Mata Kuliah : Bimbingan Dan Konseling Islam 1
KONSEP MANUSIA DALAM KAITAN BIMBINGAN DAN KONSELING
By : UMMU HANI / BPI / SEM 7
Konsep Manusia
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling berharga. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Keindahan manusia itu berpangkal pada diri manusia itu sendiri. Diri manusia sangat indah mau fisiknya , dasar-dasar mental dan kemampuan. Segenap pancaindera yang melekat pada diri manusia mempunyai makna yang jauh melebihi apa yang dimiliki oleh binatang. Selain aspek fisik, manusia juga mempunyai fungsi mental yang mempunyai berbagai kemampuannya seperti berfikir, mencipta, berkeyakinan, berintropeksi dan lain sebagainya. Tentu saja aspek fisik tidak dapat dipisahkan dari aspek mentalnya. Keduanya mesti perlu ada kesatuan untuk membentuk diri manusia yang hidup dan berkembang.
Dari kajian antropologi kita mengetahui bahwa kelompok-kelompok manusia yang paling primitif pun telah berusaha memanfaatkan lingkungan binatang dan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada ketika itu. Kebudayaan manusia terus berkembang tanpa henti. Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju. Yang dahulunya zaman batu berubah menjadi zaman besi yang lebih canggih. Zaman maju pula kemudian diusul oleh zaman atom dan nuklir sebagaimana sekarang. Hakikat manusia sebagai makhluk paling indah dan paling tinggi derajatnya mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman.
Disamping kemajuan dan perkembangan manusia itu terdapat juga perang dan persengketaan antar kelompok manusia bahkan sering terjadi yang membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi kelompok-kelompok manusia yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena keluasan fungsi-fungsi mental-fisik kelompok manusia sehingga memangkas hakikat manusia itu yaitu kesenangan dan kebahagiaan.persengketaan ini kadangkala menjadi peristiwa tragis dan kejam. Keberadaan manusia dengan predikat paling indah dan derajat paling tinggi itu tidak selamanya membawa manusia menjalani kehidupannya dengan kesenangan dan kebahagiaan. Karena manusia sudah dikurniakan kemampuan dengan derajat yang paling tinggi itu maka kesenangan dan kebahagian atau malapetaka kesengseraan berada di tangan manusia itu sendiri.
Dimensi – dimensi Kemanusiaan.
Keberadaan dan kehidupan manusia, baik perorangan maupun kelompok, tampak gejala – gejala mendasar sebagai berikut:
Pertama, antara orang satu dengan orang-orang lainnya terdapat berbagai perbedaan yang kadang-kadang bahkan sangat besar serta terdapat juga persamaan antara sesam manusia. Namun demikian, perbedaan yang terdapat di antara setiap orang sangat banyak dan tak terhitung. Bukan saja perbedaan dari segi fisik saja tapi juga dari segi mental.
Kedua, semua orang memerlukan orang lain. Tiada seorang pun memperoleh kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan apabila orang tidak pernah berperanan terhadapnya. Seorang bayi yang lahir di dunia memerlukan orang lain untuk terus berkembang. Hampir setiap kegiatan manusia memerlukan manusia lain untuk memenuhi sesuatu kebutuhan hidup.
Ketiga, manusia tidak bersifat acak atau sebarangan, tetapi mengikut aturan-aturan tertentu. Hampir semua kegiatan manusia, baik perseorangan maupun kelompok, mengikut aturan tertentu. Seluruh aturan yang ditetapkan pada dasarnya ditujukan demi tercapainya kesenangan dan kebahagiaan manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok dalam arti yang seluas-luasnya.
Keempat, juga dari sudut tinjauan agama, kehidupan tidak semata-mata kehidupan di dunia fana, melainkan juga menjangkau kehidupan di akhirat. Semakin disadari keterkaitan Sang Pencipta, Tuhan Yang Esa. Kesadaran tersebut pada gilirannya mewarnai perikehidupan manuusia, baik secara perseorangan maupun kelompok.
Keempat gejala mendasar yang diuraikan tersebut merupakan dimensi kemanusiaan. Dimensi di sini dimaksudkan sebagai sesuatu yang secara hakiki ada pada manusia di suatu segi, dan di segi lain sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan. Dalam kaitan itu, masing-masing gejala mendasar tersebut dapat dirumuskan sebagai dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagamaan.
Kaitan Bimbingan Konseling Pada Manusia.
Manusia dituntut untuk mampu memperkembangkan dan menyesuaikan diri terhadap masyarakat, dan untuk itu memang manusia telah diperlengkapi dengan berbagai potensi, baik potensi yang berkenaan dengan keindahan dan ketinggian derajat kemanusiaanya maupun berkenaan dengan keempat dimensi kemanusiaannya itu yang memungkinkannya untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.
Pengembangan kemanusiaan seutuhnya hendaknya mencapai pribadi-pribadi yang kediriannya matang, dengan kemampuan sosial yang menyejukkan, kesusialaan yang tinggi, dan keimanan serta ketakwaan yang dalam. Tetapi kenyataannya manusia banyak mempunyai pribadi yang kurang berkembang dan rapuh, kesosialan yang lemah, kesusilaan yang rendah, serta keimanan yang dangkal.
Potensi yang ada dalam diri individu tidak berkembang secara optimal; mereka berbakat tetapi tidak mengembangkan bakatnya, mereka yang bekecerdasan tinggi kurang mendapat rangsangan apatah lagi yang kurang berbakat dan bekecerdasan rendah lebih tersia-sia lagi perkembangannya. Banyak lagi masalah- masalah yang timbul dalam masyarakat akibat kurang bekembangnya dimensi kesosialan dan kesusilaan serta kurang mantapnya pengembangan dimensi keberagamaan.
Semakin deransnya perubahan social yang terjadi dan makin kompleksnya keadaan masyarakat akan meningkatkan derajat rasa tidak aman bagi para remaja dan pemuda. Dalam kaitan ini dirasakan sekolah terlebih –lebih lagi menanggung akibat dari berbagai perubahan besar tersebut. Begitu juga dengan era globalisasi dan informasi akan lebih deras lagi menggoncang masyarakat dan sekolah, kampus dan tatanan kehidupan dari segenap segi.
Diseluruh Negara khusunya Indonesia, upaya pembangunan pendidikan dengan sasaran pemerataan pendidikan sudah berjalan dengan sukses. Namun ada kekhawatiran bahwa upaya kuantitas yang dipacu dengan demikian pesat justru akan mengorbankan kualitas. Gambaran tersebut memperlihatkan sekolah-sekolah kita masih menderita berbagai kekurangan, khususnya yang menyangkut permasalahan siswa. Oleh karena itu sekolah dengan sekuat tenaga perlu menciptakan suasana pengajaran dan suasana kelas yang menyejukkan, bersemangat, luwes dan subur. Isi pengajaran dalam arti yang luas itu secara langsung mengait materi-materi yang relevan dengan keempat dimensi dan pengembangan manusia seutuhnya itu.
Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Adapun misi sekolah adalah menyediakan pelayanan yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannya dan mengatasi permasalahannya, maka segenapkegiatan dan kemudahan yang diselenggarakan sekolah perlu diarahkan ke sana. Di sinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling di samping kegiatan pengajaran. Dalam tugas pelayanan yang luas, bimbingan dan konseling di sekolah adalah pelayanan untuk semua murid yang mengacu pada keseluruhan perkembangan mereka, yang meliputi keempat dimensi kemanusiaanya dalam rangka mewujudkan manusia seutuhnya.
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah telah diterima dan menjadi suatu pekerjaan yang tugas dan ruang lingkupnya jelas. Lebih jauh, mengingatkan bahwa sumber permasalahan anak-anak, remaja, pemuda dan manusia sebagian besar berada di luar sekolah. Maka pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjagkau daerah-daerah yang lebih luas di luar sekolah. Anak-anak, para remaja, dan pemuda bahkan orang-orang dewasa di dalam keluarga, di lembaga-lembaga kerja, dan di dalam organisasi serta lembaga-lembaga kemasyarakatan pada umumnya menghadapi kemungkinan-kemungkinan untuk menghadapi masalah dalam kehidupan dan perkembangannya. Hal itu semua memberikan peluang bagi diselenggarakannya pealayan bimbingan dan konseling kepada mereka yang berada di luar lingkungan sekolah, di masyarakat luas pada umumnya.
Kesimpulan
Hakikat kemanusiaan dapat ditinjau dari ekeempat dimensi kemanusiaannya, yaitu dimensi keindividualan (individualitas), kesosialan (sosialitas), kesusilaan (moralitas), dan keberagamaan (religiusitas). Tinjauan dari kedua sisi itu akan memperlihatkan betapa manusia amat berpotensi untuk menpergembangkan dirinya, untuk menguasai alam, dan untuk mengembangakn budaya setinggi-tingginya demi kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat. Manusia yang utuh, baik menurut pandangan agama, psikologi, maupun sosial-budaya, pada dasarnya adalah mereka yang telah berjaya.
Manusia yang telah berkembang seutuhnya itu diyakini akan mampu menghadapi setiap tantangan dan perubahan yang berkembang di masyarakat sekitarnya. Lebih jauh manusia yang seutuhnya itu diharapkan secara dinamis akan mampu berperanan dalam menjawab tantangan dan perubahan itu, sehingga bukan saja dampak negatif tantangan dan perubahan itu dapat direndam, tetapi juga dapat mencarikan jawaban-jawaban baru yang berdampak positif bagi perkembangan diri dan masyarakat selanjutnya.
Pendidikan yang pada dasarnya mengupayakan pengembangan manusia seutuhnya serta tidak terhindar dari berbagai sumber rintangan dan kegagalan tersebut perlu diselenggarakan secara luas dan mendalam mencakup segenap segi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Pengajaran di kelas-kelas saja ternyata tidak cukup memadai untuk menjawab tuntutan penyelengaraan pendidikan yang luas dan mendalam itu. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan unsur yang perlu dipadukan ke dalam upaya pendidikan secara menyeluruh, baik di sekolah, maupun di luar sekolah.
Sabtu, 30 Oktober 2010
Khamis, 28 Oktober 2010
ekspresi wajah
EKSPRESI WAJAH ORANG
Kumpulan anak SMA tersebut menunjukkan ekspresi mereka masing-masing yang cukup mengangumkan. Tiga orang gadis yang sedang jongkok itu mereka hamper sama gayanya tetapi cewek yang memakia jam itu merasa tidak PD makanya ia melihat gaya temanya yang di samping sehingga ekspresi tangan mereka jauh berbeda.
Berbeda denga gadis-gadis yang berdiri itu mereka menunjukkan ekspresi mereka masing-masing sehingga mermacam-macam gayanya, yang pengen terlihat lebih bagus dengan yang lain. Ada juga yang agak malu tetapi mau, seperti yang berdiri dengan memengang pinggulnya.
Nama : Juli Despriayadi
Nim : 10942007829
Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam
Mata kuliah : Kesehatan Mental
Dosen : M.Fahli Zatra Hadi .S.Sos.I
ekspresi wajah manusia
Dari foto di atas dapat kita lihat ekspresi gaya wajahnya msing-masing. Yang mana cewek yang di tengah-tengah dengan cewek yang tidak memakai jilbab itu ekspresi gaya tangan sama akan tetapi yang wajah yang tidak memakai jilbab agak malu ia hanya melihat ekspresi gaya tangannya saja. Berbeda dengan cewek yang memakai jilbab hitam, dia tidak menunjukkan kesukaan berfoto yang agak malu.padahal ia sangat mau di foto Cuma malu mengikuti gaya temannya yang berdua.
Ekspresi wajah yang memaki jilbab hitam dengan tidak memakai jilbab itu mereka cuma malu-malu padahal mereka sangat mau untuk mengikuti gaya teman yang di tengah-tengahnya.
Nama : Muhammad Aman
Nim : 10942007714
Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam
Mata kuliah : Kesehatan Mental
Dosen : M.Fahli Zatra Hadi .S.Sos.I
ekspresi di kebun teh
ekpresi wajah manusia
ekpresi wajah orang-orang yang ada di gambar melakukan penyesuaian diri antara satu sama yang lain. ekspresi wajah mereka menunjukkan adanya kesamaan, yaitu kepala mereka sama-sama miring. begitu juga dengan gaya tubuh yang agak condong ke belakang namun ada juga di antaranya yang tidak menyesuaikan diri mereka baik dari tangannya, gaya tubuhnya. wajah yang ada tampak biasa-biasa saja dan ada juga ekspresi wajah yang tampak sekali kelelahannya. dan ada yang kelihatannya bisa mendapatka ekspresi ketika difoto.
nama : Indah Pratiwie
nim : 10942008521
ekspresi wajah
eksperi mereka sedang senang ketika difoto.
di mana dua orang cewek, yaitu indah dan Umi melakukan penyesuaian diri di antara mereka berdua. di mana kepala mereka sama miring, namun yang satu miring kekiri dan yang satu lagi miring kekanan. dan tangan mereka juga tidak sama. yang satu terlalu ke atas dan agak menguncup dan yang satunya lagi tangannya ditengah-tengah atau pas didada dan agak mengembang ke samping. dan yang laki-lakinya jugaterjadi penyesuaian diri, yaitu kepala mereka sama-sama miring. dan pandangan mereka semua tertuju ke depan.
nama : Nur Aein
nim : 10942008667
Ekspresi Manusia dalam Pendekatan kesehatan Mental
Ekspresi ketiga bayi ini adalah sedang tertidur pulas, kelelahan setelah pesta Miras, dimana mereka bertiga memiliki ekspresi yang sama.
Para peneliti telah merangkaikan sistem klasifikasi yang berbeda ; salah satunya yang meliputi tujuh kategori keadaan bayi, termasuk tidur nyenyak, mengantuk, waspada dan terfokus, dan terfokus secara kaku.
Nama : Maisaroh
Nim : 10942008621
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi S.sos.I
Ekspresi Manusia dalam Pendekatan kesehatan Mental
Foto Aming, Tora Sudiro dan Indra Birowo menunjukkan ekspresi senyum, senyum mereka menunjukkan bahwa mereka senang di foto (narcisme). Dengan ekspresi senyum yang berbeda-beda. Dengan berbagai alasan seseorang dapat menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan menunjukan kegembiraan dan sepintas dapat meyakinkan orang bahwa ia tulus, jujur, atau polos. Motivasi seperti itu akan berbuah reputasi sebagai tukang menyenangkan orang lain. .
Foto Ronald dan Sogi menunjukkan kalau mereka sedang marah, sebenarnya ekspresi tersebut adalah ekspresi marah yang tidak sebenarnya. Hanya eksent di depan kamera saja. Karena marah yang sebenarnya itu dalam pribadi manusia, ada yang disebut dengan ID (naluri), EGO (saya/aku), dan SUPEREGO (norma). Ketiga hal ini akan membantu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Secara naluriah, manusia akan berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun seperti yang disebut di atas, termasuk mempertahankan diri tentang eksistensinya dalam lingkungan.
Nama : Verawati Jevia
Nim :10942008518
Mata study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S.sos.I
ekspresi wajah
ekspresi wajah
Ekspresinya senyum:lisa berusaha menyesuaikan dirinya dengan teman yang di sebelahnya,walaupun berbeda dengan teman yang sebelahnya tetapi lisa tetap mencoba berusaha untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Ekspresinya bahagia:karena rita bisa menyesuaikan dirinya sendiri dan lingkungan yang sebenarnya,tetapi satu teman yang di sebelahnya tidak bisa sama sekali menyesuaikan diri dengan dirinya,tetapi yang satunya lagi berusaha menyesuaikan dengan dirinya.
Ekspresinya bingung:neni tidak bisa sama sekali menyesuaikan diri dengan kedua temannya,walaupun kedua temannya sudah berusaha untuk berekspresi sama tetapi iya terus beda sendiri, bearti iya tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Nama : sunarti Nim : 10942008848 Jur/sem : Bpi/III Tugas : kesehatan mental Dosen : M.fahli zatra hadi.S.Sos.I
Ekspresi Pendekatan Kesehatan Mental
Foto anak di atas memperlihatkan ekspresi marah, karena di foto secara sembunyi-sembunyi, dan orang yang mengambil fotonya, memperlihatkan ekspresi sedang menertawakannya, karena wajahnya gemuk, sehingga dia merasa tidak terima atas perlakuan tersebut.maka anak tersebut memperlihatkan sikapnya yang maladjustment.
Nama : Irjasmiati
Nim : 10942008496
Mata Study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S.sos.I
Ekspresi Wajah Dalam Pendekatan Kesehatan Mental
Nenek yang memakai baju orange memperlihatkan ekspresi seorang Rocker, karena kemungkinan dia bercita-cita ingin menjadi seorang rocker.
Nenek yang memakai sepatu merah memperlihatkan ekspresi jiwa muda yang seksi, karena dia merasa seperti seorang wanita yang masih muda dan seksi, maka nenek tersebut mempunyai sifat narcisme yang berlebihan, walaupun dia sudah lanjut usia.
Foto nenek yang memegang dompet berwarna cream memperlihatkan ekspresi memamerkan dompetnya yang baru di beli. Ekspresi tersebut menunjukkan bahwa dia ingin lebih gaya dan modis.
Nenek yang memakai syal biru memperlihatkan eksresi bengong, karena bingung mau memperlihatkan ekspresi apa di depan kamera, karena semua ekspresi sudah di gunakan teman-temannya. Jadi dia biasa-biasa saja. Tetapi dia memperlihatkan ekspresi yang hampir sama dengan nenek yang memakai sepatu merah.
Walaupun mereka sesama nenek-nenek tetapi mereka tetap update mengikuti trend zaman sekarang. Mereka menunjukkan ekspresi Maladjustment.
Nama : Nazirah
Nim : 10942008491
Mata study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S.sos.I
ekspresi wajah
Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya. Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. namun juga terjadi pada mamalia lain dan beberapa spesies lainnya.
Manusia dapat mengalami ekspresi wajah tertentu secara sengaja, tapi umumnya ekspresi wajah dialami secara tidak sengaja akibat perasaan atau emosi manusia tersebut. Biasanya amat sulit untuk menyembunyikan perasaan atau emosi tertentu dari wajah, walaupun banyak orang yang merasa amat ingin melakukannya. Misalnya, orang yang mencoba menyembunyikan perasaan bencinya terhadap seseorang, pada saat tertentu tanpa sengaja akan menunjukkan perasaannya tersebut di wajahnya, walaupun ia berusaha menunjukkan ekspresi netral. Hubungan perasaan dan ekspresi wajah juga dapat berjalan sebaliknya, pengamatan menunjukkan bahwa melakukan ekspresi wajah tertentu dengan sengaja (misalnya: tersenyum), dapat mempengaruhi atau menyebabkan perasaan terkait benar-benar terjadi.
Sebagian ekspresi wajah dapat diketahui maksudnya dengan mudah, bahkan oleh anggota spesies yang berbeda, misalnya kemarahan dan kepuasan. Namun, beberapa ekspresi lainnya sulit diartikan, misalnya ketakutan dan kejijikan kadang sulit dibedakan. Selain itu, kadang-kadang suatu wajah dapat disalahartikan mengalami emosi tertentu, karena susunan otot-otot wajah orang tersebut secara alami menyerupai wajah seseorang yang mengalami ekspresi tertentu, misalnya wajah seseorang yang tampak selalu tersenyum.
Foto pertama yaitu pak fahli, hadi dan redzwan mereka bisa saling menyesuaikan diri saling tertawa artinya mereka dalam kesenangan, dan pak fahli mencoba untuk mengajak hadi untuk bercanda atau bergurau. Sedangkan redzwan tertawa melihat mereka berdua.
Oleh : Darmawita
MK : Kesehatan mental
Dosen : M. FAHLI ZATRA HADI, S.SOS.I
ekspresi wajah
Expresi wajah yang ditunjukannya ini adalah expresi sedih yang menunjukan adanya beban fikiran atau tekanan yang diterimanya. Dalam hal ini dia tidak tau apa yang harus dilakukannya lagi. Dalam expersi yang ditunjukannya ini jelas terlihat kesedihan yang sedang menimpanya.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
M.Kuliah : Kesehatan Mental I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
EKSPRESI WAJAH
Pada foto diatas tampak tiga orang anak yang berbeda ekspresi wajah antara satu dan yang lainya.dapat dilihat anak laki-laki yang berada didepan kedua anak perempuan dibelakangnya tersebut tidak bisa menyesuaikan posisinya.dan raut wajah anak laki-laki tampak menunjukan kesedihan dan kemurungan.
Dan jika dilihat pada anak perempuan mereka berdua bisa menyesauaikan situasi dengan kedekatan posisinya ,walaupun mereka berdua ekspresi wajahnya satu sama lainya berbeda,jika dilihat anak yang memakai baju putih ekspresi wajahnya menunjukan anak itu malu difoto.lain dengan anak yang disampingnya yang menunjukan bahwa dia tidak malu’malahan dia bisa memberikan ekspresi wajah yang senang.
Dapat kita simpukan tidak semua anak yang dipoto itu senang ada yang suka dan ada yang tidak senang yang itu dapat dilihat daru ekspresi wajahnya anak perempuan yang berbaju putih dan anak laki-laki yang didepanya.lain hal dengan anak yang perempuan yang berbaju coklat dia bisa mengepresikan wajah kalau dia suka difoto,bisa saja dengan kepercayaan diri yang dimilikinya mungkin besar nanti dia bisda menjadi model,dengan kemampuan ekspresi wajahnya yang menurut saya itu menarik.
Nama :Nurhalimah
Nim :10942008883
M.kuliah :Kesehatan Mental 1
Dosen :M.Fahli Zatra Hadi.S.Sos.I
EKSPRESI WAJAH
Foto di atas adalah merupakan foto ekspresi-ekspresi wajah mahasiswa yang sedang berkumpul dengan dosen pembimbing mereka, ini adalah ekspresi-ekspresi wajah setelah mereka mengikuti pengarahan dari dosen mereka. Tampak di atas adalah beberapa ekspresi-ekpresi wajah yang senang dan tidaknya.
Dapat dilihat pada gambar di atas, dosen pembimbing mereka yang sedang minum karena lelah setelah memberikan materi kepada mahasiswanya. Wajahnya terlihat tersenyum karena telah selesai memberikan materi kepada mahasiswanya tersebut dan terlihat sedikit lega karena usainya materi yang harus diberinya kepada para mahasiswanya.
Terlihat salah seorang di antara mereka ada yang lagi pusing karena memikirkan tugas akhirnya tersebut. Bisa dilihat pada salah satu mahsiswa yang memakai baju warna hitam yang duduk di samping dosen pembimbing mereka, yang sedang memegangi keningnya karena pusing juga karena mengantuk. Sedangkan dua mahasiswa yang duduk disebelahnya terlihat tertawa senagang. Ekspresi dari salah satu mahasiswa tersebut dikarenakan adanya factor kedekatan ( karena duduk mereka berdekatan ) jadi, salah satu di antara mereka terbawa oleh suasana teman disampingnya dan itu tanpa disadari oleh mereka.
Nama : Nur Hayatun Nufus
Nim : 10924006711
M.Kuliah : Kesehatan Mental I
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi, S.Sos,I
Ekspresi wajah...Pendekatan hygein mental..
Ekspresi wajah ini, merupakan satu tekanan yang dialami oleh individu ini karena sesuatu yang akan terjadi pada setuasi yang akan berlaku pada pandangan positive ata ngak... ini merupa suatu penasaran bagi beliau untuk memikirkan sesuatu yang bagus untuk tindakan seterusnya untuk kejadian itu.. ini bukan pada stres tapi pada tekanan untuk tindakan seterusnya..
disediakan oleh: Abdul Hadi Bin Basri
Ekspresi Manusia Dalam Pendekatan Kesehatan Mental
Foto Aming, Tora Sudiro dan Indra Birowo menunjukkan senyum palsu (Google). Senyum palsu ini pasti pernah dilakukan semua orang, tetapi jauh lebih banyak dilakukan oleh kelompok diplomat, pedagang, politisi dan pekerja hubungan publik (public relation). Senyum palsu ini merupakan manifestasi terbalik dari isi hati. Dengan berbagai alasan seseorang dapat menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan menunjukan kegembiraan dan sepintas dapat meyakinkan orang bahwa ia tulus, jujur, atau polos. Motivasi seperti itu hanya akan berbuah reputasi sebagai tukang menyenangkan orang lain. Jika kita menunjukkan senyum pada orang yang tak kita sukai, maka kita sedang menunjukkan senyum palsu yang disebut phony smiles. Sebaliknya, jika hati kita sedang gundah gulana, sedih, dan susah karena suatu hal, tetapi kita tersenyum untuk menunjukan bahwa kita tegar dan kuat, maka kita melakukan senyum palsu bernama masking smiles. Saat melancarkan senyum ini, kita seperti memakai topeng (masker) untuk menutupi perasaan sedih itu. Ciri penting pada senyum palsu seperti pada gambar ini, atau misalnya kalau kita mengamati politisi atau presenter melakukan masking smiles, mungkin dengan motif ingin menarik simpati, maka kita akan mengamati bahwa meskipun bibir tampak terangkat, tetapi otot di bagian wajah lain misalnya otot yang melingkari mata tampak tegang tapi tidak berkontraksi sempurna. Berbeda dengan senyum spontan atau tulus, apa lagi yang didasari oleh kejujuran dan keikhlasan, sudut bibir kita akan terangkat ke atas diikuti oleh kerutan pada daerah yang melingkari mata.
Foto Ronald dan Sogi menunjukkan kalau mereka sedang marah, Dalam pribadi manusia, ada yang disebut dengan ID (naluri), EGO (saya/aku), dan SUPEREGO (norma). Ketiga hal ini akan membantu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Secara naluriah, manusia akan berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun seperti yang disebut di atas, termasuk mempertahankan diri tentang eksistensinya dalam lingkungan.
Ego (pribadi) merupakan inti dari kesatuan manusia, dan bila terjadi ancaman terhadap ego hal ini merupakan ancaman terhadap tulang punggung (eksistensi) manusia. Sehingga kegagalan/kekecewaan terhadap pencapaian hal tersebut, atau terusiknya ego manusia, salah satunya diungkapkan dengan marah.
Selain sebagai bentuk ekspresi emosi, marah juga merupakan satu bentuk komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius. Dalam hal ini, tentunya juga berkaitan dengan masalah budaya. Dalam budaya masyarakat tertentu, suatu bentuk ekspresi seseorang akan dianggap sebagai bentuk ekspresi marah sedangkan dalam budaya masyarakat lain dianggap biasa-biasa saja, salah satu contoh konkretnya adalah logat bahasa.
Nama : Verawati Jevia
Nim :10942008518
Mata study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S.sos.I
Foto Ronald dan Sogi menunjukkan kalau mereka sedang marah, Dalam pribadi manusia, ada yang disebut dengan ID (naluri), EGO (saya/aku), dan SUPEREGO (norma). Ketiga hal ini akan membantu manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Secara naluriah, manusia akan berusaha bertahan hidup dengan cara apa pun seperti yang disebut di atas, termasuk mempertahankan diri tentang eksistensinya dalam lingkungan.
Ego (pribadi) merupakan inti dari kesatuan manusia, dan bila terjadi ancaman terhadap ego hal ini merupakan ancaman terhadap tulang punggung (eksistensi) manusia. Sehingga kegagalan/kekecewaan terhadap pencapaian hal tersebut, atau terusiknya ego manusia, salah satunya diungkapkan dengan marah.
Selain sebagai bentuk ekspresi emosi, marah juga merupakan satu bentuk komunikasi. Adakalanya orang lain baru mengerti maksud yang ingin kita sampaikan ketika kita marah. Tanpa marah, orang lain malah menganggap kita main-main atau tidak serius. Dalam hal ini, tentunya juga berkaitan dengan masalah budaya. Dalam budaya masyarakat tertentu, suatu bentuk ekspresi seseorang akan dianggap sebagai bentuk ekspresi marah sedangkan dalam budaya masyarakat lain dianggap biasa-biasa saja, salah satu contoh konkretnya adalah logat bahasa.
Nama : Verawati Jevia
Nim :10942008518
Mata study : Kesehatan Mental
Dosen : M. Fahli Zatra Hadi. S.sos.I
Selasa, 26 Oktober 2010
KONSEP MANUSIA DALAM KAITAN DENGAN BIMBANG KONSELING
KONSEP MANUSIA DALAM KAITAN DENGAN BIMBANG KONSELING
Bimbingan dan konseling berfakus pada manusia, hakikat manusia mendapat keistimewaan di dalam konteks budaya dan kehidupan di masyarakat yang sedang berkembang. Pada dasarnya bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk membantu mengwujudkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun secara individu, yang sesuai dengan berbagai potensi, kelebihan, dan kekurangan, kelemahan, serta permasalahan.
MANUSIA: MAKHLUK PALING INDAH DAN BERDERAJAT PALING TINGGI
Manusia di ciptakan untuk menjadi khalifah ataupun pemimpin di permukaan bumi ini, dari kajian antropologi kita mengetahui bahwa kelompok-kelompok manusia yang paling primitifpun telah berusaha dan manpu mengatasi dab menguasai lingkungannya. Selain itu manusia juga merupakan makhluk social myang tidak bisa hidup tampa orang lain.
Hakikat manusia ini mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tampa henti,dari zaman ke zaman. Menurut sejarah krmanpuan untuk maju dan berkembang ternyata tidak selalu mulus dan setiap saat membawa kesenangan dan kebahagiaan. Perang dan persengketaan antar kelompok bahkan sering terjadi yang membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi kelompok-kelompok manusia yang bersangkutan.
Manusia sebagai mahluk social
Manusia membutuhkan manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Ciri-ciri mahluk sosial adalah :
a. Sebagai mahluk yang tidak dapat lepas dari orang lain manusia memiliki cipta
(kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (perasaan), dan karsa (tujuan).
b. Manusia hidup dalam kelompoknya (keluarga, masyarakat), manusia suci bagi manusia lain (Homosacra Res Homonim), dan engkau adalah aku (Tat Twan Asi)
c. Manusia selalu bersosialisasi, berhubungam, menyesuaikan diri, saling mencintai, menghormati, dan saling menghargai manusia lain dari masa kanak-kanak sampai dengan meningal dunia.
Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
Pengertian dalam islam
Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan segenap kemampuan potensial kepada manusia, yaitu kemampuan yang mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah para hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wujud ketaqwaan manusia pada Tuhan hendaklah seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan manusia dan dunianya.
Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah yang demikian itu, berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku yang tidak keluar dari ketentuan dan petunjuk Allah, dengan hidup serupa itu maka akan tercapailah kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
Artiya: “Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
NAMA:DESNI SAPUTRA
Bimbingan dan konseling berfakus pada manusia, hakikat manusia mendapat keistimewaan di dalam konteks budaya dan kehidupan di masyarakat yang sedang berkembang. Pada dasarnya bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk membantu mengwujudkan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun secara individu, yang sesuai dengan berbagai potensi, kelebihan, dan kekurangan, kelemahan, serta permasalahan.
MANUSIA: MAKHLUK PALING INDAH DAN BERDERAJAT PALING TINGGI
Manusia di ciptakan untuk menjadi khalifah ataupun pemimpin di permukaan bumi ini, dari kajian antropologi kita mengetahui bahwa kelompok-kelompok manusia yang paling primitifpun telah berusaha dan manpu mengatasi dab menguasai lingkungannya. Selain itu manusia juga merupakan makhluk social myang tidak bisa hidup tampa orang lain.
Hakikat manusia ini mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tampa henti,dari zaman ke zaman. Menurut sejarah krmanpuan untuk maju dan berkembang ternyata tidak selalu mulus dan setiap saat membawa kesenangan dan kebahagiaan. Perang dan persengketaan antar kelompok bahkan sering terjadi yang membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi kelompok-kelompok manusia yang bersangkutan.
Manusia sebagai mahluk social
Manusia membutuhkan manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Ciri-ciri mahluk sosial adalah :
a. Sebagai mahluk yang tidak dapat lepas dari orang lain manusia memiliki cipta
(kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (perasaan), dan karsa (tujuan).
b. Manusia hidup dalam kelompoknya (keluarga, masyarakat), manusia suci bagi manusia lain (Homosacra Res Homonim), dan engkau adalah aku (Tat Twan Asi)
c. Manusia selalu bersosialisasi, berhubungam, menyesuaikan diri, saling mencintai, menghormati, dan saling menghargai manusia lain dari masa kanak-kanak sampai dengan meningal dunia.
Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
Pengertian dalam islam
Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan segenap kemampuan potensial kepada manusia, yaitu kemampuan yang mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah para hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wujud ketaqwaan manusia pada Tuhan hendaklah seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan manusia dan dunianya.
Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah yang demikian itu, berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku yang tidak keluar dari ketentuan dan petunjuk Allah, dengan hidup serupa itu maka akan tercapailah kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.
Bebicara tentang agama terhadap kehidupan manusia memang cukup menarik, khususnya Agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari tugas para Nabi yang membimbing dan mengarahkan manusia kearah kebaikan yang hakiki dan juga para Nabi sebagai figure konselor yang sangat mumpuni dalam memecahkan permasalahan (problem solving) yang berkaitan dengan jiwa manusia, agar manusia keluar dari tipu daya syaiton. Seperti tertuang dalam ayat berikut ini :
Artiya: “Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
Dengan kata lain manusia diharapkan saling memberi bimbingan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas manusia itu sendiri, sekaligus memberi konseling agar tetap sabar dan tawakal dalam menghadapi perjalanan kehidupan yang sebenarnya.
NAMA:DESNI SAPUTRA
KONSEP MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN BIMBINGAN KONSELING...
Manusia adalah satu dari sekian banyak mahluk ciptaan tuhan yang diberikan banyak kelebihan dari mahluk yang lain. Manusia adalah mahluk yang utuh dan unik. Sebagai mahluk yang utuh manusia terdiri dari bio psiko sosio dan spiritual.
Manusia adalah terdiri dari satu kesatuan yang merupakan karakteristik dan berakal, memiliki sifat-sifat yang unik yang ditimbulkan oleh berbagai macam-macam kebudayaan.
Dikatakan unik karena manusia memiliki beragai macam perbedaan dengan setiap manusia lain, mempunyai cara yang berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Manusia sebagai mahluk individu, dimana manusia perbedaan dengan manusia lain dalam salah satu atau beberapa segi meliputi bio- psiko sosio dan spiritual.
Manusia adalah ciptaan tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatya. Manusia di ciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Hakekat ke indahan artinya : predikat “ paling indah. “ dan paling tinggi.
Ke indahan berpangkal pada diri sendiri .
1. Manusia sebagai mahluk biologis
Manusia adalah mahluk hidup yang lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan. Sebagai mahluk biologi manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Manusia merupakan susunan sel-sel yang hidup yang membentuk satu jaringan dan jaringan akan bersatu membentuk organ dan system organ. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia dipengaruhi oleh berbagai macam factor meliputi :
1). Faktor lingkungan, meliputi idiologi, politik, ekonomi, budaya, agama.
2). Faktor social, sosialisasi dengan orang lain
3). Faktor fisik : geografis, iklim/cuaca.
4). Factor fisiologis : system tubuh manusia
5). Faktor psikodinamik : kepribadian, konsep diri, cita-cita.
6). Spiritual : pandangan, motivasi, nilai-nilai.
b. Tunduk terhadap hukum alam
c. Memiliki individu
2. Manusia sebagai mahluk psikologis
a. Memiliki struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego dan super ego
b. Dipengaruhi perasaan dan kata hati
c. Memiliki daya pikir dan kecerdasan
d. Memiliki kebutuhan psikologis agar pribadi dapat berkembang
e. Memiliki kepribadian yang unik
3. Manusia sebagai mahluk social
Manusia membutuhkan manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Ciri-ciri mahluk sosial adalah :
a. Sebagai mahluk yang tidak dapat lepas dari orang lain manusia memiliki cipta
(kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (perasaan), dan karsa (tujuan).
b. Manusia hidup dalam kelompoknya (keluarga, masyarakat), manusia suci bagi manusia lain (Homosacra Res Homonim), dan engkau adalah aku (Tat Twan Asi)
c. Manusia selalu bersosialisasi, berhubungam, menyesuaikan diri, saling mencintai, menghormati, dan saling menghargai manusia lain dari masa kanak-kanak sampai dengan meningal dunia.
4. Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
jadi hubungan nya adalah: manusia itu menjadi sebagai objek bimbingan konsling.untuk membantu manusia membuat pilihan-pilihan penyesuaian dalam hubungan situs-situs ter tentu,dan untuk membantu orang-orang menjadi insane yang berguna tidak hanya se kedar mengikut kegiatan-kegiatan yang berguna saja.
Dengan demikian, bimbingan dan konseling mempunyai pengrtian sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada orang lain atau klien yang bermasalah psikis sosial dengan hartapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
NAMA : MUHAMMAD AMAN
NIM : 10924007714
MK : BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
DOSEN PEMBIMBING : M.FAHLI ZATRA HADI S.Sos. I
Manusia adalah terdiri dari satu kesatuan yang merupakan karakteristik dan berakal, memiliki sifat-sifat yang unik yang ditimbulkan oleh berbagai macam-macam kebudayaan.
Dikatakan unik karena manusia memiliki beragai macam perbedaan dengan setiap manusia lain, mempunyai cara yang berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Manusia sebagai mahluk individu, dimana manusia perbedaan dengan manusia lain dalam salah satu atau beberapa segi meliputi bio- psiko sosio dan spiritual.
Manusia adalah ciptaan tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatya. Manusia di ciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Hakekat ke indahan artinya : predikat “ paling indah. “ dan paling tinggi.
Ke indahan berpangkal pada diri sendiri .
1. Manusia sebagai mahluk biologis
Manusia adalah mahluk hidup yang lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan. Sebagai mahluk biologi manusia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Manusia merupakan susunan sel-sel yang hidup yang membentuk satu jaringan dan jaringan akan bersatu membentuk organ dan system organ. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia dipengaruhi oleh berbagai macam factor meliputi :
1). Faktor lingkungan, meliputi idiologi, politik, ekonomi, budaya, agama.
2). Faktor social, sosialisasi dengan orang lain
3). Faktor fisik : geografis, iklim/cuaca.
4). Factor fisiologis : system tubuh manusia
5). Faktor psikodinamik : kepribadian, konsep diri, cita-cita.
6). Spiritual : pandangan, motivasi, nilai-nilai.
b. Tunduk terhadap hukum alam
c. Memiliki individu
2. Manusia sebagai mahluk psikologis
a. Memiliki struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego dan super ego
b. Dipengaruhi perasaan dan kata hati
c. Memiliki daya pikir dan kecerdasan
d. Memiliki kebutuhan psikologis agar pribadi dapat berkembang
e. Memiliki kepribadian yang unik
3. Manusia sebagai mahluk social
Manusia membutuhkan manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Ciri-ciri mahluk sosial adalah :
a. Sebagai mahluk yang tidak dapat lepas dari orang lain manusia memiliki cipta
(kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (perasaan), dan karsa (tujuan).
b. Manusia hidup dalam kelompoknya (keluarga, masyarakat), manusia suci bagi manusia lain (Homosacra Res Homonim), dan engkau adalah aku (Tat Twan Asi)
c. Manusia selalu bersosialisasi, berhubungam, menyesuaikan diri, saling mencintai, menghormati, dan saling menghargai manusia lain dari masa kanak-kanak sampai dengan meningal dunia.
4. Manusia sebagai mahluk spiritual
Manusia diciptakan oleh Allah SWT, dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memiliki jiwa yang sempurna, untuk menjadi khalifah dibumi. Bukti manusia mahluk spiritual :
a. Memiliki keyakinan dan kepercayaan
b. Menyembah tuhan
jadi hubungan nya adalah: manusia itu menjadi sebagai objek bimbingan konsling.untuk membantu manusia membuat pilihan-pilihan penyesuaian dalam hubungan situs-situs ter tentu,dan untuk membantu orang-orang menjadi insane yang berguna tidak hanya se kedar mengikut kegiatan-kegiatan yang berguna saja.
Dengan demikian, bimbingan dan konseling mempunyai pengrtian sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada orang lain atau klien yang bermasalah psikis sosial dengan hartapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
NAMA : MUHAMMAD AMAN
NIM : 10924007714
MK : BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
DOSEN PEMBIMBING : M.FAHLI ZATRA HADI S.Sos. I
Konsep manusia dalam kaitannya dengan bimbingan konseling..
Kajian ini adalah untuk menemukan konsep konseling berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an, yaitu tentang hakikat manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat. Bentuk kajian ini adalah kajian pustaka yang bersifat kualitatif. Hasil kajian ini disimpulkan: manusia pada hakikatnya adalah makhluk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius. Pribadi sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Allah. Pribadi tidak sehat adalah pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan Allah.
Kata-kata kunci: Konsep konseling, hakikat manusia, pribadi sehat, pribadi tidak sehat
A. PENDAHULUAN
Dewasa ini terutama di dunia barat, teori Bimbingan dan Konseling (BK) terus berkembang dengan pesat. Perkembangan itu berawal dari berkembangnya aliran konseling psikodinamika, behaviorisme, humanisme, dan multikultural. Akhir-akhir ini tengah berkembang konseling spiritual sebagai kekuatan kelima selain keempat kekuatan terdahulu (Stanard, Singh, dan Piantar, 2000:204). Salah satu berkembangnya konseling spiritual ini adalah berkembangnya konseling religius.
Perkembangan konseling religius ini dapat dilihat dari beberapa hasil laporan jurnal penelitian berikut. Stanard, Singh, dan Piantar (2000: 204) melaporkan bahwa telah muncul suatu era baru tentang pemahaman yang memprihatinkan tentang bagaimana untuk membuka misteri tentang penyembuhan melalui kepercayaan , keimanan, dan imajinasi selain melalui penjelasan rasional tentang sebab-sebab fisik dan akibatnya sendiri. Seiring dengan keterangan tersebut hasil penelitian Chalfant dan Heller pada tahun 1990, sebagaimana dikutip oleh Gania (1994: 396) menyatakan bahwa sekitar 40 persen orang yang mengalami kegelisahan jiwa lebih suka pergi meminta bantuan kepada agamawan. Lovinger dan Worthington (dalam Keating dan Fretz, 1990: 293) menyatakan bahwa klien yang agamis memandang negatif terhadap konselor yang bersikap sekuler, seringkali mereka menolak dan bahkan menghentikan terapi secara dini.
Nilai-nilai agama yang dianut klien merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan konselor dalam memberikan layanan konseling, sebab terutama klien yang fanatik dengan ajaran agamanya mungkin sangat yakin dengan pemecahan masalah pribadinya melalui nilai-nilai ajaran agamanya. Seperti dikemukakan oleh Bishop (1992:179) bahwa nilai-nilai agama (religius values) penting untuk dipertimbangkan oleh konselor dalam proses konseling, agar proses konseling terlaksana secara efektif.
Berkembangnya kecenderungan sebagian masyarakat dalam mengatasi permasalahan kejiwaan mereka untuk meminta bantuan kepada para agamawan itu telah terjadi di dunia barat yang sekuler, namun hal serupa menurut pengamatan penulis lebih-lebih juga terjadi di negara kita Indonesia yang masyarakatnya agamis. Hal ini antara lain dapat kita amati di masyarakat, banyak sekali orang-orang yang datang ketempat para kiai bukan untuk menanyakan masalah hukum agama, tetapi justru mengadukan permasalahan kehidupan pribadinya untuk meminta bantuan jalan keluar baik berupa nasehat, saran, meminta doa-doa dan didoakan untuk kesembuhan penyakit maupun keselamatan dan ketenangan jiwa. Walaupun data ini belum ada dukungan oleh penelitian yang akurat tentang berapa persen jumlah masyarakat yang melakukan hal ini, namun ini merupakan realitas yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini.
Gambaran data di atas menunjukkan pentingnya pengembangan landasan konseling yang berwawasan agama, terutama dalam rangka menghadapi klien yang kuat memegang nilai-nilai ajaran agamanya. Di dunia barat hal ini berkembang dengan apa yang disebut Konseling Pastoral (konseling berdasarkan nilai-nilai Al Kitab) di kalangan umat Kristiani.
Ayat-ayat Al Qur’an banyak sekali yang mengandung nilai konseling, namun hal itu belum terungkap dan tersaji secara konseptual dan sistematis. Oleh karena itu kajian ini berusaha mengungkan ayat-ayat tersebut khususnya tentang hakikat manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat, dan menyajikannya secara konseptual dan sistematis.
Allah mengisyaratkan untuk memberikan kemudahan bagi orang yang mau mempelajari ayat-ayat Al Qur’an. Firman Allah Swt. yang artinya
Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ? (Q.S. Al-Qamar: 40).
Ayat-ayat Al Qur’an itu mudah dipelajari, memahaminya tidak memerlukan penafsiran yang rumit, serta kandungannya bisa dikaitkan kepada hal-hal yang aktual, karena ayat-ayat Al Qur’an memang memuat fakta-fakta hukum yang bersifat emperik, sekaligus memuat nilai-nilai yang bersifat filosofis, sehingga isinya mudah diungkap dan bisa dikaitkan ke berbagai aspek realitas kehidupan.
B. METODE
1. Bentuk dan Sifat Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah berupa kajian pustaka (library research). Kajian pustaka berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca dan mencatat informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan. Bahan bacaan mencakup buku-buku teks, jurnal atau majalah-majalah ilmiah dan hasil-hasil penelitian (Pidarta, 1999: 3-4).
Penelitian ini bersifat kualitatif karena uraian datanya bersifat deskriptif, menekankan proses, menganalisa data secara induktif, dan rancangan bersifat sementara (Bogdan & Biklen, 1990: 28-29).
2. Pendekatan dan Tahap-Tahap Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) yang bersifat penafsiran (hermeneutik). Analisis isi merupakan metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Moleong, 2001:163). Adapun hermeneutik berarti penafsiran atau menafsirkan, yaitu proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Disiplin ilmu pertama yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci, seperti Al Qur’an, kitab Taurat, kitab-kitab Veda dan Upanishad (Sumaryono, 1999: 24-28). Jadi, analisis dalam penelitian ini adalah menganalisis data ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung relevan dengan konsep konseling, agar dapat diketahui dan dimengerti kandungan konselingnya secara jelas.
Adapun langkah-langkah dalam kajian ini adalahsenagai berikut:
Pertama. Menemukan konsep konseling tentang hakikat manusia, pribadi sehat dan pribadi tidak sehat dari teori-teori pendekatan konseling. Konsep tersebut ditelaah dari teori-teori pendekatan konseling yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan yaitu; psikoanalitik, terapi Adlerian, terapi eksistensial, terapi terpusat pada pribadi, terapi gestalt, analisis transaksional, terapi perilaku, terapi rasional emotif, dan, terapi realita.
Kedua. Mencari dan mengumpulkan data ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung nilai-nilai konseling. Mencari dan mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung nilai-nilai konseling dengan berpijak pada sifat dan kriteria konsep pokok konseling yang pada langkah pertama.
Ketiga. Menetapkan ayat-ayat Al Qur’an yang relevan dengan konsep pokok konseling, menafsirkan, dan menguraikannya secara konseptual dan sistematis.
Keempat. Melakukan sintesis kandungan ayat-ayat Al Qur’an dengan konsep konseling, yaitu dengan mengungkap, menghubungkan dan menggabungkan secara kandungan ayat-ayat Al Qur’an yang telah ditetapkan dengan konsep pokok konseling sehingga terlihat dengan jelas relevansinya.
Kelima. Membuat ketetapan akhir dengan menyimpulkan bagaimana konsep konseling berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an secara konseptual dan sistematis.
C. HASIL KAJIAN
1. Hakikat Manusia
Menurut konsep konseling, manusia itu pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi, dan makhluk sosial. Ayat-ayat Al Qur’an menerangkan ketiga komponen tersebut. Di samping itu Al Qur’an juga menerangkan bahwa manusia itu merupakan makhluk religius dan ini meliputi ketiga komponen lainnya, artinya manusia sebagai makhluk biologis, pribadi, dan sosial tidak terlepas dari nilai-nilai manusia sebagai makhluk religius.
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh dan sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius. Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga komponen lainnya, yaitu manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan sosial selalu terikat dengan nilai-nilai religius.
a. Sebagai Makhluk Biologis
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Potensi nafsu ini berupa al hawa dan as-syahwat. Syahwat adalah dorongan seksual, kepuasan-kepuasan yang bersifat materi duniawi yang menuntut untuk selalu dipenuhi dengan cepat dan memaksakan diri serta cenderung melampau batas (Ali-Imran: 14, Al-A’raf: 80, dan An-Naml:55.). Al Hawa adalah dorongan-dorongan tidak rasional, sangat mengagungkan kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung membenarkan segala cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendak sendiri, rasa marah atau kasihan, hiba atau sedih, dendam atau benci yang berupa emosi atau sentimen. Dengan demikian orang yang selalu mengikuti al-hawa ini menyebabkan dia tersesat dari jalan Allah (An-Nisa:135, Shad: 26 dan An-Nazi’at: 40-41).
Ada tiga jenis nafsu yang paling pokok, yaitu: (1) nafsu amarah , yaitu nafsu yang selalu mendorong untuk melakukan kesesatan dan kejahatan (Yusuf:53), (2) nafsu lawwaamah, yaitu nafsu yang menyesal . Ketika manusia telah mengikuti dorongan nafsu amarah dengan perbuatan nyata, sesudahnya sangat memungkinkan manusia itu menyadari kekeliruannya dan membuat nafsu itu menyesal (Al Qiyamah:1-2), dan (3) nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang terkendali oleh akal dan kalbu sehingga dirahmati oleh Allah swt.. Ia akan mendorong kepada ketakwaan dalam arti mendorong kepada hal-hal yang positif (Al-Fajr: 27-30).
b. Sebagai Makhluk Pribadi
Menurut konsep konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Terpusat pada Pribadi, Terapi Eksistensial, Terapi Gestalt, Rasional Emotif Terapi, dan Terapi Realita. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai berikut: (1) memiliki potensi akal untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat, kreatif, produktif dan efektif, tetapi juga ada kecendrungan dorongan berpikir tidak rasional (2) memiliki kesadaran diri, (3) memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab, (4) merasakan kecemasan sebagai bagian dari kondisi hidup, (5) memiliki kesadaran akan kematian dan ketiadaan, (6) selalu terlibat dalam proses aktualisasi diri.
Berdasarkan keterangan ayat-ayat Al Qur’an, manusia mempunyai potensi akal untuk berpikir secara rasional dalam mengarahkan hidupnya ke arah maju dan berkembang (Al-Baqarah: 164, Al-Hadid:17, dan Al-Baqarah: 242), memiliki kesadaran diri (as-syu’ru) (Al-Baqarah:9 dan 12 ), memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan (Fushilat: 40, Al-Kahfi: 29, dan Al-Baqarah: 256 ) serta tanggung jawab (Al-Muddatsir: 38, Al-Isra: 36, Al-Takatsur: 8 ). Sekalipun demikian, manusia juga memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah yang disebut al khauf (Al-Baqarah: 155), memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan fitrahnya kepada pribadi takwa (Ar-Ruum: 30, Al-A’raf: 172-174, Al-An’am:74-79, Ali-Imran: 185, An-Nahl: 61, dan An-Nisa: 78).
c. Sebagai Makhluk Sosial
Menurut konsep konseling, seperti yang diungkapkan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral, dan Terapi Transaksional, manusia sebagai memiliki sifat dan ciri-ciri pokok sebagai berikut: (1) manusia merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan, tetapi juga sekaligus sebagai produser terhadap lingkungannya, (2) prilaku sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua (orang lain yang signifikan), (3) keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau kembali, (4) selalu terlibat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cinta kasih dan kekeluargaan.
Sebagai makhluk sosial, Al Qur’an menerangkan bahwa sekalipun manusia memilikipotensi fitrah yang selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan takwa, namun manusia tidak terbebas dari pengaruh lingkungan atau merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan terutama pada usia anak-anak. Oleh karena kehidupan masa anak-anak ini sangat mudah dipengaruhi, maka tanggung jawab orang tua sangat ditekankan untuk membentuk kepribadian anak secara baik (At-Tahrim: 6) Namun demikian, setelah manusia dewasa (mukallaf), yakni ketika akal dan kalbu sudah mampu berfungsi secara penuh, maka manusia mampu mengubah berbagai pengaruh masa anak yang menjadi kepribadiannya (keputusan awal) yang dipandang tidak lagi cocok (Ar-Ra’du: 85 dan Al-Hasyr:18), bahkan manusia mampu mempengaruhi lingkungannya (produser bagi lingkungannya) (Al-Ankabut: 7, Al-A’raf: 179, Ali-Imran: 104, Al-Ashr:3, dan At-Taubah:122). Sebagai makhluk sosial ini pula manusia merupakan bagian dari masyarakat yang selalu membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan dengan sesamanya, hal ini disebut dengan silaturrahmi (Al-Hujurat:13, Ar-Ra’du: 21, dan An Nisa: 1).
d. Sebagai Makhluk Religius
Konsep konseling tidak ada menerangkan manusia sebagai makhluk religius. Sebagai makhluk religius manusia lahir sudah membawa fitrah, yaitu potensi nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai kebenaran hakiki. Fitrah ini berkedudukan di kalbu, sehingga dengan fitrah ini manusia secara rohani akan selalu menuntut aktualisasi diri kepada iman dan takwa dimanapun manusia berada (Ar-Ruum: 30 dan Al-A’raf:172-174). Namun tidak ada yang bisa teraktualisasikan dengan baik dan ada pula yang tidak, dalam hal ini faktor lingkungan pada usia anak sangat menentukan. Manusia sebagai makhluk religius berkedudukan sebagai abidullah dan sebagai khalifatullah di muka bumi.
Abidullah merupakan pribadi yang mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah(Adz-Dzariyat: 56). Hal ini disebut ibadah mahdhah. Khalifatullah merupakan tugas manusia untuk mengolah dan memakmurkan alam ini sesuai dengan kemampuannya untuk kesejahteraan umat manusia, serta menjadi rahmat bagi orang lain atau yang disebut rahmatan lil’alamin (Al-Baqarah: 30).
2. Pribadi Sehat
Berdasarkan konsep konseling bahwa pribadi sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sosial. Al Qur’an di samping menerangkan pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sosial, juga menerangkan pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan Allah Swt.
a. Mampu Mengatur Diri dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri
Menurut konsep konseling, seperti dikemukakan dalam Psikoanalisis, Eksistensial, Terapi Terpusat pada Pribadi dan Rasional Emotif Terapi.. Pribadi yang mampu megngatur diri dalam hubungannya terhadap diri sendiri memiliki ciri-ciri kepribadian pokok: (1) ego berfungsi penuh, serta serasinya fungsi id, ego dan superego, (2) bebas dari kecemasan, (3) keterbukaan terhadap pengalaman, (4) percaya diri, (5) sumber evaluasi internal, (6) kongruensi, (7) menerima pengalaman dengan bertanggung jawab, (8) kesadaran yang meningkat untuk tumbuh secara berlanjut, (9) tidak terbelenggu oleh ide tidak rasional (tuntutan kemutlakan), dan (10) menerima diri sendiri.
Berdasarkan keterangan ayat-ayat Al Qur’an, pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri yang relevan dengan kriteria pokok di atas adalah pribadi yang akal dan kalbunya berfungsi secara penuh dalam mengendalikan dorongan nafsu (Al-Qashas: 60, Yasin: 62). Mampu membebaskan diri dari khauf (kecemasan) (Al Baqarah: 38, Al Baqarah: 62, 277, Al-An’am: 48 dan Ar-Ra’du: 28). Apabila manusia dapat mengatasi atau terbebas dari kecemasan ini akan melahirkan kepribadian yang sehat seperti pribadinya para aulia Allah (Yunus: 62). Keterbukaan terhadap pengalaman (Az-Zumar:17-18, Ali-Imran:193). Percaya diri, sikap percaya diri ini ada pada orang yang istiqamah (konsisten) dalam keimanan, mereka ini tidak ada rasa cemas, rasa sedih (Fushilat: 30, Al-Ahqaf: 13, Ali-Imran: 139). Mampu menjadikan hati nurani yang dilandasi iman sebagai kontrol diri dalam setiap gerak dan kerja (sumber evaluasi internal), sikap ini tercermin dalam kepribadian ihsan yaitu pola hidup yang disertai kesadaran yang mendalam bahwa Allah itu hadir bersamanya (Ali-Imran: 29, Ar-Ra’du:11, Qaaf:16-18).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yeng telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut .
a. Konsep konseling tentang hakikat manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an, secara umum relevan dengan konsep konseling, hanya istilah penamaan atau terminologi yang berbeda, namun maksudnya selaras.
b. Al Qur’an menerangkan bahwa manusia pada hakikatnya tidak hanya sebagai makhuk biologis, pribadi, dan sosial, tetapi juga sebagai makhluk religius. Begitu juga dengan pribadi sehat dan tidak sehat, tidak hanya mampu atau tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, tetapi juga terhadap Alah Swt.
c. Satu hal yang berbeda secara mendasar, yaitu sifat pembawaan dasar manusia. Konsep konseling seperti yang dikemukakan oleh Freud menyatakan bahwa potensi dasar manusia yang merupakan sumber penentu kepribadian adalah insting. Sebaliknya, menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an bahwa potensi manusia yang paling mendasar adalah fitrah, yaitu nilai-nilai keimanan untuk beragama kepada agama Allah yang selalu menuntut untuk diaktualisasikan.
d. Menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an, manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh dan sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius (At Tin: 4). Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga komponen lainnya, yaitu manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan sosial selalu terikat dengan nilai-nilai religius.
2. Saran
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, konsep konsling tentang hakikat manusia, pribadi sehat dan pribadi tidak sehat berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an ini bukan merupakan konsep yang sudah lengkap dan final dan dapat mewakili nilai kandungan ayat-ayat Al Qur’an secara utuh, maka untuk melengkapi dan menyempurnakan kajian ini disarankan kepada peneliti lain untuk meneruskan menggali dan meneliti konsep konseling berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an ini, baik memperluas atau memperdalam kajian dalam topik yang sama, atau meneruskan kepada konsep-konsep konseling yang lain, seperti proses.
disediakan oleh : Abdul Hadi Bin Basri
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 3
Kata-kata kunci: Konsep konseling, hakikat manusia, pribadi sehat, pribadi tidak sehat
A. PENDAHULUAN
Dewasa ini terutama di dunia barat, teori Bimbingan dan Konseling (BK) terus berkembang dengan pesat. Perkembangan itu berawal dari berkembangnya aliran konseling psikodinamika, behaviorisme, humanisme, dan multikultural. Akhir-akhir ini tengah berkembang konseling spiritual sebagai kekuatan kelima selain keempat kekuatan terdahulu (Stanard, Singh, dan Piantar, 2000:204). Salah satu berkembangnya konseling spiritual ini adalah berkembangnya konseling religius.
Perkembangan konseling religius ini dapat dilihat dari beberapa hasil laporan jurnal penelitian berikut. Stanard, Singh, dan Piantar (2000: 204) melaporkan bahwa telah muncul suatu era baru tentang pemahaman yang memprihatinkan tentang bagaimana untuk membuka misteri tentang penyembuhan melalui kepercayaan , keimanan, dan imajinasi selain melalui penjelasan rasional tentang sebab-sebab fisik dan akibatnya sendiri. Seiring dengan keterangan tersebut hasil penelitian Chalfant dan Heller pada tahun 1990, sebagaimana dikutip oleh Gania (1994: 396) menyatakan bahwa sekitar 40 persen orang yang mengalami kegelisahan jiwa lebih suka pergi meminta bantuan kepada agamawan. Lovinger dan Worthington (dalam Keating dan Fretz, 1990: 293) menyatakan bahwa klien yang agamis memandang negatif terhadap konselor yang bersikap sekuler, seringkali mereka menolak dan bahkan menghentikan terapi secara dini.
Nilai-nilai agama yang dianut klien merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan konselor dalam memberikan layanan konseling, sebab terutama klien yang fanatik dengan ajaran agamanya mungkin sangat yakin dengan pemecahan masalah pribadinya melalui nilai-nilai ajaran agamanya. Seperti dikemukakan oleh Bishop (1992:179) bahwa nilai-nilai agama (religius values) penting untuk dipertimbangkan oleh konselor dalam proses konseling, agar proses konseling terlaksana secara efektif.
Berkembangnya kecenderungan sebagian masyarakat dalam mengatasi permasalahan kejiwaan mereka untuk meminta bantuan kepada para agamawan itu telah terjadi di dunia barat yang sekuler, namun hal serupa menurut pengamatan penulis lebih-lebih juga terjadi di negara kita Indonesia yang masyarakatnya agamis. Hal ini antara lain dapat kita amati di masyarakat, banyak sekali orang-orang yang datang ketempat para kiai bukan untuk menanyakan masalah hukum agama, tetapi justru mengadukan permasalahan kehidupan pribadinya untuk meminta bantuan jalan keluar baik berupa nasehat, saran, meminta doa-doa dan didoakan untuk kesembuhan penyakit maupun keselamatan dan ketenangan jiwa. Walaupun data ini belum ada dukungan oleh penelitian yang akurat tentang berapa persen jumlah masyarakat yang melakukan hal ini, namun ini merupakan realitas yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini.
Gambaran data di atas menunjukkan pentingnya pengembangan landasan konseling yang berwawasan agama, terutama dalam rangka menghadapi klien yang kuat memegang nilai-nilai ajaran agamanya. Di dunia barat hal ini berkembang dengan apa yang disebut Konseling Pastoral (konseling berdasarkan nilai-nilai Al Kitab) di kalangan umat Kristiani.
Ayat-ayat Al Qur’an banyak sekali yang mengandung nilai konseling, namun hal itu belum terungkap dan tersaji secara konseptual dan sistematis. Oleh karena itu kajian ini berusaha mengungkan ayat-ayat tersebut khususnya tentang hakikat manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat, dan menyajikannya secara konseptual dan sistematis.
Allah mengisyaratkan untuk memberikan kemudahan bagi orang yang mau mempelajari ayat-ayat Al Qur’an. Firman Allah Swt. yang artinya
Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran ? (Q.S. Al-Qamar: 40).
Ayat-ayat Al Qur’an itu mudah dipelajari, memahaminya tidak memerlukan penafsiran yang rumit, serta kandungannya bisa dikaitkan kepada hal-hal yang aktual, karena ayat-ayat Al Qur’an memang memuat fakta-fakta hukum yang bersifat emperik, sekaligus memuat nilai-nilai yang bersifat filosofis, sehingga isinya mudah diungkap dan bisa dikaitkan ke berbagai aspek realitas kehidupan.
B. METODE
1. Bentuk dan Sifat Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah berupa kajian pustaka (library research). Kajian pustaka berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca dan mencatat informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan. Bahan bacaan mencakup buku-buku teks, jurnal atau majalah-majalah ilmiah dan hasil-hasil penelitian (Pidarta, 1999: 3-4).
Penelitian ini bersifat kualitatif karena uraian datanya bersifat deskriptif, menekankan proses, menganalisa data secara induktif, dan rancangan bersifat sementara (Bogdan & Biklen, 1990: 28-29).
2. Pendekatan dan Tahap-Tahap Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) yang bersifat penafsiran (hermeneutik). Analisis isi merupakan metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen (Moleong, 2001:163). Adapun hermeneutik berarti penafsiran atau menafsirkan, yaitu proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Disiplin ilmu pertama yang banyak menggunakan hermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci, seperti Al Qur’an, kitab Taurat, kitab-kitab Veda dan Upanishad (Sumaryono, 1999: 24-28). Jadi, analisis dalam penelitian ini adalah menganalisis data ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung relevan dengan konsep konseling, agar dapat diketahui dan dimengerti kandungan konselingnya secara jelas.
Adapun langkah-langkah dalam kajian ini adalahsenagai berikut:
Pertama. Menemukan konsep konseling tentang hakikat manusia, pribadi sehat dan pribadi tidak sehat dari teori-teori pendekatan konseling. Konsep tersebut ditelaah dari teori-teori pendekatan konseling yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan yaitu; psikoanalitik, terapi Adlerian, terapi eksistensial, terapi terpusat pada pribadi, terapi gestalt, analisis transaksional, terapi perilaku, terapi rasional emotif, dan, terapi realita.
Kedua. Mencari dan mengumpulkan data ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung nilai-nilai konseling. Mencari dan mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung nilai-nilai konseling dengan berpijak pada sifat dan kriteria konsep pokok konseling yang pada langkah pertama.
Ketiga. Menetapkan ayat-ayat Al Qur’an yang relevan dengan konsep pokok konseling, menafsirkan, dan menguraikannya secara konseptual dan sistematis.
Keempat. Melakukan sintesis kandungan ayat-ayat Al Qur’an dengan konsep konseling, yaitu dengan mengungkap, menghubungkan dan menggabungkan secara kandungan ayat-ayat Al Qur’an yang telah ditetapkan dengan konsep pokok konseling sehingga terlihat dengan jelas relevansinya.
Kelima. Membuat ketetapan akhir dengan menyimpulkan bagaimana konsep konseling berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an secara konseptual dan sistematis.
C. HASIL KAJIAN
1. Hakikat Manusia
Menurut konsep konseling, manusia itu pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi, dan makhluk sosial. Ayat-ayat Al Qur’an menerangkan ketiga komponen tersebut. Di samping itu Al Qur’an juga menerangkan bahwa manusia itu merupakan makhluk religius dan ini meliputi ketiga komponen lainnya, artinya manusia sebagai makhluk biologis, pribadi, dan sosial tidak terlepas dari nilai-nilai manusia sebagai makhluk religius.
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh dan sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius. Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga komponen lainnya, yaitu manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan sosial selalu terikat dengan nilai-nilai religius.
a. Sebagai Makhluk Biologis
Menurut konsep konseling, manusia sebagai makhluk biologis memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memenuhi tuntutan dan kebutuhan insting. Menurut keterangan ayat-ayat Al Qur’an potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Potensi nafsu ini berupa al hawa dan as-syahwat. Syahwat adalah dorongan seksual, kepuasan-kepuasan yang bersifat materi duniawi yang menuntut untuk selalu dipenuhi dengan cepat dan memaksakan diri serta cenderung melampau batas (Ali-Imran: 14, Al-A’raf: 80, dan An-Naml:55.). Al Hawa adalah dorongan-dorongan tidak rasional, sangat mengagungkan kemampuan dan kepandaian diri sendiri, cenderung membenarkan segala cara, tidak adil yang terpengaruh oleh kehendak sendiri, rasa marah atau kasihan, hiba atau sedih, dendam atau benci yang berupa emosi atau sentimen. Dengan demikian orang yang selalu mengikuti al-hawa ini menyebabkan dia tersesat dari jalan Allah (An-Nisa:135, Shad: 26 dan An-Nazi’at: 40-41).
Ada tiga jenis nafsu yang paling pokok, yaitu: (1) nafsu amarah , yaitu nafsu yang selalu mendorong untuk melakukan kesesatan dan kejahatan (Yusuf:53), (2) nafsu lawwaamah, yaitu nafsu yang menyesal . Ketika manusia telah mengikuti dorongan nafsu amarah dengan perbuatan nyata, sesudahnya sangat memungkinkan manusia itu menyadari kekeliruannya dan membuat nafsu itu menyesal (Al Qiyamah:1-2), dan (3) nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang terkendali oleh akal dan kalbu sehingga dirahmati oleh Allah swt.. Ia akan mendorong kepada ketakwaan dalam arti mendorong kepada hal-hal yang positif (Al-Fajr: 27-30).
b. Sebagai Makhluk Pribadi
Menurut konsep konseling seperti yang dikemukakan dalam Terapi Terpusat pada Pribadi, Terapi Eksistensial, Terapi Gestalt, Rasional Emotif Terapi, dan Terapi Realita. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki ciri-ciri kepribadian pokok sebagai berikut: (1) memiliki potensi akal untuk berpikir rasional dan mampu menjadi hidup sehat, kreatif, produktif dan efektif, tetapi juga ada kecendrungan dorongan berpikir tidak rasional (2) memiliki kesadaran diri, (3) memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bertanggung jawab, (4) merasakan kecemasan sebagai bagian dari kondisi hidup, (5) memiliki kesadaran akan kematian dan ketiadaan, (6) selalu terlibat dalam proses aktualisasi diri.
Berdasarkan keterangan ayat-ayat Al Qur’an, manusia mempunyai potensi akal untuk berpikir secara rasional dalam mengarahkan hidupnya ke arah maju dan berkembang (Al-Baqarah: 164, Al-Hadid:17, dan Al-Baqarah: 242), memiliki kesadaran diri (as-syu’ru) (Al-Baqarah:9 dan 12 ), memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan (Fushilat: 40, Al-Kahfi: 29, dan Al-Baqarah: 256 ) serta tanggung jawab (Al-Muddatsir: 38, Al-Isra: 36, Al-Takatsur: 8 ). Sekalipun demikian, manusia juga memiliki kondisi kecemasan dalam hidupnya sebagai ujian dari Allah yang disebut al khauf (Al-Baqarah: 155), memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan fitrahnya kepada pribadi takwa (Ar-Ruum: 30, Al-A’raf: 172-174, Al-An’am:74-79, Ali-Imran: 185, An-Nahl: 61, dan An-Nisa: 78).
c. Sebagai Makhluk Sosial
Menurut konsep konseling, seperti yang diungkapkan dalam Terapi Adler, Terapi Behavioral, dan Terapi Transaksional, manusia sebagai memiliki sifat dan ciri-ciri pokok sebagai berikut: (1) manusia merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan, tetapi juga sekaligus sebagai produser terhadap lingkungannya, (2) prilaku sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa kanak-kanak, yaitu pengaruh orang tua (orang lain yang signifikan), (3) keputusan awal dapat dirubah atau ditinjau kembali, (4) selalu terlibat menjalin hubungan dengan orang lain dengan cinta kasih dan kekeluargaan.
Sebagai makhluk sosial, Al Qur’an menerangkan bahwa sekalipun manusia memilikipotensi fitrah yang selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan takwa, namun manusia tidak terbebas dari pengaruh lingkungan atau merupakan agen positif yang tergantung pada pengaruh lingkungan terutama pada usia anak-anak. Oleh karena kehidupan masa anak-anak ini sangat mudah dipengaruhi, maka tanggung jawab orang tua sangat ditekankan untuk membentuk kepribadian anak secara baik (At-Tahrim: 6) Namun demikian, setelah manusia dewasa (mukallaf), yakni ketika akal dan kalbu sudah mampu berfungsi secara penuh, maka manusia mampu mengubah berbagai pengaruh masa anak yang menjadi kepribadiannya (keputusan awal) yang dipandang tidak lagi cocok (Ar-Ra’du: 85 dan Al-Hasyr:18), bahkan manusia mampu mempengaruhi lingkungannya (produser bagi lingkungannya) (Al-Ankabut: 7, Al-A’raf: 179, Ali-Imran: 104, Al-Ashr:3, dan At-Taubah:122). Sebagai makhluk sosial ini pula manusia merupakan bagian dari masyarakat yang selalu membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan dengan sesamanya, hal ini disebut dengan silaturrahmi (Al-Hujurat:13, Ar-Ra’du: 21, dan An Nisa: 1).
d. Sebagai Makhluk Religius
Konsep konseling tidak ada menerangkan manusia sebagai makhluk religius. Sebagai makhluk religius manusia lahir sudah membawa fitrah, yaitu potensi nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai kebenaran hakiki. Fitrah ini berkedudukan di kalbu, sehingga dengan fitrah ini manusia secara rohani akan selalu menuntut aktualisasi diri kepada iman dan takwa dimanapun manusia berada (Ar-Ruum: 30 dan Al-A’raf:172-174). Namun tidak ada yang bisa teraktualisasikan dengan baik dan ada pula yang tidak, dalam hal ini faktor lingkungan pada usia anak sangat menentukan. Manusia sebagai makhluk religius berkedudukan sebagai abidullah dan sebagai khalifatullah di muka bumi.
Abidullah merupakan pribadi yang mengabdi dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah(Adz-Dzariyat: 56). Hal ini disebut ibadah mahdhah. Khalifatullah merupakan tugas manusia untuk mengolah dan memakmurkan alam ini sesuai dengan kemampuannya untuk kesejahteraan umat manusia, serta menjadi rahmat bagi orang lain atau yang disebut rahmatan lil’alamin (Al-Baqarah: 30).
2. Pribadi Sehat
Berdasarkan konsep konseling bahwa pribadi sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sosial. Al Qur’an di samping menerangkan pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sosial, juga menerangkan pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan Allah Swt.
a. Mampu Mengatur Diri dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri
Menurut konsep konseling, seperti dikemukakan dalam Psikoanalisis, Eksistensial, Terapi Terpusat pada Pribadi dan Rasional Emotif Terapi.. Pribadi yang mampu megngatur diri dalam hubungannya terhadap diri sendiri memiliki ciri-ciri kepribadian pokok: (1) ego berfungsi penuh, serta serasinya fungsi id, ego dan superego, (2) bebas dari kecemasan, (3) keterbukaan terhadap pengalaman, (4) percaya diri, (5) sumber evaluasi internal, (6) kongruensi, (7) menerima pengalaman dengan bertanggung jawab, (8) kesadaran yang meningkat untuk tumbuh secara berlanjut, (9) tidak terbelenggu oleh ide tidak rasional (tuntutan kemutlakan), dan (10) menerima diri sendiri.
Berdasarkan keterangan ayat-ayat Al Qur’an, pribadi yang mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri yang relevan dengan kriteria pokok di atas adalah pribadi yang akal dan kalbunya berfungsi secara penuh dalam mengendalikan dorongan nafsu (Al-Qashas: 60, Yasin: 62). Mampu membebaskan diri dari khauf (kecemasan) (Al Baqarah: 38, Al Baqarah: 62, 277, Al-An’am: 48 dan Ar-Ra’du: 28). Apabila manusia dapat mengatasi atau terbebas dari kecemasan ini akan melahirkan kepribadian yang sehat seperti pribadinya para aulia Allah (Yunus: 62). Keterbukaan terhadap pengalaman (Az-Zumar:17-18, Ali-Imran:193). Percaya diri, sikap percaya diri ini ada pada orang yang istiqamah (konsisten) dalam keimanan, mereka ini tidak ada rasa cemas, rasa sedih (Fushilat: 30, Al-Ahqaf: 13, Ali-Imran: 139). Mampu menjadikan hati nurani yang dilandasi iman sebagai kontrol diri dalam setiap gerak dan kerja (sumber evaluasi internal), sikap ini tercermin dalam kepribadian ihsan yaitu pola hidup yang disertai kesadaran yang mendalam bahwa Allah itu hadir bersamanya (Ali-Imran: 29, Ar-Ra’du:11, Qaaf:16-18).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan yeng telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut .
a. Konsep konseling tentang hakikat manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an, secara umum relevan dengan konsep konseling, hanya istilah penamaan atau terminologi yang berbeda, namun maksudnya selaras.
b. Al Qur’an menerangkan bahwa manusia pada hakikatnya tidak hanya sebagai makhuk biologis, pribadi, dan sosial, tetapi juga sebagai makhluk religius. Begitu juga dengan pribadi sehat dan tidak sehat, tidak hanya mampu atau tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, tetapi juga terhadap Alah Swt.
c. Satu hal yang berbeda secara mendasar, yaitu sifat pembawaan dasar manusia. Konsep konseling seperti yang dikemukakan oleh Freud menyatakan bahwa potensi dasar manusia yang merupakan sumber penentu kepribadian adalah insting. Sebaliknya, menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an bahwa potensi manusia yang paling mendasar adalah fitrah, yaitu nilai-nilai keimanan untuk beragama kepada agama Allah yang selalu menuntut untuk diaktualisasikan.
d. Menurut kandungan ayat-ayat Al Qur’an, manusia itu pada hakikatnya adalah makhluk yang utuh dan sempurna, yaitu sebagai makhuk biologis, pribadi, sosial, dan makhluk religius (At Tin: 4). Manusia sebagai makhluk religius meliputi ketiga komponen lainnya, yaitu manusia sebagai makhluk biologis, pribadi dan sosial selalu terikat dengan nilai-nilai religius.
2. Saran
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, konsep konsling tentang hakikat manusia, pribadi sehat dan pribadi tidak sehat berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an ini bukan merupakan konsep yang sudah lengkap dan final dan dapat mewakili nilai kandungan ayat-ayat Al Qur’an secara utuh, maka untuk melengkapi dan menyempurnakan kajian ini disarankan kepada peneliti lain untuk meneruskan menggali dan meneliti konsep konseling berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an ini, baik memperluas atau memperdalam kajian dalam topik yang sama, atau meneruskan kepada konsep-konsep konseling yang lain, seperti proses.
disediakan oleh : Abdul Hadi Bin Basri
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 3
KONSEP MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN BIMBINGAN KONSELING
Bimbingan dan Konseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut:
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
5. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
6. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
7. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
8. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
9. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
2. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
3. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya:
1.
o Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu
o Teori dari Freud tentang dorongan seksual
o Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial
o Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif
o teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral
o teori dari Zunker tentang perkembangan karier
o Teori dari Buhler tentang perkembangan social
o Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya:
1.
o Teori Belajar Behaviorisme
o Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi
o Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup:
o Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
o Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
o Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
o Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
o Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
o Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu:
1. perbedaan bahasa
2. komunikasi non-verbal
3. stereotype
4. kecenderungan menilai
5. ecemasan.
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan Paedagogis
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan
2. pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
3. pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan Religius
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
1. manusia sebagai makhluk Tuhan
2. sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama
3. upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan Yuridis-Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Nama : Nur Aini
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut:
Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
5. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
6. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
7. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
8. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
9. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang:
1. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
2. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
3. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya:
1.
o Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu
o Teori dari Freud tentang dorongan seksual
o Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial
o Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif
o teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral
o teori dari Zunker tentang perkembangan karier
o Teori dari Buhler tentang perkembangan social
o Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya:
1.
o Teori Belajar Behaviorisme
o Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi
o Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup:
o Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
o Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
o Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
o Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
o Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
o Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu:
1. perbedaan bahasa
2. komunikasi non-verbal
3. stereotype
4. kecenderungan menilai
5. ecemasan.
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan Paedagogis
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan
2. pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
3. pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan Religius
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
1. manusia sebagai makhluk Tuhan
2. sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama
3. upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan Yuridis-Formal
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Nama : Nur Aini
Konsep Manusia Dalam Kaitan Dengan Bimbingan Konseling
Konsep Manusia Dalam Kaitan Dengan Bimbingan Konseling
Para penulis di Eropa dan Amerika telah banyak mencoba untuk
memberikan deskripsi tentang hakikat manusia (dalam Prayitno dan Erman Amti,
2004:140):
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya khususnya apabila ia berusaha memanfaatkan
kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus mengembangkan dirinya dengan pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi lebih baik dan buruk.
Sedangkan menurut Sigmund Freud (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:
109)hakikat dari manusia:
1. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi
tak sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
2. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian energi psikis kepada id,
ego dan superego yang bersifat saling mendominasi.
3. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif; naluri
kehidupan (eros) dan kematian (tonatos).
4. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan
dan mneghindari rasa sakit (pleasure principle).
5. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik, mekainistik, reduksionistik
Menurut Virginia Satir (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:140)
memandang bahwa manusia pada hakikatnya positif. Setelah mempelajari ribuan
keluarga secara mendalam, Satir berkesimpulan bahwa pada setiap saat, dalam
suasana apapun juga, manusia berada dalam keadaan yang terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu. Diyakini juga bahasa
manusia pada dasarnya bersifat rasional dan memiliki kebebasan serta
kemampuan untuk membuat keputusan dalam hidupnya.
Deskripsi di atas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang manusia. Gambaran itu akan lebih lengkap jika ditambahkan hal-hal berikut:
• Manusia adalah makhluk. Dari tinjauan agama, pengertian makhluk ini
memberikan pemahaman bahwa ia terikat kepada Tuhan, yaitu keterikatan
sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri.
• Manusia adalah makhluk yang memiliki derajat tertinggi karena dianugerahi akal serta dijadikan pemimpin bagi makhluk-makhluk lain diatas bumi.
• Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan yaitu
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
Keempat dimensi tersebut dikembangkan secara menyeluruh, terpadu, selaras, serasi, dan seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.
Hakikat manusia sebagaimana tergambar di atas akan terwujud selama
manusia itu ada.. Namun untuk mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu,
upaya-upaya pembudayaan, pendidikan dan konseling perlu didasarkan pada
pemahaman tentang hakikat manusia itu agar upaya-upaya tersebut lebih efektif
dan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Deskripsi di atas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang manusia. Gambaran itu akan lebih lengkap jika ditambahkan hal-hal berikut:
• Manusia adalah makhluk. Dari tinjauan agama, pengertian makhluk ini
memberikan pemahaman bahwa ia terikat kepada Tuhan, yaitu keterikatan
sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri. Untuk apa
manusia diciptakan? Yaitu untuk mengabdi kepada Tuhan demi
kebahagiaannya.
• Manusia adalah makhluk yang memiliki derajat tertinggi karena dianugerahi akal serta dijadikan pemimpin bagi makhluk-makhluk lain diatas bumi.
• Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan yaitu
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan. Keempat
dimensi tersebut dikembangkan secara menyeluruh, terpadu, selaras, serasi,
dan seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.
Hakikat manusia sebagaimana tergambar di atas akan terwujud selama
manusia itu ada.. Namun untuk mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu,
upaya-upaya pembudayaan, pendidikan dan konseling perlu didasarkan pada
pemahaman tentang hakikat manusia itu agar upaya-upaya tersebut lebih efektif
dan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Nama : Nur Aein
Jurusan : BPI
Semester : III
Para penulis di Eropa dan Amerika telah banyak mencoba untuk
memberikan deskripsi tentang hakikat manusia (dalam Prayitno dan Erman Amti,
2004:140):
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya khususnya apabila ia berusaha memanfaatkan
kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus mengembangkan dirinya dengan pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi lebih baik dan buruk.
Sedangkan menurut Sigmund Freud (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:
109)hakikat dari manusia:
1. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi
tak sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
2. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian energi psikis kepada id,
ego dan superego yang bersifat saling mendominasi.
3. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif; naluri
kehidupan (eros) dan kematian (tonatos).
4. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan
dan mneghindari rasa sakit (pleasure principle).
5. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik, mekainistik, reduksionistik
Menurut Virginia Satir (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2004:140)
memandang bahwa manusia pada hakikatnya positif. Setelah mempelajari ribuan
keluarga secara mendalam, Satir berkesimpulan bahwa pada setiap saat, dalam
suasana apapun juga, manusia berada dalam keadaan yang terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu. Diyakini juga bahasa
manusia pada dasarnya bersifat rasional dan memiliki kebebasan serta
kemampuan untuk membuat keputusan dalam hidupnya.
Deskripsi di atas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang manusia. Gambaran itu akan lebih lengkap jika ditambahkan hal-hal berikut:
• Manusia adalah makhluk. Dari tinjauan agama, pengertian makhluk ini
memberikan pemahaman bahwa ia terikat kepada Tuhan, yaitu keterikatan
sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri.
• Manusia adalah makhluk yang memiliki derajat tertinggi karena dianugerahi akal serta dijadikan pemimpin bagi makhluk-makhluk lain diatas bumi.
• Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan yaitu
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan.
Keempat dimensi tersebut dikembangkan secara menyeluruh, terpadu, selaras, serasi, dan seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.
Hakikat manusia sebagaimana tergambar di atas akan terwujud selama
manusia itu ada.. Namun untuk mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu,
upaya-upaya pembudayaan, pendidikan dan konseling perlu didasarkan pada
pemahaman tentang hakikat manusia itu agar upaya-upaya tersebut lebih efektif
dan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Deskripsi di atas telah memberikan gambaran secara mendasar tentang manusia. Gambaran itu akan lebih lengkap jika ditambahkan hal-hal berikut:
• Manusia adalah makhluk. Dari tinjauan agama, pengertian makhluk ini
memberikan pemahaman bahwa ia terikat kepada Tuhan, yaitu keterikatan
sebagaimana menjadi dasar penciptaan manusia itu sendiri. Untuk apa
manusia diciptakan? Yaitu untuk mengabdi kepada Tuhan demi
kebahagiaannya.
• Manusia adalah makhluk yang memiliki derajat tertinggi karena dianugerahi akal serta dijadikan pemimpin bagi makhluk-makhluk lain diatas bumi.
• Keberadaan manusia dilengkapi dengan empat dimensi kemanusiaan yaitu
dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan. Keempat
dimensi tersebut dikembangkan secara menyeluruh, terpadu, selaras, serasi,
dan seimbang demi terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang seutuhnya.
Hakikat manusia sebagaimana tergambar di atas akan terwujud selama
manusia itu ada.. Namun untuk mengoptimalkan perwujudan kemanusiaan itu,
upaya-upaya pembudayaan, pendidikan dan konseling perlu didasarkan pada
pemahaman tentang hakikat manusia itu agar upaya-upaya tersebut lebih efektif
dan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu sendiri.
Nama : Nur Aein
Jurusan : BPI
Semester : III
KONSEP MANUSIA DALAM KAITAN DENGAN BIMBANG KONSELING
Pemahaman Tentang Manusia
Manusia pada hakikatnya ditentukan oleh kekuatan fisik dan pengalaman terdahulu dengan dorongan yang tidak didasarinya dan konflik-konflik yang ada. Perkembang awal seorang sangat penting kerena adanya masalah kepribadian yang dihadapi oleh seorang bersumber pada konflik-konflik yang dialaminya oleh karena itu, seorang memerlukan bimbingan serta arahan dari orang lain maupun konselor.
Baik maupun konseling memandang bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi dan kemungkinan untuk berkembang. Dengan adanya potensi-potensi dan kemungkinan dati, manusia maju tahap demi tahap dalam pertumbuhan dan perkembangannya atas bantuan orang lain atau masyarakat. Bantuan-bantuan itu dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan, metode dan alat-alat yang khusus terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu, sehingga individu dapat mencapai kemandirian memiliki kepribadian yang baik.
Adapun dilihat dari bimbingan dan pendidikan memandang bahwa manusia pada dasarnya merupakan suatu totalitas, individu, fisiologis dan psikologis, sosiologis dorongan-dorongan untuk hidup masyarakat, dan kebutuhan terhadap religius, tujuan hidup seseorang itu adalah mencapai kebahagiaan pribadi dan kemaslahatan masyarakat. Bagi seseorang yang mengalami masalah atau terhambat sebagian dari kepribadiannya, sehingga mendorongnya untuk mengikuti penanganan yang ahli dan berkompeten (konselor) dengan teknik konseling.
Proses konseling adalah suatu usaha mencapai tujuan. Tujuan ini tidak lain adalah perubahan pada orang individu baik dalam bentuk pandangan, sikap, keterampilan dan lainnya. Yang lebih memungkinkan seorang klien dapat menerima dirinya. Dapat mengambil keputusan, dan mengarahkan dirinya sendiri, serta pada akhirnya dapat mewujudkan dirinya sendiri secara optimal dan maksimal.
Secara umum proses konseling pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengadakan perubahan yang belum ada atau belum berkembang pada diri seorang individu. Adapun tujuan pokok penyuluhan adalah membantu seorang individu atau manusia untuk memperoleh identitas dirinya sebagai landasan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan demikian pelaksanaan bimbingan dan konseling memiliki beberapa konsep yaitu.
1. Dirinya sendiri
2. Orang lain
3. Pendapat orang lain mengenai dirinya
4. Tujuan dan harapan yang muda dicapai
5. Kepercayaan terhadap dirinya.
Bimbingan dan penyuluhan merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia didalam kehidupannya sering menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti, persoalan yang satu dapat diatasi, timbul persoalan yang lain, demikian seterusnya. Berdasarkan kenyataan manusia itu tidak sama antara manusia satu dengan manusia yang lainnya baik dalam sifat-sifatnya, maupun dalam kemampuannya, maka diantara manusia ada yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan orang lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalannya jika tidak dibantu oleh orang lain. Bagi yang terakhir inilah yang membutuhkan bimbingan dan konseling.
Suatu hal yang wajar bagi manusia untuk mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal dirinya, manusia akan dapat pertindak denan tepat sesuai dengan kemampuan-kemampuan yang ada padanya. Akan tetapi, tidak semua manusia dapat sampai kepada kemampuan ini. Bagi mereka ini sangat diperlukan pertolongan atau bantuan yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Bimbingan dan Konseling.
Lebih-lebih dengan adanya perkembangan usaha-usaha manusia dalam bidang pendidikan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Maka timbul pula berbagai kesukaran yang dialami oleh anak-anak dalam perkembangannya atau dalam menetukan pilihan hidupnya.
Namun demikian, walaupun bimbingan ini menyangkut tiap-tiap kegiatan sekolah maupun diluar sekolah, hendaknya perlu diperhatikan bahwa pendidikan dan bimbingan berbeda dalam tujuan dan prosesnya. Pendidikan menyangkut masalah perorangan, individu-individu itu sendiri yang mengubah dirinya sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Dalam hal ini fungsi konselor tidak lebih menyediakan kesempatan yang berguna dan cocok bagi individu untuk mengembangkan dirinya proses pendidikan terjadi didalam individu, dan hasil-hasil pendidikan terlihat dalam tingkah laku.
Sedangkan bimbingan banyak menyangkut dengan faktor-faktor di luar individu yang berguna bagi individu itu dalam usaha mengembangkan dirinya. Bimbingan dan konseling juga bisa diarahkan untuk mengatur lingkungan hidup seseorang sesuai dengan analisis dan penilaiannya bahwa klien harus memasuki lingkungan tertentu supaya terjadi perubahan pada sebagin kepribadiannya yang diharapkan.
Dengan demikian, bimbingan dan konseling mempunyai pengrtian sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada orang lain atau klien yang bermasalah psikis sosial dengan hartapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Nama : Yasmiati
Nim : 10942006640
Jurusan : BPI
Semester : III
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
Manusia pada hakikatnya ditentukan oleh kekuatan fisik dan pengalaman terdahulu dengan dorongan yang tidak didasarinya dan konflik-konflik yang ada. Perkembang awal seorang sangat penting kerena adanya masalah kepribadian yang dihadapi oleh seorang bersumber pada konflik-konflik yang dialaminya oleh karena itu, seorang memerlukan bimbingan serta arahan dari orang lain maupun konselor.
Baik maupun konseling memandang bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi dan kemungkinan untuk berkembang. Dengan adanya potensi-potensi dan kemungkinan dati, manusia maju tahap demi tahap dalam pertumbuhan dan perkembangannya atas bantuan orang lain atau masyarakat. Bantuan-bantuan itu dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan, metode dan alat-alat yang khusus terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu, sehingga individu dapat mencapai kemandirian memiliki kepribadian yang baik.
Adapun dilihat dari bimbingan dan pendidikan memandang bahwa manusia pada dasarnya merupakan suatu totalitas, individu, fisiologis dan psikologis, sosiologis dorongan-dorongan untuk hidup masyarakat, dan kebutuhan terhadap religius, tujuan hidup seseorang itu adalah mencapai kebahagiaan pribadi dan kemaslahatan masyarakat. Bagi seseorang yang mengalami masalah atau terhambat sebagian dari kepribadiannya, sehingga mendorongnya untuk mengikuti penanganan yang ahli dan berkompeten (konselor) dengan teknik konseling.
Proses konseling adalah suatu usaha mencapai tujuan. Tujuan ini tidak lain adalah perubahan pada orang individu baik dalam bentuk pandangan, sikap, keterampilan dan lainnya. Yang lebih memungkinkan seorang klien dapat menerima dirinya. Dapat mengambil keputusan, dan mengarahkan dirinya sendiri, serta pada akhirnya dapat mewujudkan dirinya sendiri secara optimal dan maksimal.
Secara umum proses konseling pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengadakan perubahan yang belum ada atau belum berkembang pada diri seorang individu. Adapun tujuan pokok penyuluhan adalah membantu seorang individu atau manusia untuk memperoleh identitas dirinya sebagai landasan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan demikian pelaksanaan bimbingan dan konseling memiliki beberapa konsep yaitu.
1. Dirinya sendiri
2. Orang lain
3. Pendapat orang lain mengenai dirinya
4. Tujuan dan harapan yang muda dicapai
5. Kepercayaan terhadap dirinya.
Bimbingan dan penyuluhan merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia didalam kehidupannya sering menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti, persoalan yang satu dapat diatasi, timbul persoalan yang lain, demikian seterusnya. Berdasarkan kenyataan manusia itu tidak sama antara manusia satu dengan manusia yang lainnya baik dalam sifat-sifatnya, maupun dalam kemampuannya, maka diantara manusia ada yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan orang lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalannya jika tidak dibantu oleh orang lain. Bagi yang terakhir inilah yang membutuhkan bimbingan dan konseling.
Suatu hal yang wajar bagi manusia untuk mengenal dirinya dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal dirinya, manusia akan dapat pertindak denan tepat sesuai dengan kemampuan-kemampuan yang ada padanya. Akan tetapi, tidak semua manusia dapat sampai kepada kemampuan ini. Bagi mereka ini sangat diperlukan pertolongan atau bantuan yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Bimbingan dan Konseling.
Lebih-lebih dengan adanya perkembangan usaha-usaha manusia dalam bidang pendidikan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Maka timbul pula berbagai kesukaran yang dialami oleh anak-anak dalam perkembangannya atau dalam menetukan pilihan hidupnya.
Namun demikian, walaupun bimbingan ini menyangkut tiap-tiap kegiatan sekolah maupun diluar sekolah, hendaknya perlu diperhatikan bahwa pendidikan dan bimbingan berbeda dalam tujuan dan prosesnya. Pendidikan menyangkut masalah perorangan, individu-individu itu sendiri yang mengubah dirinya sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Dalam hal ini fungsi konselor tidak lebih menyediakan kesempatan yang berguna dan cocok bagi individu untuk mengembangkan dirinya proses pendidikan terjadi didalam individu, dan hasil-hasil pendidikan terlihat dalam tingkah laku.
Sedangkan bimbingan banyak menyangkut dengan faktor-faktor di luar individu yang berguna bagi individu itu dalam usaha mengembangkan dirinya. Bimbingan dan konseling juga bisa diarahkan untuk mengatur lingkungan hidup seseorang sesuai dengan analisis dan penilaiannya bahwa klien harus memasuki lingkungan tertentu supaya terjadi perubahan pada sebagin kepribadiannya yang diharapkan.
Dengan demikian, bimbingan dan konseling mempunyai pengrtian sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada orang lain atau klien yang bermasalah psikis sosial dengan hartapan klien tersebut dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya sehingga mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Nama : Yasmiati
Nim : 10942006640
Jurusan : BPI
Semester : III
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
KONSEP MANUSIA DALAM KAITAN DENGAN BIMBINGAN KONSELING
A. Pemahaman Tangtang Manusia
Manusia disebut juga makhluk berfikir, dalam posisinya yang demikia, maka didalam usahanya menyesuiakan diri dengan perubahan-perubahan yang terdapat dialam semesta ini. Manusia harus menggunakan segala akal dan fikiran yang ada padanya.
Dalam proses befikir itu, otak manusia menerima rangsangan dari luar dan berlangsung secara berulang-ulang masuknya rangsangan eksternal yang berkelanjutan ini akhirnya menyebabkan terjadinya penambahan di dalam alat-alat tubuh yang dirangsang. Pertumbuhan yang terjadi pada otak khususnya dan urat syaraf pada umunya tunduk pada hukum kebutuhan. Perangsang yang berlangsung terusmenerus itu membutuhkan adanya alat penerima setiap kecakapan yang kita terima melalui pendidikan, pelajaran, dan latihan adalah juga merupakan akibat dari adanya rangsangan yang berulang-ulang, yakni ulangan dari pelajaran yang membutuhkan penjelmaan didalam otak berupaah pertumbuhan sel-sel otak baru.
Intelektualitas manusia tumbuh karena pengalaman, yang berlangsung bersamaan dengan munculnya berrbagai rintangan dan kendala hidup yang membutuhkan pemecahan.
Sehubungan dengan ini, kemajuan intelektualitas ini adalah bersifat primer sedangkan perubahan bentuk adalah bersifat sekunder, evoluasi baatiniah mendahului evolusi lahiriah.
Memang tidak dapat disangkal bahwa manusia zaman sekarang ini sedang dilonfrontasikan dengan berbagai bahaya yang nyaris tiada tara, baik yang mengancam pribadi merekaa maupun yang mengancam hak-hak asasi mereka masing-masing.
B. Prinsip-Prinsip Hereditas
Hereditas ialah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi kegenerasi lain dengan perantaraan plasma benih. Pada umumnya ini berarti, bahwa strukturlah, dan bukan bentuk-bentuk tingkaah laku yang diturunkan. Defenisi ini mengandung prinsip hereditas yang pertama ialah bahwa hereditas berlangsung dengan perantaraan sel-sel benih dan tidak melalui sel-sel somatis atau sel-sel badan.
Prinsip kedua adalah: bahwa jenis menghasilkan jenis, atau setiap golongan menurunkan golongan sendiri, ini adalah prinsip konformitet. Prinsip ini tidak berarti , bahwa setiap anak merupakan duplikat yang tepat dari orang tuanya, tetapi bahwa anak merupakan golongan yang serupda dari golongan orang tuanya. Dalam kebanyakan hal diantara para manusia terdapat persamaan-persamaan yang besar, selama seorang manusia masih dapat dikatakan manusia tidak akan ia sangat berbeda dari manusia-manusia lain.
Prinsip ketiga adalah: bahwa sel-sel benih mengandung terminant-determinant yang banyak jumlah yang pada waktu menyerbukan ouvun saling berkombinasi dalam cara yang berbeda-beda yang menghasilkan anak-anak yang saling berbeda. Prinsip variasi ini tidak bertentangan dengan prinsip yang telah disebutkan lebih dahulu.’ Tidak ada dua orang yang tepat sama, namun semua oraang mengandung persamaan fundamental, ialah: bahwa seluruh manusia memilik ciri-ciri umum yang sama dan pola-pola umum tentang perlengkapan biologis yang sama.
Prinsip keempat adalah bahwa setiap atau ciri manusia anak memperlihatkan kecondongan menuju keadaan rata-rata prinsip regressi filial ini yang dirumuskan oleh sir francis galton, berarti, bahwa anak orang tua yang sangat ceradas biasanya condong untuk menjadi anak yang kurang cerdas dari pada orang tuanya.
C. Pandangan Tentang Manusia Sebagai Paham Dasar Pada Psikoterapi
Manusia pada hakikatnya bisa dan mungkin untuk dipengaruhi dan diubah melalui intervensi psikologi yang dilakukan atau direncanakan oleh orang lain. Hal ini seiring dengaan pandangan dan konsepsi tentang manusia dari masing-masing ahli yang didasari oleh orientasi pemikiran dan falsafat yang dianutnya.
Kelompok psikoabnalisis memandang manusia sebagai “homo volens” dengan berbagai dorongan dan keinginan sigmund freud dengan “primitive drives” – nya: Al fred Adler dengan “will to power” – nya: dan masih banyak yang lainnya.
Paham dasar dan pandangan terhadap manusia dari sudut psikoanalisis dan pendekatan psikodinamik, dirumuskan oleh ivey, et al (1987) sebagaiberikut: Bahwa pada manusia ada paham “determin: stik”, bahwa manusia dikemudikan oleh hal-hal yang tidak disadari dari sesuatu yang sudah lewat corey (1991) merumuskan paham dasar tentang konsepsi manusia dari sudut pandang psikoanalisis sebagai: Manusia pada hakikatnya ditentukan oleh kekuatan psikis dan pengalaman terdahulu. Dorongan yang tidak didasari an konflik-konflik yang ada adalah sesuatu yang penting pada keadaan prilaku sekarang. Manusia dari sudut pendekatan rogerian adalah: pandangannya terhadap manusia adalah positif: manusia memiliki kecenderungan untuk bisa berfungsi penuh.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
Jurusan : BPI
Semester : III
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
Manusia disebut juga makhluk berfikir, dalam posisinya yang demikia, maka didalam usahanya menyesuiakan diri dengan perubahan-perubahan yang terdapat dialam semesta ini. Manusia harus menggunakan segala akal dan fikiran yang ada padanya.
Dalam proses befikir itu, otak manusia menerima rangsangan dari luar dan berlangsung secara berulang-ulang masuknya rangsangan eksternal yang berkelanjutan ini akhirnya menyebabkan terjadinya penambahan di dalam alat-alat tubuh yang dirangsang. Pertumbuhan yang terjadi pada otak khususnya dan urat syaraf pada umunya tunduk pada hukum kebutuhan. Perangsang yang berlangsung terusmenerus itu membutuhkan adanya alat penerima setiap kecakapan yang kita terima melalui pendidikan, pelajaran, dan latihan adalah juga merupakan akibat dari adanya rangsangan yang berulang-ulang, yakni ulangan dari pelajaran yang membutuhkan penjelmaan didalam otak berupaah pertumbuhan sel-sel otak baru.
Intelektualitas manusia tumbuh karena pengalaman, yang berlangsung bersamaan dengan munculnya berrbagai rintangan dan kendala hidup yang membutuhkan pemecahan.
Sehubungan dengan ini, kemajuan intelektualitas ini adalah bersifat primer sedangkan perubahan bentuk adalah bersifat sekunder, evoluasi baatiniah mendahului evolusi lahiriah.
Memang tidak dapat disangkal bahwa manusia zaman sekarang ini sedang dilonfrontasikan dengan berbagai bahaya yang nyaris tiada tara, baik yang mengancam pribadi merekaa maupun yang mengancam hak-hak asasi mereka masing-masing.
B. Prinsip-Prinsip Hereditas
Hereditas ialah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi kegenerasi lain dengan perantaraan plasma benih. Pada umumnya ini berarti, bahwa strukturlah, dan bukan bentuk-bentuk tingkaah laku yang diturunkan. Defenisi ini mengandung prinsip hereditas yang pertama ialah bahwa hereditas berlangsung dengan perantaraan sel-sel benih dan tidak melalui sel-sel somatis atau sel-sel badan.
Prinsip kedua adalah: bahwa jenis menghasilkan jenis, atau setiap golongan menurunkan golongan sendiri, ini adalah prinsip konformitet. Prinsip ini tidak berarti , bahwa setiap anak merupakan duplikat yang tepat dari orang tuanya, tetapi bahwa anak merupakan golongan yang serupda dari golongan orang tuanya. Dalam kebanyakan hal diantara para manusia terdapat persamaan-persamaan yang besar, selama seorang manusia masih dapat dikatakan manusia tidak akan ia sangat berbeda dari manusia-manusia lain.
Prinsip ketiga adalah: bahwa sel-sel benih mengandung terminant-determinant yang banyak jumlah yang pada waktu menyerbukan ouvun saling berkombinasi dalam cara yang berbeda-beda yang menghasilkan anak-anak yang saling berbeda. Prinsip variasi ini tidak bertentangan dengan prinsip yang telah disebutkan lebih dahulu.’ Tidak ada dua orang yang tepat sama, namun semua oraang mengandung persamaan fundamental, ialah: bahwa seluruh manusia memilik ciri-ciri umum yang sama dan pola-pola umum tentang perlengkapan biologis yang sama.
Prinsip keempat adalah bahwa setiap atau ciri manusia anak memperlihatkan kecondongan menuju keadaan rata-rata prinsip regressi filial ini yang dirumuskan oleh sir francis galton, berarti, bahwa anak orang tua yang sangat ceradas biasanya condong untuk menjadi anak yang kurang cerdas dari pada orang tuanya.
C. Pandangan Tentang Manusia Sebagai Paham Dasar Pada Psikoterapi
Manusia pada hakikatnya bisa dan mungkin untuk dipengaruhi dan diubah melalui intervensi psikologi yang dilakukan atau direncanakan oleh orang lain. Hal ini seiring dengaan pandangan dan konsepsi tentang manusia dari masing-masing ahli yang didasari oleh orientasi pemikiran dan falsafat yang dianutnya.
Kelompok psikoabnalisis memandang manusia sebagai “homo volens” dengan berbagai dorongan dan keinginan sigmund freud dengan “primitive drives” – nya: Al fred Adler dengan “will to power” – nya: dan masih banyak yang lainnya.
Paham dasar dan pandangan terhadap manusia dari sudut psikoanalisis dan pendekatan psikodinamik, dirumuskan oleh ivey, et al (1987) sebagaiberikut: Bahwa pada manusia ada paham “determin: stik”, bahwa manusia dikemudikan oleh hal-hal yang tidak disadari dari sesuatu yang sudah lewat corey (1991) merumuskan paham dasar tentang konsepsi manusia dari sudut pandang psikoanalisis sebagai: Manusia pada hakikatnya ditentukan oleh kekuatan psikis dan pengalaman terdahulu. Dorongan yang tidak didasari an konflik-konflik yang ada adalah sesuatu yang penting pada keadaan prilaku sekarang. Manusia dari sudut pendekatan rogerian adalah: pandangannya terhadap manusia adalah positif: manusia memiliki kecenderungan untuk bisa berfungsi penuh.
Nama : Ida Rusma Herawati
Nim : 10942006733
Jurusan : BPI
Semester : III
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling
Langgan:
Catatan (Atom)