Foto Aming, Tora Sudiro dan Indra Birowo menunjukkan senyum palsu (Google). Senyum palsu ini pasti pernah dilakukan semua orang, tetapi jauh lebih banyak dilakukan oleh kelompok diplomat, pedagang, politisi dan pekerja hubungan publik (public relation). Senyum palsu ini merupakan manifestasi terbalik dari isi hati. Dengan berbagai alasan seseorang dapat menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan menunjukan kegembiraan dan sepintas dapat meyakinkan orang bahwa ia tulus, jujur, atau polos. Motivasi seperti itu hanya akan berbuah reputasi sebagai tukang menyenangkan orang lain. Jika kita menunjukkan senyum pada orang yang tak kita sukai, maka kita sedang menunjukkan senyum palsu yang disebut phony smiles. Sebaliknya, jika hati kita sedang gundah gulana, sedih, dan susah karena suatu hal, tetapi kita tersenyum untuk menunjukan bahwa kita tegar dan kuat, maka kita melakukan senyum palsu bernama masking smiles. Saat melancarkan senyum ini, kita seperti memakai topeng (masker) untuk menutupi perasaan sedih itu. Ciri penting pada senyum palsu seperti pada gambar ini, atau misalnya kalau kita mengamati politisi atau presenter melakukan masking smiles, mungkin dengan motif ingin menarik simpati, maka kita akan mengamati bahwa meskipun bibir tampak terangkat, tetapi otot di bagian wajah lain misalnya otot yang melingkari mata tampak tegang tapi tidak berkontraksi sempurna. Berbeda dengan senyum spontan atau tulus, apa lagi yang didasari oleh kejujuran dan keikhlasan, sudut bibir kita akan terangkat ke atas diikuti oleh kerutan pada daerah yang melingkari mata.
Foto Ronald dan Sogi menunjukkan kalau mereka sedang marah, Dalam pribadi manusia, ada yang disebut dengan ID (naluri), EGO (saya/aku), dan SUPEREGO (norma). Ketiga hal ini akan membantu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Secara naluriah, manusia akan berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun seperti yang disebut di atas, termasuk mempertahankan diri tentang eksistensinya dalam lingkungan.
Ego (pribadi) merupakan inti dari kesatuan manusia, dan bila terjadi ancaman terhadap ego hal ini merupakan ancaman terhadap tulang punggung (eksistensi) manusia. Sehingga kegagalan/kekecewaan terhadap pencapaian hal tersebut, atau terusiknya ego manusia, salah satunya diungkapkan dengan marah.
Selain sebagai bentuk ekspresi emosi, marah juga merupakan satu bentuk komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius. Dalam hal ini, tentunya juga berkaitan dengan masalah budaya. Dalam budaya masyarakat tertentu, suatu bentuk ekspresi seseorang akan dianggap sebagai bentuk ekspresi marah sedangkan dalam budaya masyarakat lain dianggap biasa-biasa saja, salah satu contoh konkretnya adalah logat bahasa.
Nama : Verawati Jevia
Nim :10942008518
Mata study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S.sos.I
Tiada ulasan:
Catat Ulasan