas, kemudian WHO (1984) berusaha menyempurnakan batasan sehat mental dengan menambah unsur spiritual (agama), sehingga dalam konteks sekarang yang dinamakan mental sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologis dan sosial, namun juga dalam arti spiritual (agama). karena itu, dengan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa bila semua syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas dapat dipenuhi dalam waktu yang lama atau selama hidup manusia, maka keadaan kesehatan, kesejahteraan dan keseimbangan menjadi konsep sehat mental dalam hidup. Namun bila sebaliknya, tidak terpenuhi sejumlah unsur kriteria kesehatan mental itu, maka bisa dimengerti bagaimana kondisi sehat jiwa yang dimiliki. Dalam konteks inilah muncul apa yang dinamakan dengan perilaku menyimpang, karena tidak mencukupi syarat-syarat sehat psikis pada diri seseorang dan akibatnya dalam realitas sosial tampilan perilaku yang diperankan acapkali berlawanan dengan aturan-aturan, pandangan atau konsep perilaku yang menjadi kebiasaan umum.
Untuk mengantisipasi perilaku menyimpang dan kesehatan mental, paling tidak secara empiris dapat ditangani melalui tiga (3) pendekatan metodologis, yaitu: (1) usaha pencegahan (preventif), (2) usaha penyembuhan/perbaikan (rehabilitatif), dan (3) usaha pemeliharaan (preservatif) (Rahayu, 1994: 112). Kegiatan preventif merupakan usaha menciptakan suasana yang sehat untuk mengembangkan diri, baik secara fisik, psikis, sosial maupun agamis. Aktivitas ini dapat menjadi landasan dalam rangka mengurangi, mencegah dan menghilangkan sebab-sebab perilaku menyimpang yang menjadi kebiasaan buruk dan mengakibatkan gangguan kesehatan mental. Sedangkan aktivitas rehabilitatif merupakan usaha terapi atau memberi pengobatan dalam berbagai wacana; agama, konseling, pendidikan atau latihan-latihan untuk mengembalikan kepercayaan diri, kestabilan jiwa dan menghentikan gerakan perilaku buruk. Kemudian usaha preservatif adalah kegiatan memotivasi, menyemangati dan mengembangkan kondisi aktualisasi diri sehingga kondisi yang sudah stabil, baik dan sehat dapat terjaga selamanya dalam kehidupan. Model pendekatan ini perlu bantuan orang-orang terpercaya sehingga rasa optimisme dan rasa percaya diri terus berkembang tanpa mengingat kembali perilaku buruk.
Nama : INDAH PRATIWIE
NIM : 10942008521
tUGAS : KESEHATAN MENTAL
DOSEN : M.FAHLI ZATRA HADI S.Sos.i
Meskipun semua orang memahami apa itu agresi, namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai definisinya. Ada tiga perbedaan penting. Pertama, apakah kita mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai, ataukah mempunyai maksud melukai disebut juga agresi.
Definisi yang paling sederhana dan yang paling disukai oleh orang yang menggunakan pendekatan behaviorisme, adalah bahwa agresi merupakan perilaku yang melukai orang lain. Keuntungan definisi ini adalah bahwa perilaku itu yang menentukan apakah suatu tindakan bisa dikatakan agresi atau tidak.
Sayangnya definisi ini mengabaikan maksud orang yang melakukan suatu tindakan. Jika kita mengabaikan maksud, seorang pria yang sedang marah bermaksud untuk membunuh pesaing bisnisnya dengan cara menembak dengan pistol, tetapi ternyata senjatanya kosong, maka tindakan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai tindakan agresi.
Meskipun pada kenyataanya pria itu sedang marah dan mencoba melakukan pembunuhan, dia tidak bisa dikatakan agresif karena senjatanya kosong. Sehingga tindakannya tidak berbahaya.
Maksud mempunyai peranan penting dalam penilaian kita tentang agresi. Karena itu, kita mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Konsep ini lebih sulit diterapkan, karena tidak semata-mata tergantung pada perilaku yang nampak.
Sering kali sulit untuk mengetahui maksud seseorang. Tetapi kita akan menerima batasan agresi dengan penuh arti jika kita memperhatikan maksud.
Perbedaan yang kedua adalah antara agresi antisosial dan prososial. Biasanya kita menganggap agresi sebagai sesuatu yang buruk. Memang, tindakan agresif yang timbul dengan maksud untuk melukai seseorang adalah hal yang buruk. Tetapi ada perilaku agresi yang baik.
Kita menghargai polisi yang telah menembak seorang teroris. Yang menjadi masalah apakah tindakan agresif melanggar atau mendukung norma sosial itu telah disepakati. Tindakan kriminal seperti membunuh, kekerasan dan pemukulan jelas melanggar norma sosial disebut antisosial. Sedangkan tindakan prososial adalah yang sesuai dengan hukum, seperti disiplin yang diterapkan orangtua atau kepatuhan terhadap komandan perang dianggap penting.
Beberapa tindakan agresif berada di antara agresi prososial dan agresi antisosial adalah agresi yang disetujui (sanctioned aggression). Ini adalah agresi yang antisosial tetapi masih disetujui oleh masyarakat. Contoh, seorang wanita yang melawan ketika diperkosa atau seorang pemilik toko yang memukul orang yang menyerangnya.
Perbedaan yang ketiga adalah antara perilaku agresi dan perasaan agresi. Misalnya, seperti rasa marah. Perilaku kita yang nampak belum berarti mencerminkan perasaan internal kita. Bisa saja, seseorang yang merasa sangat marah, tetapi tidak menampakkan usaha untuk melukai orang lain. Masyarakat tidak menyetujui sebagian besar bentuk perilaku agresif dan memang hal ini hanya bisa terjadi bila orang senangtiasa mengendalikan perasaan agresifnya.
Kita tidak dapat membiarkan seseorang memukul orang lain, merusak pintu, atau bertindak kasar. Masyarakat sangat mengekang perilaku semacam ini, sehingga sebagian besar orang, termasuk yang selalu marasa marah, jarang bertindak agresif.
KONSEPSI PERILAKU MENYIMPANG ( Bentuk-Bentuk Telegensi)
Perilaku menyimpang merupakan salah satu problema psikologis, yakni refleksi proses penyesuaian diri manusia dalam kehidupan sosialnya. Karenanya, tidak ada suatu definisi yang bisa dijadikan patokan khusus dari suatu disiplin dengan kriteria tunggal. Sesuai dengan analisis ini, maka istilah perilaku menyimpang sering disejajarkan dengan ’masalah-masalah sosial’ atau ’patalogi sosial’ yang menunjuk pada tinjauan suatu kondisi tertentu dan latar belakang si peninjaunya. Mengenai anggap ini, Cohen (Sadli, 1977: 33), mengatakan bahwa memang tidak ada konsensus dan juga tidak ada istilah perilaku menyimpang, seringkali berhubungan dengan aturan normatif yang dianut dan dimiliki oleh sipenilai pada saat kejadian. Namun berbagi interpretasi mengenai perilaku menyimpang perlu dipahami secara ilmiah; konsep,konsensus, definisi dan sebagainya sehingga terlihat ciri-ciri perilaku tersebut yang berbeda dengan sejumlah tampilan perilaku manusia. Oleh karena itu, sesuai dengan penjelasan Cohen, salah seorang pakar ilmu-ilmu sosial Amerika, maka definisi umum tentang perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma sosial. Perilaku menyimpang juga dapat diartikan sebagai kelakuan atau keadaan yang diperankan seseorang yang pada umumnya tidak diinginkan oleh masyarakat (disvalued). Cohen (Sadli, 1977:35), membatasi perilaku menyimpang sebagai tingkah laku yang melanggar, bertentangan dan menyimpang dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian yang normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam analisis Sarwono (1994: 63), secara keseluruhan semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga dan lain-lain) merupakan perilaku menyimpang. Hawari (1997:56), melihat perilaku menyimpang sebagai gambaran dari kepribadian seseorang yang antisosial atau terjadi gangguan tingkah laku yang ditandai dengan tiga atau lebih kriteria gejala, seperti; sering mabuk, melakukan seks di luar nikah, seringkali mencuri, merusak barang orang lain, sering melakukan tawuran, dan sebagainya. Menurut Kartono (2005: 15), perilaku menyimpang dapat dipahami sebagai perilaku yang abnormal, karena tingkah laku yang diperankan itu tidak adekuat, tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Dengan batasan ini, kemudian Kartono (2005:16), menjelaskan dua aspek yang mendasari perilaku menyimpang, yaitu (1) aspek lahiriah yang bisa diamati dengan jelas, seperti kata-kata makian, tidak senonoh, cabul atau kata-kata kotor lainnya; dan (2) aspek simbolik yang tersembunyi, seperti; sikap dalam hidup, emosi, sentimen, itikad tidak baik, motif kejahatan tertentu, dan sebagainya.
Dalam banyak kasus, modus operandi perilaku menyimpang yang terdeteksi dalam realitas tampil dalam berbagai dimensi, motif dan wajah. Selain itu, tingkah laku ini juga dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan terhadap siapa saja dalam kehidupan. Praktik perilaku menyimpang dalam wujud internal individu biasanya digerakkan oleh misalnya; persoalan kesehatan, konsep diri, merasa keterasingan, terkontaminasi dengan beragam keinginan atau hayalan individu yang ingin diwujudkan, pengalaman hidup atau beragam tekanan dalam kehidupan dapat berpengaruh pada perilaku seseorang, dan lain-lain. Sedangkan, lakon perilaku menyimpang dari aspek eksternal bermunculan akibat; ketidak-akuratan informasi dari berinteraksi sosial, pengaruh media massa, atau keadaan dan situasi sosial ekonomi ikut memberi andil kepada orang sehingga melenceng dari aturan berperilau yang sebenarnya, dan sebagainya. Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa perilaku menyimpang identik dengan perbuatan, tindakan atau aktivitas anti sosial, melanggar etika, norma atau nilai-nilai yang dianut masyarakat. Perilaku menyimpang merupakan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan sosial; baik nilai atau norma yang berorientasi pada ajaran agama maupun aturan berperilaku yang dibuat negara. Akar perilaku menyimpang berkaitan erat dengan kebermaknaan proses penyaluran hasrat oleh individu dalam berinterkasi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Tingkah laku menyimpang dalam operasionalnya dapat terjadi dalam berbagai motif, seperti perampokan, pelecehan seksual, perkataan kotor, terror, perzinahan dan sebagainya. Dalam bahasa berbeda, perilaku menyimpang didorong dan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal manusia, sehingga perilaku ini bisa tampak dalam wujud lahiriah yang jelas, dan ada pula yang bersifat simbolik dengan berbagai motif dan nuansa.
PENDEKATAN STUDI PERILAKU MENYIMPANG
Orientasi akademis tentang perilaku menyimpang diwacanakan para sarjana sejak dibentuknya American Social Science Association (ASSA) pada tahun 1865 di Amerika Serikat. Organisasi ini mengintrodusir sejumlah mata pelajaran agar isi pembahasannya berkaitan dengan problem-problem sosial, yang dikenal dengan perilaku menyimpang. Asosiasi tersebut juga menjadikan topik perilaku menyimpang sebagai subjek akademis di perguruan tinggi, khususnya dalam disiplin sosiologi. Berawal dari analisis di atas, maka para ahli sosiologi berusaha menyusun sejumlah pengertian perilaku menyimpang sesuai dengan karakteristik peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sosial. Dalam perkembangannya, masalah perilaku menyimpang dapat ditelusuri melalui berbagai pendekatan, seperti; pandangan biologis, patologis, konsepsi analitis, teori anomie atau reaksi sosial, dan sebagainya. Karenanya, dari analisis masing-masing pendekatan kajian tersebut diketahui beragam karakteristik, tujuan, motif dan gejala perilaku menyimpang hingga peranan menyimpang. Agar lebih terfokus, maka di bawah ini dijelaskan secara rinci sejumlah pendekatan dalam memperlajari perilaku menyimpang sehingga dipahami gelaja dan orientasinya secara signifikan.
1. Pendekatan Biologis dan Patologis
Asumsi dasar padangan biologis dan patologis adalah bahwa ada sesuatu di dalam diri manusia yang berperilaku menyimpang yang membedakan pelaku dari mereka yang tidak bertingkah laku menyimpang. Anggapan ini dipopulerkan oleh Lombroso dan Sheldon yang menganggap penjahat (criminals) sebagai orang-orang yang mempunyai kelainan atau kekhususan biologis. Namun pandangan ini masih mengandung banyak pertanyaan di kalangan sosiolog dan psikolog sosial, dengan argumen bahwa orang sadar dan orang tidak sadar harus dibedakan. Orang sadar yang melakukan perbuatan antisosial dapat diistilahkan dengan perilaku menyimpang, sedangkan orang tidak sadar (psikopat) agak aneh bila dimasukkan dalam kelompok perilaku menyimpang.
2. Pendekatan Konsepsi Analitis
Menurut konsepsi analitis, perbuatan-perbuatan menyimpang sebagai tindakan yang mengancam kehidupan bermasyarakat. Dengan terjadinya pergeseran dari konsep biologis kepada konsepsi analitis, maka akan terjadilah pergeseran analisa dari pihak yang melakukan perilaku menyimpang kepada sasaran tindakannya dapat menjadi kegamangan di dalam masyarakat.Yang menjadi fokus perhatian dalam konsepsi analitis adalah mengadakan analisa mengenai ciri-ciri khas dari berbagai tindakan tertentu yang melanggar aturan normatif, seperti perilaku homoseksual, prostitusi, kenakalan remaja, memaki-maki orang, dan sebagainya.
3. Pendekatan Teori Anomie
Perilaku konform dan perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan sosial dijelaskan dengan adanya struktur sosial yang kaku dan bobrok dan telah menghambat kelompok-kelompok individu tertentu dalam mencapai tujuan kulturil. Situasi yang demikian akan memicu ketegangan psikologis dalam diri individu anggota masyarakat secara berkelanjutan sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan anomie. Menurut teori ini, perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh situasi diskontinutas dalam suatu masyarakat atau terjadinya kevakuman tetentu yang menghambat proses berpikir anggota masyarakat sehingga menimbulkan ketegangan dalam sistem struktur sosial.
4. Pendekatan Reaksi Sosial
Pendekatan ini pada hakikatnya menentang pandangan konsepsi biologi dan analitis. Kedua konsep tersebut melihat gejala penyimpangan perilaku disebabkan oleh faktor-faktor instrinsik dalam diri si pelaku atau dalam perbuatan-perbuatan tertentu. Menurut pendekatan reaksi sosial, perilaku menyimpang terjadi karena adanya pengaruh dari luar individu, apakah situasi, objek atau pranata sosial yang tidak terakomodir pada sebagian anggota masyarakat sehingga menimbulkan suatu reaksi tertentu yang diidentifiksikan sebagai tingkah laku menyimpang. Pendekatan reaksi sosial lebih mementingkan latar belakang sosial pelakunya, yakni proses dasar terjadinya perilaku menyimpang merupakan akibat elaborasi dan kompleksitas persoalan yang dihadapi individu anggota masyarakat sehingga dinilai sebagai sesuatu yang menyimpang ketika orang yang bersangkutan bertindak atau berbuat.
NORMA-NORMA SOSIAL, LINGKUNGAN DAN PERILAKU MENYIMPANG
Diskusi mengenai perilaku menyimpang akan menjadi rancu bila tidak menyinggung masalah norma-norma sosial, karena dalam menetapkan atau mengukur perilaku menyimpang, maka eksistensi norma-norma sosial menjadi tolok ukur terhadap kelakuan atau tindakan tertentu. Sumner (Sadli, 1977:61) menyatakan bahwa the mores can make anything right. Bersumber pada pernyataan ini, maka kajian terhadap perilaku manusia dapat dintentukan pula sesuatu perbuatan yang “tidak baik” atau menyimpang” dari norma-norma sosial. Norma-norma sosial merupakan apa yang harus dan dilarang di dalam suatu masyarakat atau kebudayaan tertentu. Yang menajdi soal, kebanyakan orang tidak senantiasa sadar akan fungsi dari norma-norma sosial, atau bahkan seringkali mengabaikan norma sosial dalam kehidupannya ketika berhadapan dengan situasi tertentu, sehingga muncul apa yang dinamakan kelakuan menyimpang. Karena itu, jelas bahwa perilaku menyimpang selalu ditetapkan sebagai sesuatu yang normatif, sehingga penjelasan perilaku menyimpang secara langsung atau tidak langsung menyagkut aspek-aspek norma sosial. Di dalam setiap masyarakat, norma-norma sosial biasanya terpusat ada kegiatan-kegiatan sehari-hari yang bermakna bagi setiap anggota masyarakat. Norma-norma sosial yang terpusat ini sering disebut sebagai pranata sosial. Di sisi lain, wacana norma sosial juga dapat ditilik dalam pranata sosial lainnya, seperti pendidikan, agama, politik, hukum, dan kegiatan yang mengatur persoalan ekonomi. Dalam psikologi terkait dengan norma sosial dibahas oleh teori nilai yang dipresentasikan oleh Edward Spranger dalam naskah yang diberi judul “Types of Men” pada tahun 1928. Dalam pandangan Spranger, makna manusia terletak dari sistem nilai yang dimilikinya. Dengan demikian, nilai-nilai yang ada pada manusia selalu mengarahkan tingkahlaku, pikirannya dan kemauan-kemauannya dalam realitas sosial. Karena itu, dalam kerangka lingkungan, Spranger membedakan atas 6 bagian nilai, yaitu nilai politik atau kekuasaan, ekonomi, sosial, teoritis atau ilmiah, estetis dan religius (Sadli, 1977:66). Merujuk Spranger, maka bila dikaitkan dengan perilaku menyimpang yang muncul saban harinya dalam realitas sosial tidak terlepas dari sejauhmana pemahaman terhadap nilai-nilai yang ada. Jika pemahaman terhadap nilai-nilai stabil, maka kondisi perilaku yang tampilpun biasanya sesuai dengan harapan-harapan sosial. Namun bila pengertian terhadap nilai-nilai yang tidak beraturan dan overacting, maka gejala perilaku menyimpang akan bersemi bagaikan jamur dimusim hujan. Oleh karena itu keberadaan norma-norma yang dianut suatu masyarakat menjadi penting diinternalisasikan dan diadopsikan oleh individu dalam kerangka sosial agar praktik perilaku menyimpang dapat diminimalisasikan sedemikian rupa sehingga terciptanya suatu gambaran masyarakat yang berbudaya, beretika, beradap dan bermartabat dalam kehidupan. Di pihak lain, proses pembelajaran dan sosialisasi dalam wujud perilaku yang mulia perlu ditampilkan oleh generasi tua.
Bila ditilik dari segi analisis pendidikan, maka kehadiran perilaku menyimpang pada diri seseorang boleh jadi dipengaruhi oleh model proses belajar yang diterima, diserap dan dicerna seseorang dari berbagi ranah pembelajaran, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil interaksi orang dengan lingkungan beserta isinya akan memberi pengetahuan bagi orang yang bersangkutan. Apa yang dipelajari individu dari ketiga domain menjadi input pendidikan tersebut menjadi key word dalam proses pengaplikasian peran dan perilaku dalam realitas sosial seseorang. Karenanya bagaimana keadaan lingkungan begitulah tumbuh berkembang perilaku seseorang. Bila lingkungan baik, maka baiklah keadaan perilaku orang (sesuai norma yang berlaku), namun bila sebaliknya keadaan pranata sosial, kebiasaan-kebiasan dan aturan-aturan yang berlaku sering diabaikan dan tidak diindahkan dalam suatu masyarakat, maka kondisi tampilan perilaku orang dalam realitas juga sesuai dengan lingkungan yang melingkupinya.
ANALISIS KESEHATAN MENTAL TERHADAP PERILAKU MENYIMPANG
Pemahaman kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai keadaan yang stabil jiwa (tidak resah, tidak mengalami tekanan, seimbang atau tidak berat sebelah). Bila kondisi jiwa tidak serasi, maka keadaan ini yang dinamakan dengan tidak sehat mental, sehingga perilaku yang diperankanpun menjadi amburadul sehingga merugikan diri sendiri dan orang lain. Cara-cara menyeimbangkan diri akibat dampak kondisi dan situasi tersebut, ada pada manusia yang mengenainya, baik bersifat biologik, psikologik atau sosiologik sesuai dengan gejala ketidak seimbangan yang dialami manusia. Kondisi ini bisa dirasakan oleh siapa saja dalam kehidupan sehari-hari. pandangan ilmu kedokteran jiwa, kesehatan mental adalah suatu kondisi dimana memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang, dan perkembangan kesehatan jiwa ini berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Hawari, 1996:12).
Gelaja keseimbangan tidaknya mental manusia digerakkan oleh proses interaksi manusia dengan lingkungan sekitar beragam dampak mengenai diri manusia sehingga menimbulkan bermacam ketidak seimbangan. Karena itu, makna kesehatan mental/jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia, dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Dalam kehidupan sosial, beragam wujud perilaku yang bisa diamati kemudian dapat diinterpretasikan, diidentifikasikan, dikategorikan atau diklarifikasikan; mana-nama yang disimpulkan sebagai bentuk jiwa yang sehat meskipun orangnya secara klinis perlu perawatan medis (sakit fisik) dan jiwa yang sakit walaupun secara kasat mata orang sehat wal-afiat. Hal ini berorientasi pada kondisi manusia dalam perkembangannya yang mengalami berbagai persoalan yang harus diatasi dan diperjuangkan untuk hidupnya. Bila suatu persoalan belum dapat dipecahkan akan menjadi tekanan bagi jiwanya, bahkan mengganggu keseimbangan mentalnya. Jikalau mendapat pemecahan masalah yang sehat, maka akan membawa keseimbangan mental kembali, tanpa tekanan dan memberi kepuasan baginya. Namun, andaikata tidak memperoleh proses penyelesaian yang sehat, akan menjadi gangguan yang berlarut bagi keseimbangan mentalnya, bahkan menjadi kesukaran dalam proses kehidupannya.Sehubungan dengan kondisi perilaku manusia yang beragam itu, maka para ahli kesehatan mental berusaha menjelaskan kriteria untuk menggolongkan orang yang dalam keadaan mental sehat, antara lain; (1) memiliki pandangan sehat terhadap kenyataan (diri dan lingkungan sekitar), (2) kemampuan menyesuaikan diri pada segala kemungkinan, dan kemampuan mengatasi persoalan, (3) dapat mencapai kepuasan pribadi dan ketenangan hidup tanpa merugikan orang lain (Meichati, 1969:15). Sementara kriteria yang diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1959), sebagai berikut:
1) Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya
2) Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya
3) Merasa lebih puas memberi daripada menerima
4) Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
5) Berhubungan dengan orang lain, tolong menolong dan saling memuaskan
6) Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari
7) Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.
Beradasarkan kondisi di atas, kemudian WHO (1984) berusaha menyempurnakan batasan sehat mental dengan menambah unsur spiritual (agama), sehingga dalam konteks sekarang yang dinamakan mental sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikologis dan sosial, namun juga dalam arti spiritual (agama). karena itu, dengan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa bila semua syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas dapat dipenuhi dalam waktu yang lama atau selama hidup manusia, maka keadaan kesehatan, kesejahteraan dan keseimbangan menjadi konsep sehat mental dalam hidup. Namun bila sebaliknya, tidak terpenuhi sejumlah unsur kriteria kesehatan mental itu, maka bisa dimengerti bagaimana kondisi sehat jiwa yang dimiliki. Dalam konteks inilah muncul apa yang dinamakan dengan perilaku menyimpang, karena tidak mencukupi syarat-syarat sehat psikis pada diri seseorang dan akibatnya dalam realitas sosial tampilan perilaku yang diperankan acapkali berlawanan dengan aturan-aturan, pandangan atau konsep perilaku yang menjadi kebiasaan umum.
Untuk mengantisipasi perilaku menyimpang dan kesehatan mental, paling tidak secara empiris dapat ditangani melalui tiga (3) pendekatan metodologis, yaitu: (1) usaha pencegahan (preventif), (2) usaha penyembuhan/perbaikan (rehabilitatif), dan (3) usaha pemeliharaan (preservatif) (Rahayu, 1994: 112). Kegiatan preventif merupakan usaha menciptakan suasana yang sehat untuk mengembangkan diri, baik secara fisik, psikis, sosial maupun agamis. Aktivitas ini dapat menjadi landasan dalam rangka mengurangi, mencegah dan menghilangkan sebab-sebab perilaku menyimpang yang menjadi kebiasaan buruk dan mengakibatkan gangguan kesehatan mental. Sedangkan aktivitas rehabilitatif merupakan usaha terapi atau memberi pengobatan dalam berbagai wacana; agama, konseling, pendidikan atau latihan-latihan untuk mengembalikan kepercayaan diri, kestabilan jiwa dan menghentikan gerakan perilaku buruk. Kemudian usaha preservatif adalah kegiatan memotivasi, menyemangati dan mengembangkan kondisi aktualisasi diri sehingga kondisi yang sudah stabil, baik dan sehat dapat terjaga selamanya dalam kehidupan. Model pendekatan ini perlu bantuan orang-orang terpercaya sehingga rasa optimisme dan rasa percaya diri terus berkembang tanpa mengingat kembali perilaku buruk.
Nama : INDAH PRATIWIE
NIM : 10942008521
tUGAS : KESEHATAN MENTAL
DOSEN : M.FAHLI ZATRA HADI S.Sos.i
Tindakan Agresi & Bentuk-Bentuk Delinquensi
Tindakan Agresi:
Tindakan agresi manusia dengan demikian merupakan tindakan tidak sadar, di saat libido memberikan dorongan terhadap alternatif untuk menyelamatkan diri, dan dengan demikian memberikan rasa aman pada dirinya ketika hasrat sudah disalurkan. Fromm memaparkan perilaku agresif itu dilihat dari teori agresi yang dimiliki oleh Lorenz, seorang etholog (biolog yang mempelajari tingkah laku binatang untuk diterapkan pada manusia). Agresi binatang, demikian Lorenz, timbul dari dorongan insting yang sangat kuat (Maghfur, 2000).
Teori ini hampir sama dengan apa yang dipaparkan Freud, yaitu bahwa agresivitas adalah insting yang didorong oleh kekuatan yang secara alami ada. Dan harap diingat bahwa agresivitas ini tidak selalu ditentukan dari lingkungan eksternal; tidak selalu merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar. Bahkan, bisa jadi, rangsangan dari luar tersebut hanyalah merupakan instrumen dan mediator sifat agresi manusia, sehingga energi atau kekuatan agresivitas itu sendiri ada penyalurannya.
Bentuk-bentuk Delinquensi:
adalah Pelecehan akhlak remaja, kalo pelecehan akhlak remaja itu bisa disebut sebagai pelecehan perilaku jika terlihat kasar, pelecehan perilaku terhadap masyarakat remaja itu bisa terjadi,
Secara sadar atau tidak sadar, kita para remaja sering ‘kesenangan’ kalaw ada yang , tidak memberi salam, disiulin, atau bahkan membuat perkara yang tiak mnenangkan di hadapan masyarakat – apalagi kalo cowok itu adalah cowok idola gadis remaja putri dan cowok yang disukai!
…awal dari kemungkinan pelecehan perilaku itu terjadi. Sikap seperti ini perlu diwaspadai. Tanpa disadari, sikap “penerimaan” yang tidak sadar itu bisa aja ditafsirkan sebagai kode “pembolehan” oleh si remaja untuk melakukan perkara yang lebih jauh.
remaja kalo udah dikasih sinyal-sinyal persetujuan misalnya dia ‘kebebasan’ remaja pasti bakal ‘terus-terusan’, karena ya itu tadi udah dianggap sebagai kode “pembolehan” dan di benak dia – remaja ...
Nama : ABDUL HADI BIN BASRI
Nim : 10942008759
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Tindakan agresi manusia dengan demikian merupakan tindakan tidak sadar, di saat libido memberikan dorongan terhadap alternatif untuk menyelamatkan diri, dan dengan demikian memberikan rasa aman pada dirinya ketika hasrat sudah disalurkan. Fromm memaparkan perilaku agresif itu dilihat dari teori agresi yang dimiliki oleh Lorenz, seorang etholog (biolog yang mempelajari tingkah laku binatang untuk diterapkan pada manusia). Agresi binatang, demikian Lorenz, timbul dari dorongan insting yang sangat kuat (Maghfur, 2000).
Teori ini hampir sama dengan apa yang dipaparkan Freud, yaitu bahwa agresivitas adalah insting yang didorong oleh kekuatan yang secara alami ada. Dan harap diingat bahwa agresivitas ini tidak selalu ditentukan dari lingkungan eksternal; tidak selalu merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar. Bahkan, bisa jadi, rangsangan dari luar tersebut hanyalah merupakan instrumen dan mediator sifat agresi manusia, sehingga energi atau kekuatan agresivitas itu sendiri ada penyalurannya.
Bentuk-bentuk Delinquensi:
adalah Pelecehan akhlak remaja, kalo pelecehan akhlak remaja itu bisa disebut sebagai pelecehan perilaku jika terlihat kasar, pelecehan perilaku terhadap masyarakat remaja itu bisa terjadi,
Secara sadar atau tidak sadar, kita para remaja sering ‘kesenangan’ kalaw ada yang , tidak memberi salam, disiulin, atau bahkan membuat perkara yang tiak mnenangkan di hadapan masyarakat – apalagi kalo cowok itu adalah cowok idola gadis remaja putri dan cowok yang disukai!
…awal dari kemungkinan pelecehan perilaku itu terjadi. Sikap seperti ini perlu diwaspadai. Tanpa disadari, sikap “penerimaan” yang tidak sadar itu bisa aja ditafsirkan sebagai kode “pembolehan” oleh si remaja untuk melakukan perkara yang lebih jauh.
remaja kalo udah dikasih sinyal-sinyal persetujuan misalnya dia ‘kebebasan’ remaja pasti bakal ‘terus-terusan’, karena ya itu tadi udah dianggap sebagai kode “pembolehan” dan di benak dia – remaja ...
Nama : ABDUL HADI BIN BASRI
Nim : 10942008759
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Agresi dan Delinquency dalam Kesehatan Mental
Perilaku atau tindakan yang dimunculkan oleh setiap orang berbeda, tergantung dari karakter dan kepribadian setiap orang yang ada pada dirinya. Perilaku ini mengandung dua kutub yang berlawanan, ada yang baik seperti perilaku menolong, ramah terhadap orang lain dan ada perilaku yang buruk contohnya yaitu mencuri, agresi seperti kenakalan remaja yaitu berkelahi, membunuh dan lain-lain. Menurut Kartono (2002), motif yang mendorong remaja melakukan tindak kejahatan dan keasusilaan itu antara lain untuk memuaskan kecenderungan keserakahan, meningkatnya agresivitas dan dorongan seksual, salah asuh dan salah didik orang tua, sehingga anak menjadi manja dan lemah mentalnya, hasrat untuk berkumpul dengan kawan senasib dan sebaya, kesatuan untuk meniru, kecenderungan pembawaan yang patologis atau abnormal, konflik batin diri serta pembelaan diri yang irasional.
Kejahatan yang mereka lakukan pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak lain disebut perilaku agresi. Baron (dalam Sarwono 1988) mengatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut, baik secara fisik seperti memukul, menyiapkan jebakan, mencoba mencegah orang lain untuk mencapai tujuan maupun secara verbal seperti menghina, menyebarkan berita tidak benar, menolak berbicara dengan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran perilaku agresi pada remaja yang tinggal di asrama brimob dan mengapa remaja tersebut berperilaku demikian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara serta didukung dengan foto-foto.
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang pria yang tinggal di Asrama Brimob daerah Bogor. Subjek berada pada periode perkembangan remaja akhir dengan usia 18 tahun.
Dari hasil data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi, diperoleh bahwa saat kecil hingga saat ini subjek mengalami suatu keadaan dimana hal tersebut menimbulkan suatu perilaku agresi yang muncul dalam diri subjek. Perilaku agresi ini terlihat dari berbagai perilaku subjek baik secara fisik maupun verbal seperti aksi pemukulan terhadap orang lain yaitu saat tawuran antar sekolah atau saat terjadi perkelahian antara subjek dengan temannya ataupun antara subjek dengan salah satu saudara kandungnya. Setelah melakukan hal tersebut, perasaan subjek terasa lebih terpuaskan dibandingkan apabila hanya memendam amarah dan perasaan kesalnya tersebut.
Apabila subjek tidak dapat menyalurkan amarah dan perasaan kesalnya tersebut, biasanya subjek memukul barang atau benda apapun yang ada didekatnya sambil berteriak dengan kencang. Jika masalah yang dihadapinya cukup berat, seringkali subjek menkonsumsi minuman keras atau obat-obatan terlarang hingga mabuk. Contoh perilaku agresi lainnya adalah dengan melakukan kebohongan terhadap orang lain dan berbicara kasar atau berbicara dengan nada tinggi apabila subjek sedang marah atau kesal terhadap orang lain. Biasanya subjek mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak senonoh dan nada yang tinggi pada saat subjek berkelahi dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku agresi adalah frustrasi, pola asuh orang tua yang salah, modelling yaitu mencontoh perilaku kasar ayahnya, kesesakan yang diakibatkan perasaan tidak nyaman terhadap tempat tinggal yang terlalu padat dan amarah yang diakibatkan adanya perilaku dari orang lain yang tidak menyenangkan bagi dirinya.
Contoh Delinquency adalah Pelecehan seksual terhadap remaja, kalo pelecehan seksual itu bisa disebut sebagai pelecehan seksual jika terlihat kasar, pelecehan seksual terhadap gadis remaja itu bisa terjadi,
Secara sadar atau tidak sadar, kita para gadis remaja sering ‘kesenangan’ kalaw ada cowok yang ‘colek-colek’, pegang tangan kita, disiulin, atau bahkan diraba-raba – apalagi kalo cowok itu adalah cowok idola gadis remaja putri dan cowok yang disukai!
…awal dari kemungkinan pelecehan seksual. Sikap seperti ini perlu diwaspadai. Tanpa disadari, sikap “penerimaan” yang tidak sadar itu bisa aja ditafsirkan sebagai kode “pembolehan” oleh si pria untuk melakukan aksi yang lebih jauh.
cowok kalo udah dikasih sinyal-sinyal persetujuan misalnya dia ‘menggoda’ seorang gadis remaja pasti bakal ‘terus-terusan’, karena ya itu tadi udah dianggap sebagai kode “pembolehan” dan di benak dia – cewek bisa!
Nama : Maisaroh
Nim : 10942008621
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Kejahatan yang mereka lakukan pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak lain disebut perilaku agresi. Baron (dalam Sarwono 1988) mengatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut, baik secara fisik seperti memukul, menyiapkan jebakan, mencoba mencegah orang lain untuk mencapai tujuan maupun secara verbal seperti menghina, menyebarkan berita tidak benar, menolak berbicara dengan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran perilaku agresi pada remaja yang tinggal di asrama brimob dan mengapa remaja tersebut berperilaku demikian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara serta didukung dengan foto-foto.
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang pria yang tinggal di Asrama Brimob daerah Bogor. Subjek berada pada periode perkembangan remaja akhir dengan usia 18 tahun.
Dari hasil data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi, diperoleh bahwa saat kecil hingga saat ini subjek mengalami suatu keadaan dimana hal tersebut menimbulkan suatu perilaku agresi yang muncul dalam diri subjek. Perilaku agresi ini terlihat dari berbagai perilaku subjek baik secara fisik maupun verbal seperti aksi pemukulan terhadap orang lain yaitu saat tawuran antar sekolah atau saat terjadi perkelahian antara subjek dengan temannya ataupun antara subjek dengan salah satu saudara kandungnya. Setelah melakukan hal tersebut, perasaan subjek terasa lebih terpuaskan dibandingkan apabila hanya memendam amarah dan perasaan kesalnya tersebut.
Apabila subjek tidak dapat menyalurkan amarah dan perasaan kesalnya tersebut, biasanya subjek memukul barang atau benda apapun yang ada didekatnya sambil berteriak dengan kencang. Jika masalah yang dihadapinya cukup berat, seringkali subjek menkonsumsi minuman keras atau obat-obatan terlarang hingga mabuk. Contoh perilaku agresi lainnya adalah dengan melakukan kebohongan terhadap orang lain dan berbicara kasar atau berbicara dengan nada tinggi apabila subjek sedang marah atau kesal terhadap orang lain. Biasanya subjek mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak senonoh dan nada yang tinggi pada saat subjek berkelahi dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku agresi adalah frustrasi, pola asuh orang tua yang salah, modelling yaitu mencontoh perilaku kasar ayahnya, kesesakan yang diakibatkan perasaan tidak nyaman terhadap tempat tinggal yang terlalu padat dan amarah yang diakibatkan adanya perilaku dari orang lain yang tidak menyenangkan bagi dirinya.
Contoh Delinquency adalah Pelecehan seksual terhadap remaja, kalo pelecehan seksual itu bisa disebut sebagai pelecehan seksual jika terlihat kasar, pelecehan seksual terhadap gadis remaja itu bisa terjadi,
Secara sadar atau tidak sadar, kita para gadis remaja sering ‘kesenangan’ kalaw ada cowok yang ‘colek-colek’, pegang tangan kita, disiulin, atau bahkan diraba-raba – apalagi kalo cowok itu adalah cowok idola gadis remaja putri dan cowok yang disukai!
…awal dari kemungkinan pelecehan seksual. Sikap seperti ini perlu diwaspadai. Tanpa disadari, sikap “penerimaan” yang tidak sadar itu bisa aja ditafsirkan sebagai kode “pembolehan” oleh si pria untuk melakukan aksi yang lebih jauh.
cowok kalo udah dikasih sinyal-sinyal persetujuan misalnya dia ‘menggoda’ seorang gadis remaja pasti bakal ‘terus-terusan’, karena ya itu tadi udah dianggap sebagai kode “pembolehan” dan di benak dia – cewek bisa!
Nama : Maisaroh
Nim : 10942008621
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.sos. I
Langgan:
Catatan (Atom)