BIMBINGAN KONSELING SEBAGAI HELPING PROFESIONAL
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & amp; Stone (1966:3) menemukan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Jadi, kata “guidance” berarti pemberian petunjuk, pemberian bimbingan atau tuntunan kepada orang lain yang membutuhkan.
Bimbingan merupakan pemberian pertolongan atau bantuan. Bantuan atau pertolongan itu merupakan hal yang pokok dalam bimbingan. Sekalipun bimbingan itu merupakan pertolongan, namun tidak semua pertolongan dapat disebut sebagai bimbingan. Orang dapat memberikan pertolongan kepada anak yang jatuh agar bangkit, tetapi ini bukan merupakan bimbingan. Pertolongan yang merupakan bimbingan mempunyai sifat-sifat lain yang harus dipenuhi. Jadi, bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu untuk menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, sehingga individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Pengertian Konseling
Konseling (counseling), kadang disebut penyuluhan, adalah suatu bentuk bantuan. Konseling merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan. Ia sekurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu.
Konseling sebagai salah satu upaya profesional adalah berdimensi banyak. Jika dilihat latar belakangnya, konseling muncul karena adanya sejumlah pertanyaan yang perlu dijawab individu dan untuk itu perlu bantuan profesional. Jika dilihat eksistensinya, konseling merupakan salah satu bantuan profesional yang sejajar dengan psikiatris, psikoterapi, kedokteran, dan penyuluhan sosial. Dilihat kedudukannya dalam proses keseluruhan bimbingan, guidance, konseling merupakan bagian integral, atau teknik andalan, bimbingan, dan disini orang lazim menggabungkannya menjadi ”Bimbingan dan Konseling”.
B. Bimbingan Konseling sebagai Helping Profesional
Profession konseling itu sendiri memerlukan seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk menolong orang lain dan sifat positif terhadap klien sebagai manusia yang mempunyai nilai-nilai. Ia haruslah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab yang besar, kesanggupan mengontrol diri, keseimbangan emosi, nilai-nilai yang teratur tanpa kekakuan, kesadaran bahwa mungkin nilai-nilainya berbeda dengan nilai-nilai orang lain, oleh sebab itu adalah hak untuk setiap orang memegang nilai-nilainya sendiri, pengertian mendalam akan masalah-masalah dan hakikat motivasinya, kesungguhan dan kemampuan menahan berbagai tekanan, kemampuan melakukan terapi yang sesuai, termasuk kemampuan mengadakan hubungan profesional dengan klien. Juga latar belakang pendidikan yang luas, perhatian sungguh-sungguh terhadap psikologi, terutama cabang-cabang yang menyentuh aspek terapi.
Juga konselor perlu mengkaji dengan mendalam berbagai cabang psikologi seperti: psikologi perbedaan-perseorangan, psikologi perkembangan, pendidikan, kepribadian, psikologi motivasi, dan psikologi sosial, perlu juga ia mengkaji budaya di mana ia berada dari segi unsur-unsur, masalah-masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan seseorang dalam budaya tersebut.
Di samping itu ia juga perlu mengkaji tentang konseling sebagai suatu cabang psikologi, teori-teorinya, dan metode-metodenya, dan yang paling penting lagi ia mengamalkan konseling di bawah bimbingan ahli-ahli konseling yang berpengalaman. Inilah sebagian keperluan akademik dan profesional yang diperlukan oleh seseorang yang ingin bekerja menjadi seorang konselor.
Amat banyak hubungan antar manusia yang mengandung unsur-unsur pemberian bantuan. Ini memang diperlukan karena berbagai kondisi dilematis, konflik ataupun krisis yang dialami individu dan perlu bantuan segera. Akan tetapi, atas sifat dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian bantuan dapat disebut profesional. Sebagiannya memang profesional, sebagiannya dapat disebut para profesional, dan sebagian lainnya lagi disebut nonprofesional.
Upaya pemberian bantuan, selanjutnya disebut helping, yang dibicarakan di sini, adalah yang profesional sifatnya. Menurut McCully, suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus (exsistential affairs) dengan orang lain dengan maksud agar orang lain tadi memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan, yang merupakan ciri khas kondisi manusia.
Suatu hubungan helping ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan Bruce Shertzer dan dan Shally C. Stone, yang diadaptasikan di sini mengenai ciri-ciri hubungan helping, adalah:
1. Hubungan helping adalah penuh makna, bermanfaat.
2. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
3. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
4. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat.
5. Saling menjalin hubungan karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan/atau perawatan dari orang lain.
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Struktur hubungan helping adalah jelas atau gamblang.
8. Upaya-upaya yang bersifat kerja sama (collaborative) menandai hubungan helping.
9. Orang-orang dalam helping (helper) dapat dengan mudah ditemui atau didekati (approachable) dan terjamin ajeg (konsisten) sebagai pribadi.
10. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.
Konseling pada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping relationship. Setelah mengemukakan jenis-jenis konselor menurut bidang kerja, Sheldon Eisenberg dan Daniel J. Delaney menyebutkan bahwa para kaum profesional dalam bidang-bidang ini (konseling) menganggap diri sebagai helper. Mereka menganggap diri hadir untuk menyediakan layanan helping bagi orang-orang yang ingin atau butuh bantuan.
Para konselor dan/atau para calon konselor agaknya cukup senang dengan ungkapan Lawrence M. Brammer tentang kemungkinan mereka mampu memerankan profesi helping. Brammer mengungkapkan bahwa banyak orang yang mempunyai daya-mampu alamiah, natural, untuk membantu dengan baik karena pengalaman hidupnya yang menguntungkan. Mereka memiliki daya-mampu intelektual untuk memahami dan memperhatikan ciri-ciri helping secara alamiah sehingga lebih dapat menolong orang lain dengan baik. Di dalam helping profesional pribadi konselor merupakan ”instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling. Kondisi ini akan di dukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan klien. Dapat dijelaskan sebagai berikut :
I. Konselor sebagai Pribadi
Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik sebagaimana tuntutan profesi di atas, konselor profesional harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi yang bertugas membantu lainnya. Konselor dituntut memiliki pribadi yang lebih mampu menunjang keefektifan konseling. Jadi keberhasilan dalam konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik. Mengenai ini Leona E. Tyler menyatakan ”pribadi konselor yang amat penting mendukung efektifitas peranannya adalah pribadi yang altruistis, rela berkorban untuk kepentingan orang lain yaitu kepentingan konseli. Dan dijelaskan oleh John J. Pietrofesa, dkk, bahwa para helper mendayagunakan diri mereka sendiri dan mementingkan kemanusiaan dalam pekerjaannya.
Selain itu seorang konselor sebagai fasilitative person perlu memiliki keterampilan-keterampilan lewat latihan dan didikan karena keterampilan kekonseloran akan meningkatkan kualitas pribadi mereka pada taraf yang lebih tinggi, akan tetapi, jelas bahwa pribadi para konselor merupakan alat yang sangat penting sekali dalam hubungan helping.
Adapun pokok-pokok kekhasan pribadi para helper pada umumnya berdasarkan sifat hubungan helping, menurut Brammer, adalah:
!. Awareness of Self and Values (Kesadaran Akan Diri dan Nilai-nilai)
Para helper memerlukan suatu kesadaran tentang posisi-posisi nilai mereka sendiri. Mereka harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan, siapakah saya? Apakah yang penting bagi saya? Apakah signifikansi sosial dari apa yang saya lakukan? Mengapa saya mau menjadi seorang helper? Kesadaran ini membantu para helper membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap helpi mereka dan juga membantu para helper menghindari memperalat secara tak bertanggung jawab atau tak etis terhadap para helpi bagi kepentingan pemuasan kebutuhan diri-pribadi para helper sendiri.
2. Awareness of Cultural Experience (Kesadaran Akan Pengalaman Budaya)
Helper dituntut mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya para helpi. Mengetahui lebih banyak perbedaan antara para helper dan para helpi merupakan hal sangat vital bagi keefektifan hubungan helping. Kelompok orang-orang tertentu seperti para tahanan, pemabuk, kanak-kanak, orang jompo, janda/duda, penyandang cacat-fisik atau mental, siswa-siswa miskin, pria atau wanita, dan semacamnya, sangat mungkin memiliki pengalaman hidup yang sangat berlainan dengan para helper mereka. Para helper profesinal hendaknya mempelajari ciri-khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.
3. Ability to Analyze the Helper’s Own Feeling (Kemampuan Menganalisis Kemampuan Helper Sendiri)
Para helper harus mampu ”menyelami” perasaan-perasaan mereka sendiri, memahami dan menerima perasaan-perasaan mereka. Tidak menggantungkan harapan-harapan sukses terlalu tinggi dan berdiskusi sesama kolega dapat membantu meredakan perasaan-perasan negatif.
4. Ability to Serve as Model and Influencer (Kemampuan Berlayan Sebagai ”Teladan” dan ”Pemimipin” atau Orang ”Berpengaruh”)
Kemampuan para helper sebagai ”pemimpin” atau orang ”berpengaruh”, dan sebagai ”teladan” diperlukan pula dalam proses helping. Meskipun ini tidak berarti bahwa para helper harus menguasai para helpi mereka, para helper harus dapat menunjukkan kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat dan mempunyai rasa percaya diri yang mapan.
5. Altruism
Pribadi yang altruistis ditandai kesediaan berkorban (waktu, tenaga, dan mungkin materi) untuk kepentingan kebahagiaan atau kesenangan orang lain. Dengan kata lain kepuasan para helper diperoleh melalui pemberian peluang memuaskan orang-orang lain.
6. Strong Sense of Ethics (Penghayatan Etik yang Kuat)
Kelompok helper profesional, seperti konselor, memiliki kode etik untuk dipahami dan dipakai serta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap mereka.
7. Responsibility (Tanggung Jawab)
Para helper yang bertanggung jawab menyadari keterbatasan-keterbatasan mereka, sehingga tidak mencanangkan hasil-hasil (tujuan) yang tidak realistis. Mereka akan mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka menyadari keterbatasan diri mereka dan tetap kontak dengan para helpi mereka sampai spesilalis lain itu mengambil tanggung jawab dalam suatu hubungan baru dengan klien. Begitu pula, ketika secara pasti para helper kompeten menangani kasus, mereka tidak membiarkan kasus-kasus para helpi terkatung-katung tanpa penyelesaian.
2. Sikap dan Keterampilan Konselor
• Sikap dasar Konselor
1. Penerimaan
Penerimaan di sini ialah seorang konselor menerima setiap individu klien yang datang padanya, dalam konseling, tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang ”lemah” ataupun yang ”kuat”. Dengan kata lain, konselor mempunyai penerimaan ”apa adanya”, tidak mengandung kesetujuan atau ketaksetujuan terhadap aspek-aspek pribadi individu.
2. Pemahaman
Pemahaman, understanding, berhubungan erat dengan empati. Barrett-Lennard (1959), dan Delaney dan Eisenberg (1972), menggabungkan pernyataan itu menjadi satu, yaitu Empathic-understanding. Keduanya merupakan sikap dasar konselor yang menunjuk pada kecenderungan konselor menyelami tingkah laku, fikiran, dan perasaan klien sedalam mungkin yang dapat dicapai oleh konselor.
3. Kesejatian dan Keterbukaan
Pietrofesa, dkk, maupun Arthur J. Jones, dkk, menegaskan bahwa kesejatian atau ketulusan konselor itu penting sebab klien sudah terbiasa (bosan) dengan kebohongan, keakjujuran, dan ”sandiwara” dalam kehidupan sehari-hari. Ketika klien sedang berhadapan dengan konselor dan menemukan kesejatian maka seorang klien dengan sendirinya akan menemukan suasana meyakinkan untuk pegungkapkan masalah, kerisauan, concerns, secara terbuka, mengiringi keterbukaan konselor.
• Keterampilan dasar Konselor
1. Kompetensi Intelektual
Jelas bahwa keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya. Kompetensi komunikasi merupakan sebagian dari kompetensi intelektual konselor. Oleh karena itu konseling, terutama latar interview, sangat bergantung pada komunikasi yang jelas, maka kunci penting keefektifan konseling adalah kompetensi komunikasi.
2. Kelincahan Karsa-cipta
Di dalam memilih dengan cepat dan tepat respon yang bijak, sangat dperlukan kelincahan karsa-cipta seorang konselor tersebut. Kelincahan ini terutama sekali sangat terasa pentingnya di saat interview konseling dimana klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal atau nonverbal.mulai sejak penerimaan klien, penyiapan interview, penyusunan model konseren/masalah klien, penentuan tujuan dan tujuan khusus, penentuan dan pelaksanaan strategi, sampai pada evaluasi untuk kerja konselor dan klien, penuh dengan proses pengambilan keputusan dan penetapan tindakan. Kebanyakan dari hal ini menuntut kesegeraan dan kelincahan karsa-cipta konselor.
3. Pengembangan Keakraban
Keterampilan lain, namun merupakan syarat yang sangat pokok guna tercipta dan terbina saling-hubungan harmoni antara klien dan konselor, adalah pengembangan keakraban (rapport). Istilah ”pengembangan”, di sini, mencakup menciptakan, pemantapan, dan pelanggengan keakraban selama konseling.
Jika sudah terjalin keakraban yang baik antara konselor dan klien, maka klien akan berbicara secara bebas mengenai dirinya sendiri dan masalah-masalah sesungguhnya yang dialaminya. Jika keakraban itu berhasil dimantapkan dan dipelihara, maka konselor dapat mengembangkan komunikasi dengan berbagai teknik tersedia.
3. Keefektifan Konselor
Kualitas pribadi, sikap dasar, dan keterampilan konselor seperti dibahas di muka merupakan sebagian prasyarat keefektifan konselor. Hal-hal itu merupakan kualitas konselor yang lebih khusus dalam berhubungan atau bekerja dengan klien. Keefektifan konselor tersebut sifatnya lebih luas yaitu mencakup kualitas pribadi, sikap dan persepsi terhadap klien, orang lain, lingkungan, ilmu pengetahuan, profesi, dan bahkan persepsi terhadap diri sendiri.
Kualifikasi dan Kegiatan Profesional seorang Konselor
Kualifikasi
1. Sikap, keterampilan, pengetahuan
• Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya Konselor harus terus-menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain yang mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan kliennya.
• Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, sadar diri dan tidak boleh dogmatis. Disamping itu, konselor harus jujur, tertib, hormat, dan percaya pada paham hidup sehat.
• Ia harus memiliki sikap tanggung jawab terhadap lembaga dan individu yang dilayani, maupun terhadap ikatan profesinya.
• Konselor harus bersikap terbuka terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususny adari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur dalam kode etiknya.
• Dalam menjalankan tugas-tugas layanannya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin, untuk itu ia harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus ynag dikembangkan atas dasar ilmiah.
• Untuk melakukan pekerjaan konselor dengan kewenangan penuh diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku orang, tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan dan pengetahuan-pengetahuan penunjang yang lain. Penguasaan dalam pengetahuan tersebut memerlukan pendidikan lengkap tingkat sarjana di bawah pembinaan ahli.
2. Pengakuan Kewenangan
• Untuk dapat bekerj asebagai konselor atau guru pembimbing diperlukan pengakuan keahlian kewenangan oleh badan khusus yang dibentuk oleh IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) atas dasar wewenang yang diberikan kepada badan tersebut oleh pemerintah.
Kegiatan Profesional
1. Penyimpanan dan penggunaan informasi, seperti :
• Catatan-catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Data tersebut dapat digunakan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor, asalkan identitas klien dirahasiakan
• Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien. Pengguanan informasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalakan untuk kepentingan klien.
• Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
• Adalah kewajiban konselor untuk memegang rahasia klien. Kewajiban ini tetap berlaku, walaupun dia tidak lagi menangani klien atau tidak lagi berdinas sebagai konselor.
2. Testing
• Testing iperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas, misalnya taraf inteligensi, minat, bakat khusus, kecenderungan dalam pribadi seseorang.
• Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
• Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya. Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan tentang arti dan kegunaannya.
3. Riset
• Dalam melakukan riset harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan subjek yang bersangkutan.
• Dalam melaporkan hasil riset dijaga agar identitas subjek dirahasiakan.
4. Layanan Individual, hubungan dengan klien:
• Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien.
• Konselor harus menempatkan kepentingan kliennya di atas kepentingan pribadinya.
• Dalam menjalankan tugasnya konselor tidak membedakan suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan, atau status sosial ekonomi.
5. Konsultasi dan hubungan dengan rekan atau ahli lain
• Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor merasa ragu-ragu tentang sesuatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi untuk itu ia mendapat izin terlebih dahulu dari kliennya.
• Konselor harus mengakhiri hubungan konseling dengan seorang klien bila pada akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan kepada klien tersebut, baik karena kurangnya kemampuan/keahlian atau keterbatasan pribadinya. Dalam hal ini konselor akan mengizinkan klien berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau ia akan mengirimkannya kepada orang atau badan ahli tersebut, tetapi harus atas persetujuan klien.
• Bila pengiriman ke ahli lain disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor untuk menyarankan kepada klien orang atau badan yang mempunyai keahlian penuh.
• Bila konselor berpendapat klien perlu dikirim ke ahli yang disarankan oleh konselor maka konselor mempertimbangkan apa baik buruknya kalau hubungan mau diteruskan lagi.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa salah satu kunci pokok keefektifan konselor adalah adanya suatu sistem untuk mengorganisasikan dan membimbing tingkah laku dalam proses konseling dan untuk memadukan aneka teori, teknik, dan strategi yang mungkin digali dari berbagai sumber bagi mengembangkan kompetensi profesional sendiri. Selanjutnya konseling merupakan suatu proses yang kompleks tempat konselor dituntut melakukan, merespon, seperti mengamati/memperhatikan, mengingat, dan memadukan aneka macam pesan yang terkomunikasi, sambil konselor menciptakan kondisi-kondisi hubungan konseling yang efektif yang memungkinkan klien tulus dan terbuka terhadap konselor. Agar konselor dapat menangani proses tugas kompleks itu, maka ia harus memiliki suatu sistem untuk mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya.
Menurut Brown and Lent (1984), ada empat bidang kegiatan yang berhubungan dengan ahli-ahli psikologi dan konseling profesional, etika, dan isu-isu legal yang sudah diperbaharui (review) yaitu:
1. Memelihara Kerahasiaan
Tentang layanan individu dan kelompok, yang terpenting adalah memelihara kerahasiaan (etika konseling). Rahasia klien tidak boleh dibocorkan kepada siapapun, kecuali atas izin klien misalnya untuk keperluan pengobatan dan pendidikan. Jika koneslor membukakan rahasia klien maka dia akan mengalami hukuman profesi yaitu pencabutan lisensi dan prakteknya.
2. Penelitian dan Publikasi.
Kegiatan profesional lainnya dari koneslor atau psikolog adalah penelitian dan publikasi. Hal ini tetap berkaitan dengan etika profesi. Artinya ada pembatasan hak orang lain yang diteliti sehubungan dengan kerahasiaan, hak pribadi, dan sebagainya, yang harus memperoleh izin dari klien atau pihak-pihak yang diteliti.
Penelitian terhadap individu manusia harus ada aturan kemanusiaan seperti rahasia pribadi, dimana hal itu mendapat perlindungan dari hukum legal negara. Namun bila negara dan individu atau kelompok telah memberi izin maka kegiatan tersebut boleh dilakukan.
3. Kegiatan pendidikan/pengajaran, pelatihan dan internship diluar kampus, seterusnya diteruskan dengan seminar dan lokakarya, merupakan hal yang harus pula dilakukan konselor dan psikolog.
Pengertian profesi adalah pekerjaan yang menuntut dedikasi dan latihan tingkat tinggi serta melibatkan mental dan sikap mental yang baik. Jadi profesi bukanlah sebagai pekerjaan manual. Beberapa jenis profesi yang terkenal misalnya dokter, insinyur, konselor dan guru.
Khusus untuk profesi konseling masih memerlukan perjuangan yang panjang, karena sampai saat ini di negeri ini profesi konseling tersebut masih belum seperti yang diharapkan. Minimal ada tiga hal yang harus dipertimbangkan yaitu: 1.Pendidikan calon konselor, 2. Pelatihan untuk mencapai credit-point tertentu sehingga lulus ujian profesi, 3. Sambutan masyarakat pengguna dan masyarakat ilmiah.
Sesuai definisi di atas maka syarat-syarat suatu profesi konselor adalah: 1. Sikap mental, 2.kepribadian (dedikasi) dan, 3. Pendidikan dan latihan tingkat tinggi. Pada profesi konseling pandangan terhadap klien adalah sebagai manusia yang berinteraksi dengan lingkungan, sehingga perilaku manusia harus dipandang sebagai ekologi manusia dengan lingkungan (ecological).
Nama Kel : Verawati Jevia
Wilda Ningsi
Mata Study : BK I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S. Sos. I
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah, 2010
Prof . Dr. Bimo Walgito.Bimbingan dan konseling: Studi dan karier,Yogyakarta: Andi, 2010 Prof . Dr. Hasan Langgulung. Teori-teori kesehatan Mental, Jakarta: Al Husna, 1986 Andi Mappiare, A.T.Pengantar Konseling dan Psikoterapi,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2004 Dr. Sofyan Willis. Konseling Individual: Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta, 2004
izin baca plus copas materi yah..
BalasPadammakasih...
:-)
👍👍👍
BalasPadam